Bukittinggi (ANTARA) - Kemenkumham Sumatera Barat melalui Kantor Imigrasi Agam Kelas II Non TPI Agam menggelar Sosialisasi Anak Berkewarganegaraan Ganda (ABG) di Bukittinggi.
Kepala Kanwil Kemenkumham Sumbar, R Andhika Dwi Prasetya di Bukittinggi, Selasa, mengatakan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, Indonesia hanya mengenal kewarganegaraan tunggal, dan kewarganegaraan ganda terbatas.
"Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, masyarakat dimudahkan pengurusan dan biayanya, ini berlaku hingga Mei 2024," katanya.
Ia menyampaikan, Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki kewarganegaraan ganda terbatas adalah anak hasil perkawinan campuran antara WNI dan Warga Negara Asing (WNA).
Namun ketika anak tersebut telah berusia 18 tahun atau paling lambat 21 tahun harus memilih apakah akan menjadi WNI atau WNA.
“Memilih kewarganegaraan bagi anak hasil perkawinan campur harus dilakukan, ancamannya adalah dideportasi, ini menjadi dilema juga bagi kita semua karena harus mengusir mereka yang telah lama hidup bersama. Untuk itu sosialisasi ini mutlak harus disampaikan ke masyarakat sebelum mereka harus terusir," katanya.
Ia meminta sosialisasi yang massif baik dari pemerintah dan media ke masyarakat karena dapat memberikan informasi yang baik serta meningkatkan pemahaman bagi warga di Sumatera Barat mengenai perkawinan campur dan anak berkewarganegaraan ganda.
"Sudah ada kasus sebanyak sembilan warga yang bermasalah di wilayah kerja Kanim Agam saat ini, empat diantaranya sudah berproses. Jangan sampai ada penambahan, partisipasi aktif kita semua diperlukan untuk menyampaikannya," katanya.
Wakil Wali Kota Bukittinggi, Marfendi mengatakan sosialasisai ABG sangat dibutuhkan masyarakat di Sumatera Barat yang terkenal sebagai bangsa perantau.
"Karena kita suka merantau, mayoritas masalah akan timbul saat menikah dengan WNA kemudian pulang kampung dan membawa anak, tapi tidak diurus status kewarganegaraannya, ini menjadi masalah," kata Marfendi.
Menurutnya, Undang Undang Keimigrasian dan Kewarganegaraan belum begitu massif disuarakan ke tengah masyarakat, hingga perlu campur tangan media massa melalui pemberitaan berkelanjutan tentang sosialisasi tersebut.
"Semoga Kota Bukittinggi yang biasa menjadi rujukan program pemerintah di Sumatera Barat bisa menjadi referensi kepatuhan melaksanakan peraturan Keimigrasian ini, selanjutnya kami akan menindaklanjuti dengan Tokoh Adat dan Bundo Kanduang, tentu kita tidak ingin anak kemenakan terusir dari kampungnya sendiri hanya karena tidak mematuhi aturan kewarganegaraan," katanya.
Kegiatan itu dilaksanakan bersama Pemerintah Kota Bukittinggi melalui Dinas Disdukcapil, Kesbangpol, Kecamatan, dan umum yang dibuka langsung oleh Wakil Wali Kota bersama Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kakanwil) Sumbar.