Pengamat: Demokrasi Indonesia Bergeser Menjadi "Money-Krasi"

id Pengamat: Demokrasi Indonesia Bergeser Menjadi "Money-Krasi"

Jakarta, (Antara) - Penerapan demokrasi di Indonesia telah bergeser menjadi "money-krasi" atau segala sesuatu ditentukan oleh kuasa uang ketimbang suara orang kebanyakan, kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. "Setidaknya 'money-krasi' ini sudah berlangsung dalam dua pemilu terakhir. Kalau misalnya tidak dilakukan upaya luar biasa untuk mengerem itu dikhawatirkan makin jauh demokrasi kita dijajah oleh mereka yang kapitalis," kata Burhan selepas memaparkan hasil penelitian Indikator Politik Indonesia yang bertajuk "Sikap dan Perilaku Pemilih Terhadap Politik Uang" di Jakarta, Kamis. Menurut Burhan, praktik "money-krasi" sangat merugikan bangsa Indonesia karena akan mengantarkan calon-calon penguasa yang hanya bermodalkan sponsor besar dan pola relasi transaksional. "Itu merugikan kita, karena terus terang hanya akan memberi calon yang memiliki sponsor besar yang bisa terpilih dengan menggunakan pola-pola relasi bersifat transaksional, meskipun kinerjanya buruk," ujarnya. Burhan menawarkan setidaknya beberapa opsi untuk mengurangi potensi "money-krasi" misalkan lewat perbaikan kualitas partai politik (parpol) yang nantinya juga akan memengaruhi kedekatan pemilih dengan parpol atau "Party ID" secara signifikan. Kemudian ia juga menawarkan penyantuman desain spesifik untuk menghindarkan masyarakat dari politik uang seperti pengurangan jumlah kursi per daerah pemilihan. Di saat yang bersamaan, ia meyakini jumlah parpol juga harus dikurangi untuk menyediakan pertarungan ideologi ketimbang pertarungan logistik dalam kerangka menjadi parpol pemburu suara. "Semuanya harus berjalan secara simultan. Kalau tidak, demokrasi kita akan bergeser menjadi 'money-krasi'," ujarnya. Ia juga mengatakan adanya kemungkinan "money-krasi" berlangsung dan menjangkit secara masif. "Kemungkinan itu bisa berlangsung secara masif, mulai dari level atas hingga ke bawah," ujarnya. Tingkatan Politik Uang Dalam kesempatan yang sama Politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Bima Arya Sugiarto bercerita tentang fakta yang dihadapinya dalam proses memenangi Pemilihan Wali Kota Bogor sebagaimana sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor. Ia menyatakan setidaknya ada tiga lapisan praktik politik uang yang mewarnai perhelatan demokrasi dari tingkat nasional hingga daerah. "Tiga tingkatan politik uang tersebut berada di tingkat elite parpol, menengah dan akar rumput," katanya. Menurut Bima, di tingkatan elite setidaknya ada tiga modus politik uang yaitu mahar partai, uang mesin partai dan uang pengamanan suara. "Ada juga modus keempat kalau sampai nanti misalnya sengketa di Mahkamah Konstitusi," kata Bima, merujuk pada kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Ketua MK Akil Mochtar terkait sengketa hasil pilkada. Kemudian di tingkat menengah, kata Bima, adalah sejumlah tokoh masyarakat atau orang yang mengaku tokoh masyarakat dengan tingkah menjanjikan pengamanan suara di daerah tertentu. "Ini grosiran ibaratnya. Mungkin ada yang benar bisa mengamankan suara, tetapi kebanyakan hanya klaim, bohong," ujarnya. Dan yang ketiga adalah tingkat akar rumput atau langsung ke konstituen yang memang dicari suaranya. "Di akar rumput ini eceran. Modusnya sebagaimana banyak yang diketahui umum, misalnya bagi-bagi sembako dan dalam bentuk uang langsung juga ada," kata Bima. Meski menceritakan secara cukup detail dengan menyebutkan modus sembako itu bervariasi, Bima menyatakan semua itu ia dapati dari pengalaman menyaksikan, bukan melakukan. "Saya jamin tidak ada itu. Kemenangan kemarin tergantung dua hal, strategi dan stamina," kata dia. Bima Arya merupakan Wali Kota Bogor terpilih bersama pasangannya Usmar Hariman yang ditetapkan KPU Bogor pada 14 September lalu dengan keunggulan 0,44 persen atau 1.755 suara atas pasangan Achmat Ru'yat-Aim Halim Permana. Pasangan Bima Arya Usmar Hariman memperoleh 132.825 suara (33,14 persen), disusul pasangan Achmad Ru'yat-Aim Halim Halim Hermana dengan 131.080 suara (32,70 persen). (*/sun)