Buruh Minta Presiden Jokowi Realisasikan Komitmen Nawacita

id Mirah Sumirat

Buruh Minta Presiden Jokowi Realisasikan Komitmen Nawacita

Presiden Aspek, Mirah Sumirat. (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Buruh yang tergabung dalam Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia meminta Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk merealisasikan komitmen Nawacita di bidang ketenagakerjaan.

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat di Jakarta, Senin, mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjanjikan komitmen Nawacita berupa penyediaan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan.

"Presiden Jokowi perlu segera menghentikan rencana penutupan proyek-proyek padat karya karena akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja bagi ribuan pekerja. Ini bertentangan dengan komitmen Nawacita karena akan menghadirkan pengangguran baru," katanya.

Dalam peringatan hari buruh atau May Day tahun ini, Aspek Indonesia menyuarakan tuntutan penghapusan praktik kerja alih daya ("outsourcing") dan kontrak yang dinilai telah melanggar undang undang, peningkatan jaminan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia, serta jaminan pensiun untuk pekerja yang setara dengan jaminan pensiun untuk pegawai negeri sipil (PNS).

Mirah menambahkan contoh yang paling nyata adalah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, yang tidak pernah dibahas di forum LKS Tripartit Nasional, bahkan PP 78/2015 tersebut menabrak Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.

Selain itu, pada akhir 2016, Menteri Ketenagakerjaan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri.

Ia berpendapat permenaker tersebut merupakan upaya legitimasi atas eksploitasi sumber daya manusia Indonesia yang mengabaikan hak untuk sejahtera.

"PP 36/2016 ini memberi hak kepada pengusaha untuk mempekerjakan tenaga magang hingga 30 persen dari jumlah karyawan di perusahaan, dengan jangka waktu paling lama 1 tahun namun bisa diperpanjang lebih dari 1 tahun dengan perjanjian pemagangan baru, dan tenaga magang hanya diberi uang saku yang besarannya tidak jelas," katanya.

Ia mengatakan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2015 sebagai revisi Permenaker Nomor 12/2013, Pemerintah juga menghilangkan aturan yang mewajibkan tenaga kerja asing (TKA) memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.

"Kemudahan dalam berbahasa inilah yang menjadi salah satu sebab membanjirnya TKA, khususnya dari China," katanya. (*)