PN Padang gelar sidang eksepsi kasus Disdik Sumbar

id PN Padang

PN Padang gelar sidang eksepsi kasus Disdik Sumbar

PN Padang menggelar sidang pembacaan eksepsi dari terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat praktik SMK pada Dinas Pendidikan Sumbar, Senin (14/10). ANTARA/FathulAbdi

Padang (ANTARA) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Padang, Sumatra Barat (Sumbar) menggelar sidang pembacaan eksepsi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat praktik siswa SMK pada Dinas Pendidikan Sumbar, Senin (14/10).

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Akhmad Fazrinoor Sosilo dengan mendengarkan isi keberatan (ekspresi) dari para terdakwa terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Kami mohon agar majelis hakim membatalkan dakwaan JPU karena tidak lengkap, jelas, dan cermat," kata Putri Deyesi Rizki di Padang, Senin.

Deyesi yang akrab disapa Desi merupakan penasehat hukum dari terdakwa Doni Rahmat Samulo selaku mantan Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Pemprov Sumbar.

Dalam eksepsinya pihak terdakwa menyampaikan sejumlah keberatan yang didakwaan JPU kepada kliennya, baik itu dalam dakwaan primer maupun subsider.

Pertama adalah terkait pembatalan hasil lelang yang dilakukan oleh Doni Rahmat Samulo selaku Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Pemprov Sumbar.

Karena diketahui dalam proyek pengadaan alat praktik bagi SMK itu terjadi dua kali proses lelang, pertama dilakukan oleh Kepompok Kerja Lima dan kedua oleh Kelompok Kerja Tujuh.

Ia mengatakan terdakwa tidak menyetujui dan menolak calon pemenang lelang pertama dengan alasan karena kelengkapan spesifikasi teknis barang-barang.

"Spesifikasi teknis barang-barang yang diunggah (diupload) menjadi dokumen lelang oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) ada yang terpotong dan tidak lengkap disebabkan persoalan teknis," katanya.

Sehingga, lanjut Desi, penggantian itu mempunyai alasan yang jelas, bukan suatu bentuk persekongkolan terdakwa dengan para terdakwa lainnya untuk memenangkan proses leknag.

Ia juga mengatakan kliennya tidak terkait dengan penggelembungan harga yang diduga terjadi akibat penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam proyek.

Menurutnya Doni Rahmat Samulo selaku Kepala UKPBJ tidak memiliki kewenangan dalam menyusun HPS, karena yang berwenang adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pejabat Pelaksana Teknisi Kegiatan (PPTK) dari pihak dinas.

Pihak terdakwa memohon agar eksepsinya diterima oleh majelis hakim, menyatakan surat dakwaan batal demi hukum, dan membebaskan Doni Rahmat Samulo dari segala dakwaan.

Selain Doni Rahmat Samulo, para terdakwa lainnya juga turut menyampaikan eksepsi dalam sidang lewat pengacara masing-masing.

Terdakwa dalam perkara itu berjumlah tujuh orang dengan rincian dari pihak rekanan adalah terdakwa Syafrudin (Direktur CV Inovasi Global), Erika (Direktur CV Bunga Tridara), Suherwin (Wakil Direktur CV Bunga Tridara).

Kemudian Aparatur Sipil Negara pada Dinas Pendidikan Sumbar yaitu Raymon yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan SMK sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Rusli Ardion selaku Pejabat Pelaksana Teknisi Kegiatan (PPTK).

Lalu Syaiful Abrar (Guru SMK), dan Doni Rahmat Samulo selaku mantan Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) pemerintah provinsi Sumbar.

Jaksa Penuntut Umum pada Kejati Sumbar sebelumnya mendakwa mereka dengan dakwaan primer melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian subsider melanggar pasal 3 Undang-undang 31 tahun 1999 yang sama, Juncto (Jo) pasal 18, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Dalam dakwaannya Jaksa menjelaskan bahwa perkara itu berawal ketika Dinas Pendidikan Sumbar melaksanakan pengadaan peralatan praktik utama untuk siswa SMK di provinsi setempat pada 2021.

Anggaran bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan pagu anggaran sebesar Rp18,072 miliar.

Pengadaan terbagi dalam empat paket pengadaan yakni pengadaan untuk sektor industri, kedua sektor ketahanan pangan, ketiga kemaritiman, dan terakhir untuk sektor pariwisata.

Namun dalam pelaksanaannya, ternyata proses tender tidak dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam pekerjaan itu sebenarnya sudah ada pelaksanaan tender di awal yang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) V hingga ditentukan perusahaan pemenang.

Hanya saja hasil tender itu kemudian dibatalkan untuk diulang kembali, Pokja V malah diganti dengan Pokja VII yang ditunjuk untuk menangani proyek.

Diduga dalam proses tender itu telah terjadi "persekongkolan" atau manipulasi antara para terdakwa sehingga proyek akhirnya dimenangkan oleh perusahaan yang dipinjam oleh terdakwa Syaiful Abrar ke terdakwa lainnya.

Terdakwa Syaiful Abrar yang merupakan guru SMK meminjam perusahaan CV Inovasi Global, CV Bunga Tridara, PT Indotek Sentral Karya, dan CV Sikabaluan Jaya untuk mengikuti tender.

Akibatnya jaksa mendakwa perbuatan para terdakwa itu telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menimbulkan kerugian negara.

Dalam proses penyidikan sebelumnya, salah satu terdakwa yakni Syafruddin telah mengembalikan uang kepada Kejaksaan sebesar Rp60 juta sebagai barang bukti.

Jaksa mendakwa akibat perbuatan para terdakwa itu keuangan negara telah mengalami kerugian sebesar Rp5.522.079.927.