PBR Bantah Ada Perbudakan di Benjina

id PBR Bantah Ada Perbudakan di Benjina

Benjina, Maluku, (Antara) - Kepala Cabang PT Pusaka Benjina Resources Hermanwir Martino membantah pemberitaan yang menyebutkan telah terjadi "perbudakan" di lingkungan perusahaannya dan karenanya ia memberi kesempatan semua pihak melihat langsung ke lokasi. "Kalau perbudakan 1.000 persen kami pastikan tidak ada di PBR ini. Kemungkinan hanya tindak pidana penganiayaan dengan kekerasan yang terjadi di kapal selama pelayaran yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu," katanya kepada Antara saat ditemui di Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Jumat. Lokasi industri perikanan terpadu PT Pusaka Benjina Resources (PBR) berada di Pulau Maikor yang terpisah dengan pulau-pulau lain di Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru. Industri perikanan terpadu PBR ini berada pada kawasan seluas 78 hektare. Meskipun letaknya di pulau yang terpisah, diakui Hermanwir Martino sangat mudah diakses dan sangat terbuka bagi masyarakat untuk keluar masuk ke kawasan tersebut. Sebelumnya santer diberitakan adanya dugaan telah terjadi "perbudakan" kepada anak buah kapal asal Thailand yang bekerja di PT PBR. Lebih lanjut Hermanwir menjelaskan tuduhan adanya perbudakan tersebut sangatlah berlebihan. Herman menegaskan tidak ada sama sekali terjadi perbudakan. Hermanwir menjelaskan semua ABK yang bekerja di PT PBR sampai saat ini tetap mendapatkan gaji. "Kalau perbudakan tidak mungkin, karena mereka tetap digaji dan ada makan dan sebagainya," katanya. Ia mempertanyakan apa yang dimaksudkan dengan perbudakan tersebut. Menurutnya harus ada satu persepsi yang sama terlebih dahulu dengan apa yang disebut perbudakan. Hermanwir memastikan tidak ada perbudakan yang dilakukan oleh orang orang Indonesia ke orang asing. "Juga tidak ada perbudakan antara orang asing dengan orang Indonesia. Kalau yang sedang diselidiki kemungkinan ada perbudakan atau dugaan antara orang asing dengan orang asing, tapi itu belum tentu kebenarannya," kata Hermanwir. PT PBR diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni 2007. Perusahaan ini merupakan "take over" dari perusahaan sebelumnya PT Daya Guna Samudera yang merupakan milik Djajanti Grup. Selama ini, tambah Hermanwir dalam kondisi normal PT PBR mempekerjakan 300 orang Indonesia dan 1.800 ABK asing dengan 80 kapal yang beroperasi. Namun sejak moratorium (Nopember 2014)ada 52 kapal yang bersandar dan henti produksi sehingga tinggal 100 orang karyawan Indonesia dan 1.200 ABK asing yang masih bertahan. "Meskipun kami tidak berproduksi akibat moratorium ini, tapi gaji pokok tetap kami bayarkan. Memang pendapatnya jadi turun 50 persen karena tidak ada tambahan lain atau tunjangan seperti uang bongkar, bensin, lembur dan lainnya," katanya. Pada kesempatan itu Hermanwir menyatakan setuju dengan kebijakan pemerintah khususnya Menteri KKP Susy terkait moratorium, namun berharap hal itu tidak berlangsung lama.(*/sun)