Pengamat: Indeks Demokrasi Menjadi Evaluasi Pejabat Daerah

id indeks, demokrasi, sumbar, pengamat

Padang, (Antara Sumbar) - Pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) Edi Indrizal menilai hasil indeks demokrasi 2015 provinsi itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) harusnya jadi evaluasi oleh pejabat daerah.

"Memang, hasil indeks demokrasi Sumbar yang mengacu pada Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2015 masih tetap tergolong sedang, namun khusus untuk DPRD bahkan buruk. Ini kan harus dievaluasi," kata dia di Padang, Jumat.

Menurutnya adanya hasil indeks demokrasi itu hendaknya menjadi momentum berbenah diri bagi pejabat politik Sumbar, baik itu kepala daerah, DPRD, serta birokrat daerah yang harusnya orokritik.

Ia menegaskan pejabat daerah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang cenderung mempersoalkan metode dan kriteria yang digunakan dalam asesmen indeks tersebut, lalu beralasan Sumbar telah terbiasa berdemokrasi. Bahkan saat hasilnya Sumbar dinyatakan buruk, malah seakan-akan orang yang melakukan asesmen keliru.

"Lebih baik hasil itu dijadikan patokan untuk berbenah. Jika tidak, tentu tidak akan ada perubahan, bahkan bisa saja stagnan," ujarnya.

Terkait indeks demokrasi khususnya peran DPRD yang masuk kategori buruk, ia menilai sumber utama masalahnya ialah terkait persoalan sumber daya manusia pejabat politik yang kurang memahami pentingnya peran mereka dalam penyelenggaraan demokrasi di daerah.

Ia menilai pejabat politik justru bekerja terjebak dengan prosedur yang sangat formal sehingga kurang memanfaatkan kearifan niali demokrasi lokal, apalagi saat ini demokrasi tradisional dan formal di Sumbar tidak paralel.

"Contoh paling sederhana ialah mereka kurang terbuka menyerap aspirasi masyarakat. Tidak cakap memetakan potensi tokoh dan lembaga yang mendukung kerja mereka dalam menghasilkan legislasi," jelasnya.

Selain itu, fakta di lapangan pun menunjukan hal serupa yakni inisiatif para dewan rendah sehingga partisipasi masyarakat tidak dikelola secara benar.

Ia menyampaikan contoh konkrit lainnya ialah DPRD di Sumbar belum punya data base tokoh masyarakat, akademisi serta institusi atau kelompok-kelompok stategis yang mestinya dilibatkan dalam pembahasan berbagai isu sesuai dengan kompetensinya.

"Tidak benar pula kalau pembahasan suatu isi hanya melibatkan orang yang sama. Inilah yang dimaksud bekerja formal prosedural saja, tanpa memperhatikan proses dan substansi yang benar," katanya.

Ia bahkan menyarankan para anggota dewan yang menduduki kursi-kursi wakil rakyat saat ini membangun kesadaran mereka masing-masing dan rakyat di masa mendatang harus lebih hati-hati memilih pemimpin.

Sebelumnya, Kepala BPS Sumbar, Dody Herlando menyampaikan indeks demokrasi di Sumbar relatif sedang yakni berada pada angka 67,46. Angka tersebut naik 3,47 poin dibandingkan dengan IDI 2014 sebesar 63,99.

Namun, ia mengemukakan untuk peran DPRD masuk kategori buruk karena turun dari 41,92 poin pada 2014 menjadi 19,39 poin pada 2015.

"Kategori buruk untuk peranan DPRD itu termasuk kaitannya dengan rendahnya perda yang merupakan inisiatif DPRD dan rekomendasi DPRD kepada eksekutif yang disetujui pada 2015," ujarnya.

Secara umum, indeks demokrasi itu merupakan indikator untuk melihat gambaran demokrasi yang berasal dari sisi kinerja pemerintah dan birokrasi, serta untuk melihat perkembangan demokrasi dari aspek peran masyarakat, lembaga legislatif yakni DPRD, partai politik, lembaga peradilan dan penegak hukum. (*)