REDD+: Pemerintah Tunjukkan Komitmen Perpanjang Moratorium Hutan

id REDD+: Pemerintah Tunjukkan Komitmen Perpanjang Moratorium Hutan

Jakarta, (Antara) - Pemerintah harus menunjukkan komitmen untuk memperpanjang moratorium hutan, yang akan berakhir 25 Mei 2015, kata mantan deputi Bidang Operasional Badan pengelola (BP) "Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation" (REDD) Plus William Sabandar. Hal itu, menurut William saat jumpa pers di Kantor BP REDD+, Jakarta, Kamis, mendorong pengelolaan yang lebih baik terhadap hutan alam dan lahan gambut. Ia menekankan, "Kita ingin lihat pemerintah serius memperpanjang moratorium. Sampai hari ini belum baik bagaimana moratorium ini nantinya." William menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengambil tindakan nyata untuk menyelamatkan hutan dari kerusakan sebagaimana yang telah dilakukan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 16 Tahun 2013. Inpres No. 6/2013 itu menginstruksikan gubernur, bupati, dan wali kota agar melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru. Namun, lanjut dia, Instruksi Presiden tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut tersebut hanya berlaku selama dua tahun, atau sampai dengan 2015, sehingga moratorium akan berakir pada bulan Mei 2015. "Waktu beberapa bulan ini sudah dekat, harus ada komitmen memperpanjang moratorium," katanya. William juga mengatakan bahwa pemerintah juga harus lebih serius melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum. Selain itu, pemberantasan kejahatan terorganisasi di hutan dan lahan harus dilakukan tanpa pandang bulu. Jika moratorium berakhir, kata dia, pemerintah tidak konsisten dengan cita-cita dalam Nawacita untuk kesejahteraan masyarakat. "Moratorium dilanjutkan dan diberikan tangan penguatan dan pengawasan," kata dia. Ia memandang perlu memperkuat instrumen pengendalian dan pengelolaan lahan sehingga menghindari pengalihfungsian lahan dan kerusakan hutan. "Kita masih pada instrumen yang sifatnya di permukaan. Yang kita tuju perbaikan menyeluruh, penatakelolaan lahan gambut. Bagaimana secara substansi bisa melakukan perbaikan?" tuturnya. Ia mengatakan bahwa pihaknya masih ingin meneruskan program BP REDD Plus dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan. Namun, terkendala karena badan itu dibubarkan pada hari Kamis (29/1). Pembubaran itu dipertegas dengan berlakunya Perpres Nomor 16 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa tugas, fungsi, dan kewenangan BP REDD Plus sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2013 diintegrasikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Mantan kepala Badan Pengelola (BP) "Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation" (REDD) Plus Heru Prasetyo mengatakan bahwa BP REDD Plus tidak dapat menjalankan fungsinya setelah ditandatanganinya peraturan presiden karena fungsi dan tugas berkaitan dengan REDD Plus diintegrasikan menjadi tugas dan fungsi Kementerian LHK. "Jadi, kalau bicara soal red plus adalah tugas dan fungsinya yang diintegrasikan ke dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, secara otomatis meruntuhkan fungsi dari Badan Pengelola REDD Plus, diambil alih oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata pegiat REDD Plus itu. Ketika Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 16 Tahun 2015 pada tanggal 21 Januari 2015, kata dia, BP REDD Plus tidak lagi menjalankan tugasnya karena tugas, fungsi, dan kewenangannya diintegrasikan ke dalam Kementerian LHK. (*/jno)