Jakarta (ANTARA) - Ahli emisi udara menyebutkan emisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara berupa fly ash sudah terkonsentrasi menjadi bahan baku semen, menyusul diterapkannya teknologi Electrostatic Precipitator/ESP pada PLTU .
Menurut pakar dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten Anton Irawan rata-rata PLTU sudah dipasang ESP dan hasil penyaringan fly ash dengan teknologi itu mencapai 99,5 persen, sehingga tidak beterbangan.
“Hasil penyaringan emisi itu (fly ash) juga berguna untuk bahan baku semen. Fly ash sudah menjadi nilai tambah, jadi memang sudah sangat ramah,” katanya, di Jakarta, Rabu.
Hasil penyaringan emisi tersebut, ujarnya lagi, bisa terlihat dari perbedaan asap yang dikeluarkan dari PLTU.
Dia menyatakan, saat ini pengelolaan pembangkitan listrik berbasis batu bara di Tanah Air sudah bagus, tinggal bagaimana pemantauan oleh pemerintah sehingga emisi udara ambien tetap di bawah baku mutu emisi sesuai PP No. 22/2021 pada Lampiran VII.
Saat ini, katanya pula, banyak PLTU yang memperoleh penghargaan patuh terhadap aturan yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan (KLHK), sehingga tidak tepat jika pembangkit listrik berbasis batu bara selalu dijadikan kambing hitam, karena semua sudah memenuhi standar yang ditetapkan dunia.
Bahkan, kata dia lagi, kajian yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa tidak ada emisi yang mengarah ke Jakarta untuk bulan Juli-Agustus, karena angin sedang mengarah ke Samudra Hindia.
Menurutnya, kajian terkait polusi udara mengabaikan sektor lain dalam pemodelannya seperti sektor transportasi dan industri, apalagi sudah banyak kajian yang menyatakan transportasi sebagai penyebab utama polusi udara,.
Anton menegaskan, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk sumber emisi yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta menurun.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar sebut emisi PLTU jadi bahan baku semen tidak beterbangan