Padang (ANTARA) - Tradisi Manjalang Buya di Lubuak Landua, Pasaman Barat, menginpirasi koreografer Yuni Partiwi menampilkan tari Maniti Galok yang dipentaskan pada Ganggam Tari Kontemporer di Gedung Kebudayaan Sumatera Barat di Padang.
"Maniti Galok ini saya kaitkan ke dalam peristiwa yang dilalui oleh seorang Buya yang ada di Pasaman Barat, yakni tradisi Manjalan Buya yang sampai sekarang masih dilaksanakan. Saya menginterpretasikan kembali apa yang dilalui oleh seorang Buya dan saya hadirkan dalam tarian ini,"kata Yuni Partiwi saat sesi diskusi di Padang, Sabtu.
Dari tradisi tersebut, kata Yuni, ada satu langkah untuk melewati perjalanan sulit, dan kita harus terus berjalan, menapaki, titi dan jalani.
Manjalang Buya Lubuak Landua adalah tradisi tahunan masyarakat Pasaman Barat, yang diadakan setiap tahun pada hari keenam bulan Syawal (Hari Raya Anam).
Tradisi ini adalah kegiatan "bertamu" atau berkunjung ke Surau Lubuk Landua, sebuah tempat yang bersejarah dan pusat penyebaran Islam di wilayah tersebut, sebagai bentuk penghormatan kepada Syekh Lubuk Landur yang berperan penting dalam sejarah Islam di sana.
Penata tari senior Sumatera Barat, Deslenda menilai, secara konsep penampilan Maniti Galok tersampaikan kepada penonton, namun ada sisi kelemahannya, terutama pencahayaan dan ekspresi.
"Secara konsep sampai, tapi tidak didukung oleh ekspresi, dalam kehati-hatian itu kalau tidak didukung dengan ekpresi wajah kita, tidak maksimal," katanya.
Ia juga mengomentari tentang pencahayaan yang menutupi ekspresi wajah dari penari yang menjadikan sisi lemah dalam penampilan tersebut.
Pergelaran itu sebelumnya diawali dengan workshop tari untuk 25 orang koreografer muda Sumatera Barat yang dipilih melalui seleksi terbuka.
Dari proses itu terpilihnya 4 karya koreografer muda Sumatera Barat yang dikurasi dari peserta workshop tari tahun 2024 dan tahun 2025. (*)
