Padang, (AntaraSumbar) - Dekan Fakultas Hukum Universitas Eka Sakti Padang Dr. Otong Rosady, menilai kecemasan terhadap Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian adalah psikologis massa saja.
"Kecemasan yang muncul di tengah masyarakat itu sifatnya hanya psikologis masa saja. Seharusnya tidak perlu ada kecemasan seperti itu," kata Rosady di Padang, Selasa.
Karena, katanya, tanpa surat edaran masyarakat sebenarnya sudah mempunyai kewajiban menghindari bentuk-bentuk perbuatan ujaran kebencian. Karena telah diatur dalam KUHP, dan undang-undang di luar KUHP, sebelum surat edaran dikeluarkan.
Dimana dalam surat edaran itu disebutkan, beberapa bentuk ujaran kebencian yang terdapat dalam SE "hate speech" adalah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.
Sedangkan seluruh perbuatan itu telah terdapat dalam pasal-pasal KUHP, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, UU Penanganan Konflik Sosial, dan (yang bersifat teknis operasional) Peraturan Kapolri tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial.
Ia berpendapat, adanya surat edaran itu suatu kemajuan yang dilakukan Polri, dalam menangani bentuk-bentuk ujaran kebencian. Sehingga dapat mencegah terjadinya perpecahan, tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, ataupun konflik sosial.
"Jadi ketakutan itu hanya psikologis massa. Saya bukan orang politik, tapi menurut saya kehebohan yang terjadi masih tersisa pengaruh 9 Juli 2015 (Pilpres), adanya ketidak percayaan pada setiap yang dilakukan pemerintah," katanya.
Otong mengatakan, surat edaran itu diperlukan untuk mengantisipasi kebebasan yang "kebablasan", dan tidak bertanggung jawab. Seperti yang saat ini terlihat di berbagai media, khususnya elektronik.
"Berekspresi kan tidak dilarang, namun tentunya tidak bisa sampai kebablasan, dan tidak bertanggung jawab. Apalagi merugikan pihak lain," ujarnya.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa keluarnya surat edaran Kapolri dapat mencegah terjadinya dekriminalisasi hukum, terhadap pasal dalam SE.
"Pasal yang dimuat alam SE itu sudah diatur KUHP, dan undang-undang lain di luar KUHP, namun minim penerapannya. Dengan adanya SE, diharapkan dapat mencegah terjadinya sikap menganggap biasa pidana yang sudah ada, karena tidak diterapkan (Dekriminalisasi)," jelasnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti telah menandatangani Surat Edaran Nomor SE/6/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. SE tersebut telah dikirim ke Kasatwil di seluruh Indonesia untuk dipedomani. (*)
Berita Terkait
Polda Sumbar ambil alih kasus ujaran kebencian terhadap Muhammadiyah
Rabu, 3 Mei 2023 10:58 Wib
Muhammadiyah Sumbar minta polisi proses hukum kasus ujaran kebencian
Rabu, 26 April 2023 20:13 Wib
Komunitas Yahudi Swedia sebut kesalahan besar izinkan membakar Al Quran
Kamis, 26 Januari 2023 21:35 Wib
PSI: Jangan kotori pemilu dengan hoaks dan ujaran kebencian
Kamis, 15 Desember 2022 13:36 Wib
Sidang Kasus Ujaran Kebencian Edy Mulyadi
Selasa, 26 Juli 2022 17:07 Wib
Din Syamsuddin: Ujaran kebencian lahir dari rasa ketakutan terhadap kelompok lain
Kamis, 26 Mei 2022 6:23 Wib
Petenis Rusia sebut larangan Wimbledon bentuk diskriminasi dan menghasut kebencian
Jumat, 22 April 2022 6:52 Wib
Polri ingatkan masyarakat bijak bermedsos
Selasa, 11 Januari 2022 14:00 Wib