Ancaman Terhadap Djoko Susilo Peringatan Bagi Jenderal

id Ancaman Terhadap Djoko Susilo Peringatan Bagi Jenderal

Ancaman Terhadap Djoko Susilo Peringatan Bagi Jenderal

Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator surat izin mengemudi (SIM) dan dugaan tindak pidana pencucian uang Irjen Djoko Susilo mendengarkan pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jaka

Jakarta, (Antara) - "Karir yang saya bangun selama puluhan tahun, rasanya hilang begitu saja saat ini," demikian ucapan" curhat" alias curahan hati seorang Jenderal Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo saat membacakan pembelaannya.

Djoko Susilo membacakan pledoi dalam sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Selasa (27/8) .

Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri itu diajukan ke meja hijau karena tuduhan terlibat dalam kasus pengadaan simulator sehingga merugikan negara tidak kurang dari Rp196 miliar. Jabatan terakhirnya adalah Gubernur Akademi Kepolisian.

Djoko Susilo yang pernah disebut sebagai salah satu jenderal polisi yang bintangnya "cemerlang" itu akan menghadapi vonis sekitar dua minggu lagi. Jaksa telah mengajukan tuntutan hukuman penjara selama 18 tahun, denda Rp1 miliar serta tidak memiliki lagi hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik.

Pemeriksaan kasus ini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupi atau KPK. Namun sebelumnya, sempat terjadi perseteruan yang janggal ketika Mabes Polri dalam berbagai kesempatan secara berulang kali menyatakan "minatnya" untuk menangani sendiri kasus yang melibatkan jenderalnya sendiri.

Namun untung saja, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperlihatkan sikap tegasnya dengan memutuskan bahwa kasus dugaan korupsi simulator bagi motor dan kendaraan roda empat ini harus ditangani langsung oleh KPK.

Keputusan SBY pada akhir tahun 2012 itu dipuji oleh berbagai kalangan termasuk kelompok-kelompok yang kritis terhadap pemerintah seperti Indonesia Corruption Watch atau ICW.

Sekalipun mengakui bahwa kasus ini telah merugikan keluarga besarnya seperti dan anak-anaknya dan juga mengakibatkan harta "tersembunyinya" menjadi gunjingan masyarakat seperti beberapa rumah mewah, lahan, pompa bensin, deposito dan mobil mewah, jenderal polisi ini tetap mengakui bahwa dirinya hanya "lalai".

"Saya akui bahwa saya lalai dalam hal tersebut. Saya percaya kepada setiap unit kerja karena kerja mereka seharusnya sudah benar," kata Djoko .

Jika di satu pihak, sang jenderal berbintang dua ini mengakui telah lalai namun di lain pihak menyatakan semua anak buahnya seharusnya sudah bekerja secara benar, maka apa yang bisa disimpulkan masyarakat dari pledoinya tersebut?

Masyarakat bisa berkesimpulan bahwa sang irjen ini tidak mau sendirian diseret ke meja hijau dibawah kendali KPK, sehingga bawahan-bawahannya yang ikut menangani pengadaan simulator itu juga harus dibawa ke Pengadilan Tipikor KPK.

<b>Bersihkan Polisi</b>

Tidak lama lagi jajaran Polri akan memiliki kepala Polri yang baru dengan bakal berakhirnya masa jabatan Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo. Tentu masyarakat sangat menaruh harapan akan kapolri yang baru mampu melakukan "bersih-bersih" secara total. Kenapa harapan itu muncul?

Sekitar tahun 2012, muncul tuduhan bahwa sejumlah jenderal Polri memiliki "rekening gendut" yakni tabungan yang nilainya bisa mencapai miliaran rupiah di berbagai bank, baik milik pemerintah maupun swasta.

Dari segi logika, maka tak mungkin alias mustahil seorang jenderal bisa memiliki tabungan miliaran rupiah. Gaji atau pendapatan seorang perwira tinggi baik Polri maupun TNI paling-paling hanya belasan juta rupiah setiap bulannya dan itu sebagian besar seharusnya habis untuk membiayai kehidupan istri atau istri- istri dan anak-anaknya.

Kalaupun mereka mempunyai "tabungan" maka paling-paling jumlahnya sangat terbatas misalnya karena mereka memegang beberapa jabatan atau hasil dari uang saku perjalanan ke luar kota atau luar negeri. Kalau begitu dari mana mereka sampai mungkin mempunyai "rekening gendut"? Masyarakat tentu hanya bisa sampai duga menduga bahwa sang polisi itu terutama "oknum-oknum" jenderal sedang melakukan korupsi terhadap anggaran proyek -proyek yang menjadi tanggung jawabnya.

Karena itu, misalnya masyarakat berhak bertanya kepada Irjen Djoko Susilo apakah orang tuanya merupakan "konglomerat" atau Djoko Susilo memang ahli" berkorupsi" sehingga misalnya memiliki rumah-rumah mewah mulai di Jakarta hingga ke Yogyakarta atau Jawa Tengah.

Seorang prajurit Polri yang pangkatnya paling-paling cuma bintara di Polda Papua baru- baru ini ditangkap di Jakarta dengan tuduhan menyalahgunakan jabatannya. Namun di lain pihak, keluarganya membantah bahwa sang polisi itu telah menyalahgunakan jabatannya dengan mengatakan ada " usaha keluarga'. Kasus ini hingga sekarang "hilang" begitu saja.

Karena Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo akan segera meninggalkan singgasananya maka berhakkah masyakata menaruh harapan kepada sang pengganti Timur Pradopo ini?

Masyarakat tentu berharap agar kapolri baru tak memiliki harta karun yang tidak jelas asal-usulnya apalagi jika merupakan hasil korupsi. Sang kapolri baru ini tentu sudah mengenal baik semua atau sebagian besar yang menjadi staf- staf intinya bagi pribadi, integritas maupun " kantongnya". Dengan mengetahui pribadi dan kantong para jenderalnya itu, maka sang kapolri baru itu bisa memilih stf-stafnya yang berintegritas serta menyingkirkan orang-orang di sekitarnya yang diragukan integritas dan "kantongnya".

Pentingkah sang kapolri baru melakukan pembersihan total terhadap lingkungan terdekatnya di Mabes Polri atau istilah kerennya "ring satu"-nya? Dengan memiliki staf-staf inti yang bersih namanya maka kapolri itu akan bisa melaksanakan berbagai program kerjanya secara baik dan teratur.

Namun, kalau di lingkungan kapolri itu ada orang-orang bermasalah maka paling-paling masyarakat atau rakyat hanya bisa mencibir dengan menyatakan: " kapan bersihnya jajaran Polri".

Di jajaran sipil saja, ada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Lembaga Administrasi Negara hingga Tim Penilai Akhir atau TPA yang tugas utamanya antara lain adalah memberikan rekomendasi kepada sang presiden atau kepala negara tentang calon-calon pejabat eselon satu.

Kalau jajaran pemerintahan sipil memiliki berbagai lembaga, mak pertanyaan masyarakat adalah apakah Polri dan juga TNI memiliki instansi-instansi yang sama? Kalaupun sudah ada, maka apakah sudah bekerja secara maksimal".

Karena Polri dan juga TNI merupakan abdi rakyat dengan tugas dan wewenangnya yang bermacam-macam, maka tentu masyarakat berhak mendambakan jajaran aparat Polri yang bersih dan berwibawa, yang mampu melaksanakan tugasnya secara baik dan maksimal.

Kalau masyarakat masih terus melihat adanya pungli di jalan, stasiun, terminal hingga korupsi di tingkat Mabes Polri maka apalagi yang bisa diharapkan dari semua kapolri di masa mendatang?

Semua kapolri, wakapolri tentu berharap dan mendambakan rasa percaya dari seluruh lapisan masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugasnya. (*)