Waspadai Politik Balas Jasa Kepala Daerah

id Waspadai Politik Balas Jasa Kepala Daerah

Agustus 2010 lalu termasuk bulan bersejarah bagi rakyat Sumatera Barat. Pasalnya pada bulan tersebut, sejumlah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) kabupaten/kota di Sumatera Barat dilantik oleh Gubernur Sumatera Barat atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Mendagri RI). Selain itu pada Bulan Agustus kemarin, Gubernur Sumatera Barat terpilih, Irwan Prayitno dan Muslim Kasim juga ikut dilantik oleh Mendagri RI atas nama Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono. Pelantikan sejumlah kepala daerah ini mendapat sambutan antusias dari berbagai elemen masyarakat. Namun dibalik sambutan dan kemeriahan ini, masyarakat seringkali melupakan proses menjelang terpilihnya kepala daerah tersebut. Ya, Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) merupakan wadah dan sarana yang harus dilalui untuk menentukan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam pikiran dan benak kita mungkin masih terpatri jelas betapa berat dan kerasnya perjuangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah meraih simpati masyarakat, agar memilih mereka menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Persaingan ini tidak hanya mengorbankan waktu dan tenaga, namun Pilkada juga mengorbankan dana cukup besar bagi sang calon. Salah seorang pengamat politik di Kabupaten Solok, Yoesri Djalius, yang juga Ketua Persatuan Muslimin Indonesia (Parmusi) Kabupaten Solok menyebutkan untuk menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah, seorang calon mesti memiliki tiga M, yakni machine (mesin), man (tim sukses) dan money (dana). Tiga M ini merupakan pra syarat penting yang ikut menentukan kesuksesan calon dalam meraih simpati masyarakat. "Unsur Tiga M ini adalah bentuk pengorbanan besar seorang calon dalam Pilkada," katanya. Yoesri Djalius menduga pengorbanan yang dilakukan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah bukan hanya sekedar pengorbanan tulus belaka. Makanya kuat dugaan kepala daerah dan wakil kepala daerah akan memikirkan bagaimana dia membayar lunas semua pengorbanan tersebut, termasuk pengorbanan uang begitu mereka dilantik menjadi kepala daerah dan kepala daerah. Selain itu unsur man (tim sukses), yang mendorong dan membantu habis-habisan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah saat Pilkada juga ditengarai mempunyai interest pribadi. "Tidak tertutup kemungkinan tim sukses ini akan berharap keuntungan begitu calonnya terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala. Keuntungan tersebut bisa saja dalam bentuk fasilitas dan kemudahan urusan dari kepala daerah dan wakil kepala daerah," tegasnya. Apalagi tambah Yoesri Djalius ada dugaan lain bila sejumlah tim sukses ini juga ikut berpartisipasi sebagai penyumbang dana kampanye calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Mereka tentu juga ingin uang yang mereka korbankan akan dibayar lagi dalam jumlah besar melalui fasilitas dan kemudahan yang diberikan kepala daerah dan wakil kepala daerah. "Biasanya langkah pengembalian uang dana kampanye calon dan dana kampanye yang disumbangkan tim sukses ini disebut dengan politik balas jasa kepala daerah dan wakil kepala daerah, dengan cara memberikan kemudahan proyek kepada anggota tim sukses menggunakan APBD daerah bersangkutan," terang Yoesri Djalius, yang juga merupakan Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Solok ini. Selaras dengan dugaan Ketua Parmusi Kabupaten Solok, mantan Wakil Bupati Banjar Negara, Hadi Supeno dalam sebuah statementnya di salah satu media harian nasional menyebutkan besarnya biaya Pilkada menyebabkan banyak calon berutang budi kepada tim sukses. Karena itu saat berkuasa, mereka punya beban untuk mengembalikan utang tersebut. "Karena harus membalas jasa, biasanya kepala daerah dan wakil kepala daerah berusaha bagaimana caranya agar APBD bisa digunakan untuk membiayai proyek yang bisa dikerjakan anggota tim suksesnya," tegas Hadi Supeno. Menurutnya politik balas jasa ini sangat rentan untuk menyeret kepala daerah dan wakil kepada daerah kedalam budaya korupsi. Sebab dengan politik balas jasa ini kepala daerah dan wakil kepala daerah akan melakukan segala cara agar tim suksesnya menang dan mendapatkan proyek pemerintah. Untuk meminimalisir dampak politik balas jasa kepala daerah dan wakil kepala daerah ini, Yoesri Djalius dan Hadi Supeno mendesak berbagai elemen masyarakat memberikan pengawasan ketat terhadap berbagai kebijakan kepala daerah dan wakil kepala daerah, termasuk kebijakan penentuan pemenang proyek yang bersumber dari dana APBD. "Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih harus diawasi secara ketat, terutama dalam pelaksanaan proyek-proyek, yang menggunakan anggaran daerah," kata Yoesri Djalius. Selain itu bentuk lain politik balas jasa kepala daerah dan wakil kepala daerah yang harus diawasi masyarakat adalah saat penyusunan komposisi personalia Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sebab telah menjadi rahasia umum bila sejumlah oknum pejabat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) ikut terlibat aktif dalam menyukseskan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Pejabat dan PNS ini berharap setelah calon yang didukungnya menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah, dia akan mendapatkan jabatan penting di pemerintahan. Bila kepala daerah dan wakil kepala daerah menyusun komposisi dan personalia SKPD untuk membalas jasa pejabat dan PNS yang menjadi tim suksesnya tentu ini akan membahayakan perjalanan pemerintahan. Sebab belum tentu pejabat dan PNS yang ditunjuk menjadi pimpinan SKPD tertentu mampu menjalankan tugas. Sebab dia dipilih bukan berdasarkan kemampuan dan kinerja, melainkan karena politik balas jasa. "Agar perjalanan pemerintahan berjalan baik dan sesuai dengan harapan masyarakat, semua elemen masyarakat diminta mengawasi berbagai kebijakan kepala daerah dan wakil kepala daerah," harap Yoesri Djalius. (*)