Padang, (AntaraSumbar) - Putusan banding dari Pengadilan Tinggi Padang atas perkara dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sirih memperkuat putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Klas I A Padang pada Mei 2015.
"Putusan dari Pengadilan Tinggi telah keluar pada 9 Juli. Amar putusannya menguatkan putusan yang telah dijatuhkan oleh majelis hakim di tingkat negeri sebelumnya," kata Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi Padang Rimson Situmorang, di Padang, Kamis.
Sebelumnya, dalam kasus itu terdapat tiga nama terdakwa yaitu mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Padang Firdaus K, mantan Lurah Bungus Teluk Kabung Ejisrin, dan mantan Camat Bungus Teluk Kabung Syafrudin. Namun lurah dan camat dalam satu berkas.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang yang diketuai Hakim Jamaluddin, menghukum ketiga terdakwa dengan hukuman penjara selama 18 bulan, dan pidana denda sebesar Rp50 Juta, subsider tiga bulan kurungan.
Rimson Situmorang mengatakan, majelis hakim tinggi yang menyidang perkara itu di tingkat banding diketuai oleh Hakim Mansyurdin Chaniago, beranggotakan Reflinar Nurman, dan Firdaus.
Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara itu Suryati, mengatakan bahwa dirinya telah menerima relas putusan banding itu pada Kamis (30/7). Ia mengatakan untuk tindakan hukum selanjutnya adalah hak terdakwa.
"Relasnya telah saya terima tadi dan telah saya baca. Selanjutnya hak tersangka terhadap putusan banding itu, apakah akan mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung (MA) atau menerima," katanya.
Dalam perjalanan kasusnya, ketiga terdakwa dijerat dalam proyek pembebasan lahan dan jalan untuk pembangunan PLTU 2100 MW Teluk Sirih Padang tahun 2007.
Dimana dalam kasus tersebut, terdakwa Firdaus K, berlaku sebagai ketua Panitian Pengadaan Tanah, sedangkan kedua terdakwa lainnya dijerat karena tidak bekerja sesuai tupoksi masing-masing sebagai camat dan lurah.
Fakta persidangan di tingkat pengadilan negeri mengungkapkan, bahwa permasalahan pengadaan lahan seluas 40 Hektare untuk PLTU itu karena status tanah berada dalam kawasan hutan lindung.
Dimana seluas 20,5 hektare, dinyatakan sebagai lahan kaum yang kemudian dikeluarkan alas haknya oleh Wali Nagari Basri Dt Rajo Nan Sati (terpidana kasus yang sama, red), untuk meminta pembayaran ganti rugi.
Namun kenyataannya tanah tersebut berstatus sebagai kawasan hutan lindung milik negara, yang tidak seharusnya dilakukan ganti rugi.
Perbuatan ketiga terdakwa itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2,9 miliar.
Sedangkan di tingkat penuntutan sebelumnya, jaksa menuntut Firdaus K dengan hukuman penjara selama 6 tahun, denda Rp200 juta serta subsider 3 bulan penjara.
Sedangkan Ejisrin dan Syafrudin, dengan hukuman pidana selama lima tahun dan enam bulan penjara, denda Rp200 juta serta subsider 3 bulan penjara. (*)
Berita Terkait
Dirut PLN kunjungi PLTU Paiton, pastikan pasokan listrik aman jelang Idul Fitri
Sabtu, 6 April 2024 13:06 Wib
Di Jakarta, PLN olah 3,3 ton FABA dari PLTU lontar menjadi bahan konstruksi Gardu Distribusi
Sabtu, 23 Maret 2024 10:35 Wib
Dari Akselerasi EBT Hingga Pensiun Dini PLTU, PLN Berhasil Jaring 14 Kerja Sama Global dalam COP28
Jumat, 15 Desember 2023 10:51 Wib
Sumbar tutup PLTU Teluk Sirih dan PLTU Ombilin pada 2060
Jumat, 20 Oktober 2023 9:41 Wib
Ahli: Emisi PLTU jadi bahan baku semen tidak beterbangan
Rabu, 23 Agustus 2023 20:56 Wib
Lewat "Co-Firing", 40 PLTU PLN Grup mampu turunkan emisi hingga 429 ribu ton CO2
Sabtu, 22 Juli 2023 19:25 Wib
PLN terus dorong pemanfaatan FABA PLTU, bahan baku industri murah dan mampu reduksi emisi hingga 44 persen
Sabtu, 24 Juni 2023 10:46 Wib
Pemanfaatan FABA dari sisa pembakaran PLTU PLN menjadi bahan baku pembangunan bernilai ekonomis
Kamis, 15 Juni 2023 9:26 Wib