Padang, (ANTARA) - Sore itu pada pertengahan November 2007 mobil dinas BA 9 melaju kencang dari Padang menuju Kabupaten Tanah Datar tepatnya Nagari Kotobaru.
Di dalamnya duduk Wakil Ketua DPRD Sumbar Mahyeldi, sopir dan staf. Sesuai jadwal ia akan mengisi ceramah sehabis maghrib di salah satu masjid yang ada di daerah itu.
Kendati ketika itu telah berstatus sebagai pejabat di tingkat provinsi, Mahyeldi tak sungkan mengisi ceramah di berbagai masjid dan mushala.
Selagi ada waktu dan kesempatan maka ia akan memenuhi undangan dari masyarakat untuk berceramah, mengisi tabligh Akbar dan lainnya yang memang sudah menjadi kebiasaannya jauh sebelum menjadi anggota dewan.
Karena jadwal ceramah sehabis maghrib ia memutuskan untuk berangkat dari kantor pukul 17.00 WIB dengan asumsi lama perjalanan ke Koto Baru sekitar satu jam dan akan sampai sekitar pukul 18.00 WIB.
Namun di luar dugaan dalam perjalanan di daerah Kayu Tanam terjadi kemacetan panjang menyebabkan perjalanan ke tujuan menjadi lebih lambat.
Ia pun mengabarkan kepada pengurus masjid akan sedikit terlambat karena ada kemacetan.
Lepas dari kemacetan sang sopir pun kian mempercepat laju kendaraan. Apa daya sampai di lokasi waktu telah menunjukan pukul 19.00 WIB.
Para jamaah telah selesai shalat maghrib dan pengurus sudah mengabari bahwa penceramah sedikit terlambat.
Namun apa daya satu per satu jamaah pulang ke rumah dan setiba di masjid hanya tinggal pengurus saja yang menanti.
Ia pun menghampiri pengurus dan menyampaikan permohonan maaf, sebaliknya sang pengurus merasa lebih tak enak karena sudah mengundang dari Padang namun jamaah keburu pulang.
Tapi Mahyeldi tak mempersoalkan karena ia sudah berupaya namun terjadi sesuatu yang di luar dugaan.
Usai bersilaturahmi dengan pengurus ia memerintahkan sopir kembali ke Padang.
Mahyeldi memang dikenal sebagai seorang dai. Jam terbangnya berceramah tidak diragukan lagi.
Dengan gayanya yang penuh semangat serta pemahaman mendalam ia bisa berceramah hingga dua jam memukau jamaah.
Karena itu kendati telah menjadi pejabat publik undangan mengisi ceramah tetap ia penuhi.
Bahkan yang terjadi sebaliknya, jika dulu saat berceramah ada pengurus yang membekali amplop sebagai uang transpor, setelah jadi pejabat selain tidak bersedia menerima transport ia pun meninggalkan bantuan untuk pembangunan masjid dan mushala.
Selama Ramadhan hampir dipastikan jadwalnya penuh mengisi ceramah baik sebelum tarwih ataupun setelah subuh.
Mahyeldi belajar agama bersama para guru dan ustadz sejak kecil. Saat kelas 2 SMA ia telah menjadi khatib jumat di kampungnya.
Melanjutkan kuliah ke Fakultas Pertanian tidak membuat ia berhenti untuk terus mendalami ilmu agama.
Karenanya Mahyeldi lebih akrab disapa buya oleh masyarakat dan kader PKS kerap memanggilnya ustadz.
Di masa menjabat sebagai Wali Kota, Padang menjadi tuan rumah pertemuan Ulama sedunia pada 11-20 Juli 2017.
Acara tersebut dihadiri oleh dai dan ulama se-Asia Tenggara, Afrika dan Eropa pada 11 hingga 20 Juli 2017 bertujuan untuk mempersatukan umat Islam di seluruh dunia.
Karena tak heran Mahyeldi dekat dengan sejumlah ulama nasional mulai dari Ustadz Abdul Somad, Ustadz Adi Hidyat hingga ulama internasional.
Sebagai aktivis partai dakwah filosofi kami adalah dai sebelum menjadi segala sesuatunya tertanam erat di jiwanya.
Saat menjadi pejabat publik ia pun memilih berdakwah di parlemen hingga eksekutif. Nilai-nilai Islam yang rahmat bagi sekalian alam tertanam dan melekat pada beragam kebijakan.
Kini ia tak berubah, tetap menjadi dai kendati telah menjadi orang nomor satu di Padang. Tak heran jika bepergian ke luar kota tetap konsisten mengisi ceramah dan kajian.
Kita adalah da'i (penyeru kebaikan) sebelum menjadi apapun. (adv)
Penulis adalah juru bicara Mahyeldi-Audy Joinaldy
Baca juga: Mahyeldi Sosok Pemimpin Bertangan Dingin