Padang, (Antara Sumbar) - Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar, mencatat ekspor provinsi itu pada September 2017 mencapai 125,30 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau turun 31,99 persen dibandingkan Agustus 2017 yang mencapai 184,25 juta dolar AS.
"Turunnya volume ekspor Sumbar dipengaruhi harga komoditas sehingga pengusaha memutuskan untuk mengurangi ekspor," kata Kepala BPS Sumbar, Sukardi di Padang, Selasa.
Penurunan volume ekspor Sumbar pada September terjadi kepada beberapa negara tujuan antara lain India turun 50,19 persen, AS turun 7,25 persen, dan Tiongkok turun 49,11 persen.
Pada September nilai ekspor terbesar adalah golongan lemak dan minyak hewan nabati sebesar 80,28 juta dolar AS, golongan karet dan barang dari karet 29,49 juta dolar AS, dan produk kimia 4,97 juta dolar AS.
Kemudian selama periode Januari-September 2017 ekspor ke India memiliki peran yang terbesar terhadap total ekspor Sumbar yaitu sebesar 37,67 persen, AS 3,72 persen dan Singapura 10,42 persen.
Dengan demikian, selama Januari-September 2017 peran total ekspor ke tiga negara tersebut mencapai 70,82 persen, ujarnya.
Pada sisi lain ekspor produk industri pengolahan juga mengalami penurunan sebesar 32,93 persen dan ekspor sektor pertambangan juga mengalami penurunan sebesar 24,55 persen.
Sementara nilai impor Sumbar pada September 2017 mencapai 39,11 juta dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 10,88 persen dibandingkan Agustus 2017 yang mencapai 43,89 juta dolar AS.
Golongan barang impor terbesar September 2017 adalah bahan bakar mineral sebesar 25,04 juta dolar AS, pupuk 3,88 juta dolar AS, golongan mesin-mesin peralatan mekanik sebesar 4,68 juta dolar AS, golongan ampas dan sisa industri makanan 3,38 juta dolar AS,dan golongan kertas karton sebesar 0,45 juta dolas AS.
Impor terbesar masih berasal dari Singapura senilai 25,15 juta dolar AS, Tiongkok 4,92 juta dolar AS, Malaysia 4,67 juta dolar AS, Argentina 3,38 juta dolar AS,dan Swedia 0,45 juta dolar AS.
Sebelumnya Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara pada temu wartawan daerah mengatakan saat ini ekspor dan impor Indonesia mengalami defisit dan jika rupiah terlalu kuat maka yang akan terjadi adalah biaya impor murah sehingga produksi dalam negeri turun.
"Akibatnya impor akan semakin besar mengalami defisit dan ekspor menjadi tidak kompetitif," katanya.
Pada 2013 ekspor dan impor Indonesia mengalami defisit sekitar 31 miliar dolar AS, 2014 17 miliar dolar AS dan pada 2016 sekitar 21 miliar dolar AS.
Namun, pada kurun waktu 2000 sampai 2010 ekspor dan impor Indonesia sempat mengalami surplus karena ketika itu harga komoditas sedang bagus.
Ekspor Indonesia didominasi oleh pertambangan dan perkebunan namun setelah 2010 harga komoditas tersebut turun. (*)
Berita Terkait
Sumbar akan perluas ekspor bumbu rendang ke berbagai negara
Jumat, 15 Maret 2024 18:48 Wib
Lemak dan minyak penyumbang nilai ekspor terbesar Sumbar Rp1,5 triliun
Jumat, 1 Maret 2024 15:05 Wib
Peningkatan ekspor ikan tuna-cakalang-tongkol
Selasa, 20 Februari 2024 14:38 Wib
Nilai ekspor batu bara mengalami penurunan
Selasa, 20 Februari 2024 13:28 Wib
Permintaan ekspor tikus putih
Jumat, 26 Januari 2024 16:53 Wib
BI: Rendang produk unggulan Sumbar diekspor ke mancanegara
Sabtu, 2 Desember 2023 17:53 Wib
Gubernur Sumatera Barat : Peluang ekspor produk IKM Sumbar ke Australia mulai terbuka
Rabu, 29 November 2023 16:32 Wib
Peluang ekspor produk IKM Sumbar ke Australia mulai terbuka
Selasa, 28 November 2023 16:35 Wib