Pembukaan Lahan Hutan Tripa dengan Teknologi PLTB

id Pembukaan Lahan Hutan Tripa dengan Teknologi PLTB

Jakarta (ANTARA) - Pembukaan lahan hutan gambut di Desa Tripa menerapkan teknologi Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB), bukan dengan cara pembakaran seperti yang dituduhkan kepada perusahaan perkebunan PT Surya Panen Subur. Hal itu disampaikan Kepala Subdit Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian I Gede Putu Karwadi dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat. Itu terlihat dari rumpukan kayu pada lahan yang tidak terbakar dan sisa-sisa bekas kebakaran pada rumpukan serta jalur tanaman yang sudah dibersihkan secara teratur. Fakta di lapangan, lanjut saksi ahli dalam penyidikan Kementerian Lingkungan Hidup itu, bahwa diareal yang terbakar milik perusahaan tersebut sudah selesai melaksanakan pembukaan lahan dan sudah ditanami dengan benih kelapa sawit impor. Menurut dia, dari kondisi blok yang terbakar di lapangan terlihat adanya bekas kebakaran pada rumpukan, hal itu dapat dilihat dari sisa kebakaran yang menjalur. Sisa-sisa kebakaran di jalur rumpukan terdiri dari bekas pohon/kayu, cabang dan ranting. "Pada bagian blok kebun yang tidak terbakar dimana lokasinya masih dalam satu blok terlihat rumpukan yang terdiri dari bekas rencekan cabang dan ranting serta batang kayu yang tidak terbakar dan sudah ditutupi oleh semak dan paku-pakuan. Selain itu diperoleh data lapangan bahwa perusahaan tersebut telah memiliki sarana dan prasarana pengendalian kebakaran lahan berupa menara pemantau dan regu dan alat pengendali kebakaran. Sehingga tidak ada pembukaan lahan dengan cara pembakaran yang dilakukan perusahaan perkebunan tersebut. Areal terbakar sudah selesai stacking (perumpukan) 666,23 Ha dan sudah ditanam 517,03 Ha dengan perjanjian kontraktor tanpa bakar. Menurut dia, tahapan pekerjaan untuk sistem pembukaan lahan tanpa bakar meliputi: perencanaan penanaman, membuat rintisan dan membagi petak-petak tanaman, mengimas, menebang, merencek, membuat pancang jalur tanam, dan membersihkan jalur tanaman/menumpuk. "Hasil rencekan (dipotong dan dicincang ranting pohon) ditempatkan pada lahan diantara jalur tanaman de ngan jarak 1 meter dikiri kanan pancang. Dengan demikian diperoleh 2 meter jalur yang bersih dari potongan-potongan kayu. Hal itu sesuai dengan SK Dirjen Perkebunan No.38 tahun 1995 tentang Petunjuk Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Pembakaran untuk Pengembangan Perkebunan," kata dia. Selain itu, lanjutnya, perusahaan juga mengeluarkan biaya buka lahan tanpa bakar dengan nilai kontrak Rp7,3 juta per Ha. "Lagian untuk apa perusahaan buka lahan dengan membakar padahal ia sudah mengeluarkan biaya Rp7,3 juta per Ha. Ditambah ada ancaman dalam UU No.18 tahun 2004 pada pasal 49 yang mengatakan bahwa setiap oran yang dengan sengaja membuka dan atau mengolah lahan dengan cara pembakaran diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar," kata dia. Sebelumnya, Pengacara Walhi Aceh Kamarudin mengatakan kawasan hutan primer rawa dan gambut di wilayah Tripa, Aceh, terus berkurang akibat pembukaan lahan dengan cara pembakaran oleh sejumlah perusahaan perkebunan. "Setidaknya sepanjang 2012, kawasan hutan seluas 2.145 hektar hilang di wilayah Tripa akibat pembukaan konsesi lahan dengan cara dibakar," ujar Aceh Kamarudin di Jakarta, Rabu. Data Walhi menunjukkan luas kawasan hutan di wilayah Tripa, Aceh pada 2011 lalu masih seluas 12.666 hektar, sementara data terakhir September 2012 lalu hanya seluas 10.521 hektar. "Masih terdapat 28 titik api di sana, meskipun wilayah itu termasuk Kawasan Ekosistem Leuser Aceh yang dilindungi," ujar dia. (*/wij)