Solok (ANTARA) - Badan Perencanaan Pembangunan dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kota Solok menggelar kegiatan Asistensi Penyusunan Dokumen Manajemen Risiko Perencanaan RPJMD 2025-2029 pada 9 - 10 Desember 2025 di Ruang Rapat Akmal Room Bapperida.
Kegiatan ini bertujuan memperkuat kapasitas aparatur perencanaan Bapperida dalam menerapkan pendekatan risk-based planning, sehingga penyusunan dokumen RPJMD Kota Solok dapat lebih efektif dan adaptif terhadap berbagai tantangan.
Kegiatan ini merupakan implementasi dari amanat Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional dan Peraturan Wali Kota Solok Nomor 12 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Risiko Daerah, yang mewajibkan pemerintah daerah melakukan penguatan pengendalian internal melalui pengelolaan risiko.
Kepala Bapperida Kota Solok, Refendi, S.Pt, M.Si, membuka secara resmi kegiatan ini dan menekankan pentingnya manajemen risiko sebagai fondasi penyusunan program pembangunan.
“Hampir semua perusahaan besar memiliki direktur manajemen risiko. Pemerintah daerah pun perlu menerapkan prinsip yang sama. Banyak hal bisa muncul dan menghambat kinerja kita, termasuk tekanan fiskal. Karena itu, setiap risiko harus dipetakan sejak awal agar strategi antisipasinya siap diterapkan,” ujarnya.
Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya peristiwa yang mengancam pencapaian tujuan pemerintah daerah. Sumber risiko bisa berasal dari faktor internal maupun eksternal, seperti keterbatasan anggaran, perubahan kebijakan pusat, masalah kualitas data, hingga risiko lingkungan.
Dampaknya pun beragam, mulai dari kerugian negara, kegagalan program, hingga kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, setiap risiko perlu ditetapkan respons pengelolaannya, misalnya melalui perbaikan prosedur, penguatan regulasi, atau monitoring berkala.
Workshop menghadirkan dua narasumber dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Barat, yaitu Periko Putra dan Helma Fatiza, yang memiliki kompetensi tinggi dalam manajemen risiko di tingkat provinsi. Kedua narasumber menegaskan bahwa dokumen manajemen risiko bersifat adaptif, bukan statis, dan perlu diperbarui secara berkala sesuai kondisi terbaru.
Sepanjang dua hari pelaksanaan, peserta diajak berdiskusi intens dengan narasumber. Aparatur Bapperida diminta untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko dari tujuan strategis RPJMD, kemudian menyusun rencana tindak lanjut sebagai konsep mitigasi.
Walaupun idealnya seluruh misi RPJMD dibahas, keterbatasan waktu membuat pembahasan kali ini difokuskan pada tiga misi utama yang menjadi prioritas strategis Kota Solok. Misi pertama menekankan pentingnya memperkuat fondasi transformasi sosial, dengan tujuan membangun masyarakat yang sehat, cerdas, kreatif, tangguh, dan berdaya saing.
Selanjutnya, misi kedua difokuskan pada penguatan transformasi ekonomi, agar perekonomian kota semakin tangguh, maju, dan inklusif, mampu memberikan manfaat yang nyata bagi seluruh warga.
Sementara itu, misi ketujuh menyoroti pengelolaan lingkungan dan infrastruktur kota, dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan, sebagai upaya menciptakan Kota Solok yang nyaman, ramah, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Kegiatan asistensi ini difokuskan pada aparatur perencanaan Bapperida karena mereka bertanggung jawab langsung dalam penyusunan RPJMD. Sebagai kelanjutan, Bapperida akan melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan OPD terkait, untuk melakukan diseminasi, peningkatan pemahaman, dan penyepakatan terhadap konsep manajemen risiko yang telah disusun.
Asistensi ini juga menjadi langkah awal penyusunan Risk Register RPJMD 2025–2029, yang nantinya akan menjadi dasar pengembangan manajemen risiko di tingkat perangkat daerah.
Setelah RPJMD ditetapkan, proses ini akan dilanjutkan dengan penyusunan manajemen risiko untuk Renstra OPD 2025–2029, agar setiap OPD memiliki strategi antisipasi risiko yang jelas, terukur, dan berkontribusi langsung pada pencapaian tujuan pembangunan Kota Solok.
Dengan kegiatan ini, Bapperida berharap penyusunan RPJMD Kota Solok 2025–2029 dapat lebih terstruktur, adaptif, dan efektif, sekaligus menjadi acuan bagi seluruh perangkat daerah dalam mengelola risiko pembangunan secara profesional dan berkelanjutan.
