Jakarta (ANTARA) - Koordinator Substansi Pengelolaan Konsumsi Gizi Direktorat Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Mahmud Fauzi menyebutkan sejumlah kerugian bila ibu tak mau menyusui bayinya, termasuk dari sisi ekonomi.
"Kalau banyak di Indonesia ibu yang tidak menyusui, akan mengalami kerugian secara ekonomi. Otomatis dia akan membeli makanan pendamping ASI dan ini mengeluarkan biaya," kata dia dalam konferensi pers daring Perayaan Pekan Menyusui Sedunia yang digelar AIMI, Rabu.
Masalah lainnya yakni kelangsungan hidup anak akan sangat berpengaruh. Merujuk studi dalam jurnal The Lancet pada tahun 2016, praktik menyusui bisa menyelamatkan sekitar 820.000 nyawa bayi setiap tahun sekaligus menurunkan angka kematian anak di bawah usia 3 bulan akibat infeksi.
"Karena rentannya seorang bayi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan, maka perlindungan menjadi penting dan kita harus mewaspadai perihal penggunaan pengganti ASI yang tidak layak sehingga bagaimana pemasaran produk harus betul-betul dijaga agar tidak memberikan informasi salah pada masyarakat," tutur Mahmud.
Oleh karena itu, dia mengatakan, edukasi mengenai pentingnya menyusui perlu terus dilakukan baik melalui konseling atau telekonseling seperti yang ditempuh AIMI.
Di sisi lain, pemerintah sudah berkomitmen melindungi ibu menyusui di Indonesia antara lain melalui UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Permenkes No.15 tahun 2012 tentang tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan atau memerah ASI dan Permenkes No.15 tahun 2014 tentang tata cara sanksi administratif bagi tenaga kesehatan, penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan serta produsen dan distributor susu formula bayi atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat keberhasilkan program pemberian ASI eksklusif.
Di masa pandemi COVID-19 saat ini, pemerintah tetap melanjutkan komitmennya yakni dengan memprioritaskan program dan layanan menyusui, mengakhiri promosi produk pengganti ASI, inisiatif Rumah Sakit Sayang Bayi dan mengimbau semua pemangku kepentingan untuk mempromosikan serta meningkatkan akses ke layanan yang mendukung ibu agar melanjutkan praktik menyusui.
Terkait situasi praktik menyusui di Indonesia saat ini, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 memperlihatkan baru separuh atau 52 persen bayi berusia di bawah 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Median lama pemberian ASI eksklusif hanya 3 bulan.
Mahmud menambahkan, keberhasilan ibu bisa menyusui memerlukan dukungan semua pihak sedari ibu hamil sampai menyusui dan perlunya pengoptimalan implementasi kebijakan serta evaluasi terkait menyusui.
Berita Terkait
Penguatan kepercayaan diri ibu menyusui eksklusif dalam situasi bencana alam
Jumat, 24 Mei 2024 17:52 Wib
Tim PKM Poltekkes beri penyuluhan kesiapsiagaan bencana ibu hamil
Kamis, 23 November 2023 14:02 Wib
Ibu menyusui dan ingin berpuasa? Ini saran dokter
Jumat, 1 April 2022 8:08 Wib
Kiat menyusui "bebas drama" di hari-hari awal si kecil
Jumat, 25 Maret 2022 14:58 Wib
PEMPROV SUMBAR TARGETKAN 70 PERSEN VAKSINASI COVID-19 UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI
Senin, 6 Desember 2021 16:38 Wib
Angka ASI eksklusif meningkat selama pandemi COVID-19
Rabu, 20 Januari 2021 13:51 Wib
Puasa saat menyusui, ini penjelasan dokter
Rabu, 29 April 2020 16:46 Wib
AIMI Sumbar beri pengetahuan seputar menyusui di Bukittinggi
Minggu, 10 November 2019 10:17 Wib