Industri Biodiesel Berbasis Nagari

id Industri Biodiesel Berbasis Nagari

Industri Biodiesel Berbasis Nagari

Rika Ampuh Hadiguna

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai konsekwensi pengurangan subsidi telah mendapatkan reaksi dari berbagai pihak. Harga BBM masih konsumsi publik sehingga kebijakan pemerintah terhadap kenaikan harga akan mendapatkan banyak tantangan dengan berbagai argumentasi rasional dan logis. Kenaikan harga BBM ini kembali menjadi momentum terhadap kesadaran dan komitmen pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan efektivitas penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN). Salah satu sumber BBN adalah minyak kelapa sawit yang dapat diproses menjadi biodiesel. Biodiesel adalah salah satu jenis bahan bakar hayati non fosil (biofuel) yang sedang digalakkan Pemerintah pemakaiannya melalui Perpres No. 5 Tahun 2006 dan Inpres No. 1 Tahun 2006. Bahan bakar ini secara bertahap akan mengurangi peran solar. Tak hanya Indonesia yang dipaksa berpikir untuk mengabil langkah strategis, berjangka panjang, berkesinambungan, di seputar masalah kebijakan energi. China yang mengonsumsi minyak 6,5 juta bph pada tahun 2004 dan diperkirakan memakai 10,5 juta bph pada tahun 2020, sedang melalukan revolusi energi. Juga AS, negeri-negeri Eropa, dan sejumlah negara Asia seperti Jepang, Thailand, dan India (www.pertamina.co.id). Sebagai pengingat, AS melalui Energy Act 2005 memutuskan untuk mengurangi pemakaian bensin sebesar 1,0 juta bph pada tahun 2015 (Kompas, 20/8/05). Bahkan diberitakan, atas perintah Presiden Bush, program-progam khusus di Departemen Energi AS dikonsentrasikan untuk mengganti lebih dari 75 persen impor minyak AS dari Timur Tengah pada tahun 2025 (Kompas, 5/5/06). Sementara China membangun energy security melalui investasi besar-besaran di proyek eksplorasi dan pengembangan di berbagai negara lain. Negeri tirai bambu ini membentuk balatentara untuk melaksanakan misi ini, yaitu membentuk tiga BUMN minyak skala besar pada tahun 1980-an. Ada The China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), The China National Petrchemical Corporation (Sinopec), dan The China National Petroleum Corporation (CNPC). Ketiga BUMN ini menjadi lokomotif Chinauntuk memenuhi keamanan pasokan energi minyaknya. Brazil adalah contoh lain betapa negeri itu berhasil mengembangkan bioethanol dengan memanfaatkan sari tebu. Dan ketika sejumlah negara menjerit dan berteriak karena masalah eneri, negeri Samba ini tersenyum dengan energi alternatifnya. Indonesia sebenarnya boleh dikatakan telah melakukan langkah cerdas. Strategi menghidupkan bahan bakar dari unsur hayati non fosil berarti memanfaatkan kelebihan alamnya yang kaya dengan unsur-unsur hayati. Tidak mustahil, dari pengembangan biodiesel berbahan dasar CPO saja membuka kemungkinan negara ini menjadi produsen CPO terbesar di dunia, menyalip Malaysia yang kali ini sebagai produsen CPO terbesar di dunia. BUMN bidang perkebunan, yaitu PTPN diperkirakan akan hidup subur karena CPO-nya selain diekspor bisa dijadikan bahan dasar biodiesel. Tak mustahil, Indonesia kelak akan mengekspor biodiesel ke negeri-negeri yang membutuhkan energi besar seperti China, AS, dan India.Arti penting pemanfaatan biodiesel antara lain menyangkut kebutuhan solar untuk transportasi yang terus meningkat. Tahun 2006 ini saja sudah mencapai 12,438 juta kiloliter. Sehingga dengan pengembangan biodiesel, maka impor solar akan sedikit demi sedikit bisa dikurangi. Ada penghematan devisa negara. Ketika laju konsumsi BBM sulit direm, maka mensubstitusi BBM dengan biofuel akan memperingan beban impor BBM. Di tengah melonjaknya harga crude sampai 74 dolar AS per barel (per akhir April 2006) dan terus meningkat sampai dengan saat ini, penghematan impor BBM akan sangat berarti bagi kondisi cash flow Pemerintah. Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang berupa ester metil/etil asam-asam lemak terbuat dari minyak lemak nabati dengan proses metanolisis/etanolisis atau dari asam lemak(bebas) dengan proses esterifikasi dengan metanol/etanol. Penelitian dan pengembangan biodiesel telah lama dilaksanakan oleh beberapa negara khususnya di Austria, Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat. Bahkan di Jerman penggunaanbiodiesel minyak sawit mengalami kemajuan yang sangat pesat dan sudah lama diterapkansebagai bahan bakar kendaraan umum seperti bus. Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui salah satu pusat studi-nya telah memproduksi biodiesel dari minyak goreng bekas yang digunakan oleh bus umum di Bogor. Penggunaan minyak goreng bekas sebagai bahan baku memproduksi biodiesel sangat menarik untuk diterapkan di Sumatera Barat pada umumnya. Konsumsi minyak goreng akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi. Minyak goreng yang sudah digunakan akan menjadi limbah dan membebani lingkungan apabila tidak diantisipasi. Disamping itu, pemahaman masyarakat terhadap dampak negatif dari penggunaan minyak goreng bekas masih sangat minim. Minyak goreng bekas(jelantah) bersifat karsinogenik jika dikonsumsi rutin untuk jangka waktu lama akan memiliki dampak tidak sehat. Meskipun minyak goreng bekas dapat diolah kembali melewati sistem filterisasi sehingga warnanya kembali jernih layaknya minyak goreng baru, tetapi kandungannya tetap tidak baik untuk tubuh karena menimbulkan asam lemak trans yang dapat merubah HDL kolesterol, LDL kolesterol dan keseluruhan kolesterol yang pada penyakit jantung. Pengetahuan yang terbatas para pelaku usaha kecil terhadap bahaya minyak goreng bekas mengakibatkan penggunaan dalam memproses pembuatan gorengan. Hal ini didorong pertimbangan ekonomi untuk menghasilkan gorengan dengan biaya yang murah. Potensi minyak goreng bekas sangat besar karena diperoleh dari rumah tangga, usaha kaki lima, restoran skala kecil, menengah dan besar dan hotel. Studi yang dilakukan Mariana dan Subandi (2010) di Kota Malang menunjukan bahwa sektor yang potensialsebagai sumber minyak goreng bekas adalah restoran ayam goreng), restoran nonayam goreng, industri keripik dan kerupuk dan dapur hotel. Dari sisi kapasitas, penghasil minyak goreng bekas adalah restoran waralaba produksi utama ayam goreng rata-rata 30 liter/hari/restoran, industri keripik rata-rata 5,5 liter/hari, dapur hotel danrestoran produk rata-rata 4 liter/hari,restoran tradisional nonayam rata-rata 3,5 liter/ hari. Hasil survei ini tentunya dapat mencerminkan potensi di Sumatera Barat. Hal ini menarik karena dapat mendorong pembangunan industri biodiesel. Rekomendasi dari Production Opportunities Workshop di Vancouver, 27 Januari 2006 terhadap keberhasilan dari pembangunan industri biodiesel adalah produksi biodiesel, moda transportasi, storage and blending, standar dan jaminan mutu bahan bakar, insentif finansial, isu-isu pajak dan legislasi, informasi dan pelatihan. Faktor-faktor sukses dari pembangunan biodiesel ini dapat diintegrasikan dengan kelembagaan Nagari sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pengelolaan sumberdaya energi. Pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan industri biodiesel berbahan baku minyak goreng bekas berbasis Nagari adalah konsumen minyak goreng, masyarakat Nagari, Pertamina, Pemerinta Daerah dan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Setiap pemangku kepentingan punya peran sesuai dengan tugas pokok dan kepentinganya. Masyarakat Nagari berperan dalam produksi biodiesel. Moda transportasi, storage and blending, standar dan jaminan mutu bahan bakar dikelola oleh Pertamina. Insentif finansial, isu-isu pajak dan legislasi menjadi kepentingan dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Informasi dan pelatihan yang relevan menjadi kepentingan Pemerintah Daerah, Pertamina dan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Model kelembagaan untuk produksi biodiesel berbasis Nagari perlu dikaji secara komprehensif. Strategi produksi dapat dilakukan dua cara, yaitu fixed posisition dan mobile plant. Keduanya telah tersedia teknologinya dan penerapannya sudah dilakukan di banyak negara. Fixed position adalah pengolahan biodiesel di lokasi tertentu sebagaimana layaknya pabrik, sedangkan mobile plant adalah peralatan pengolahan biodiesel yang bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya seperti trailer. Kedua strategi ini mempunyai kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Evaluasi ekonomis untuk memilih salah satu dari dua alterantif strategi produksi ini menjadi isu penting lainnya. Sudah saatnya, pengelolaan sumberdaya energi melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengertian rakyat bukan masyarakat korporasi. Pembangungan biodiesel berbahan baku minyak goreng bekas menjadi salah satu model pembangunan industri energi berbasis kerakyatan dengan melibatkan lembaga Nagari. Sumatera Barat dapat membangun sebuah model industri yang dapat menjadi contoh daerah lainnya. Hasil survei dari Pusat Studi Inovasi Universitas Andalas terhadap kajian risiko pembangunan industri biodiesel di Kota Padang menunjukan bahwa 64% responden ahli berpendapat biodiesel dari minyak goreng bekas akan ada yang membeli. Lalu, tunggu apa lagi? * * Rika Ampuh Hadiguna, Dosen Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas