Penyakit Ngorok Kerbau Tidak Membahayakan Manusia

id Penyakit Ngorok Kerbau Tidak Membahayakan Manusia

Penyakit Ngorok Kerbau Tidak Membahayakan Manusia

Ilustrasi. (Antara)

Jakarta, (Antara) - Penyakit ngorok yang menyerang kerbau, sapi, babi, domba, kambing dan kuda tidak membahayakan manusia, namun dapat merugikan peternak jika tidak ditangani secara serius, kata Kepala Seksi Kesehatan Hewan Bidang Peternakan Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta Rudewi, di Jakarta, Rabu. "Penyebab penyakit ngorok (septicemia epizootica) adalah kuman pasteurella multocida, bukan virus. Hewan yang paling mudah terserang kuman itu, kerbau," kata wanita berkerudung itu. Ia mengemukakan hewan yang terserang penyakit itu biasanya menderita demam tinggi, tidak mau makan sehingga terjadi penurunan berat badan, diare, feses berdarah, pembekakan pada beberapa bagian tubuh, luka di kerongkongan, murung dan hewan mati mendadak tanpa gejala. Secara patologi hewan yang terserang penyakit ini dapat dilihat dari bentuk busung, pembendungan kapiler perdarahan di bawah kulit dan selaput lendir pada selaput paru, serta radang usus dan pendarahan. "Penyakit yang bersifat akut dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar karena penyebarannya cepat," katanya. Sampai sekarang petugas belum menemukan kerbau, sapi, babi, domba, kambing dan kuda mati akibat terserang penyakit itu. Petugas mencurigai para peternak langsung menyembelih hewan-hewan tersebut saat sakit. "Ya mungkin ada hewan yang terserang, tapi belum sampai diuji di laboraturium, karena para peternak langsung menyembelihnya," ujarnya. Wanita berkacamata itu menegaskan hewan yang terserang penyakit ngorok tidak berbahaya bila dikonsumsi masyarakat. Namun sebaiknya setelah disembelih, hewan itu ditiris dan digantung untuk mengeringkan darahnya. "Darah hewan itu sumber penyakit. Daging lebih empuk jika darahnya kering," katanya. Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta melakukan upaya pencegahan melalui tindakan mencegah masuk dan menyebarnya penyakit dari luar negeri atau dari satu daerah ke daerah yang lain yang masih bebas penyakit tersebut. "Upaya yang rutin kami lakukan seperti pengawasan lalu lintas hewan penular penyakit itu, meningkatkan daya tahan tubuh hewan dan pembersihan kandang maupun lingkungan sekitar," katanya. Menurut dia, kerbau jarang ditemukan di DKI Jakarta, namun hewan-hewan lainnya populasinya cukup banyak. Beberapa tahun lalu ada peternakan kerbau di Jakarta Barat, namun sekarang sudah menjadi bangunan megah. "Populasi kerbau terbanyak ditemukan di Banten," katanya. (*/jno)