Membuka akses baca bagi anak-anak pelosok Padang Pariaman
Parit Malintang, (ANTARA) - Pagi itu, satu demi satu anak usia Sekolah Dasar mulai memenuhi pos pemuda di Korong Tanjuang Mutuih, Nagari Koto Dalam Barat, Kecamatan Padang Sago, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Di dalam bangunan semi permanen itu telah berdiri seorang pemuda ditemani puluhan buku berbagai judul.
Suara pemuda itu menyapa menenangkan anak-anak yang berebutan mengambil buku yang disusun memanjang mengikuti tikar membentang di sepanjang bangunan. Sejenak kemudian mereka mendengarkan arahan pemuda yang sedang memberikan motivasi.
Di taman baca masyarakat Alam Takambang ini puluhan anak yang rata-rata masih Sekolah Dasar menghabiskan libur akhir pekannya. Hari yang biasanya digunakan untuk menonton film animasi di televisi dan bermain gawai digunakan untuk bercengkerama dengan buku-buku.
Hal tersebut karena bujukan seorang pemuda bernama Yahya Efendi. Anak-anak tersebut mau datang dan membaca di taman baca yang baru dibentuknya akhir tahun lalu.
Memang tidak ada yang istimewa dari Yahya. Namun, di sela kesibukan menjalankan usaha mebel dan Wali Korong, dia masih menyempatkan diri membuka dan mengurus taman baca yang bukunya merupakan sumbangan dari berbagai pihak, baik yang ada di daerah itu maupun di perantauan.
Yahya mengatakan dibentuknya taman baca tersebut berawal dari perkembangan teknologi yang saat ini tidak saja bersifat masif di kota-kota besar di Indonesia, namun juga merebak ke pelosok negeri. Sebut saja mulai dari menonton televisi, mengoperasikan komputer hingga gawai telah menjadi rutinitas manusia saat ini.
Memang tidak dapat dimungkiri, peralatan tersebut menawarkan ribuan aplikasi bahkan permainan yang dapat memanjakan penggunanya sehingga membaca dinomorduakan. Namun, melihat antusias anak-anak untuk datang membaca dan mendengarkan arahan, membuatnya bersemangat untuk terus melanjutkan perjuangannya itu.
"Rata-rata setiap Minggu anak-anak yang datang ke taman baca mencapai 20 orang," kata Yahya Efendi di Padang Sago.
Ia mengatakan pembentukan taman baca tersebut berawal dari minimnya minat baca generasi muda di daerah itu karena mulai terpengaruh oleh perkembangan teknologi, terlebih gawai, yang membuat anak-anak lebih banyak main perangkat itu.
Dirinya sudah mencoba mengajak anak-anak dari tingkatan pendidikan lainnya, namun belum berhasil. Hal tersebut diprediksi karena masih kurangnya koleksi buku yang dimilikinya serta faktor gengsi dari siswa SMP dan SMA, serta orang tua.
Ia berencana mengembangkan program taman baca, baik penambahan buku bacaan maupun kesenian, guna menambah daya tarik siswa SMP dan SMA, serta orang tua untuk membaca ke taman baca itu. Hal tersebut juga sebagai pengembangan literasi di pedesaan.
Untuk menambah kunjungan, ia bekerja sama dengan guru Taman Pendidikan Al Quran di daerah itu. Kerja sama itu guna mengarahkan anak didiknya ke taman baca tersebut. Bahkan, ia tidak segan-segan memberikan uang untuk anak yang mendapatkan prestasi di sekolah.
Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Padang Pariaman Hendri Satria mengatakan minat baca masyarakat di daerah itu cukup tinggi, namun kekurangan akses baca serta teman baca.
Hal tersebut, diketahui dari antusias masyarakat ketika pihaknya menjalankan program Pustaka Keliling ke sekolah-sekolah dan nagari-nagari saat mengikuti kegiatan masyarakat.
Saat mengunjungi nagari-nagari, mobil Pustaka Keliling tersebut diserbu oleh siswa SD, sedangkan orang dewasa ketika melihat anaknya membaca, secara perlahan mereka melihat-lihat buku yang dibawa oleh petugas mobil Pustaka Keliling itu.
"Satu persatu orang dewasa datang dan ikut membaca. Jadi awalnya saja orang tua anak malu-malu tapi lama kelamaan mereka ikut membaca," katanya.
Buku-buku yang dibawa oleh Pustaka Keliling tersebut berasal dari perpustakaan daerah yang terletak di Kota Pariaman dengan jumlah koleksi 12.500 buku. Pustaka daerah itu biasanya dikunjungi oleh mahasiswa asal Padang Pariaman yang menempuh pendidikan tinggi di Kota Pariaman.
Sayangnya armada dan tenaga terbatas untuk menjalankan program Pustaka Keliling karena hanya memiliki dua armada, sedangkan jumlah nagari di Padang Pariaman mencapai 103. Untuk mendekatkan akses baca ke masyarakat diperlukan pihak lainnya.
Oleh karena itu, ia mendukung pemuda yang membuka akses baca di pelosok daerah tersebut karena merupakan suatu perbuatan yang mulia dan perlu didukung oleh semua pihak.
"Kami yakin banyak pemuda di Padang Pariaman yang membuka taman baca seperti Yahya tapi tidak terpantau, namun kehadiran meraka sangat membantu kami," ujarnya.
Untuk itu, beberapa tahun lalu pihaknya mendorong pemerintahan nagari membentuk perpustakaan nagari agar masyarakat mudah mendapatkan buku bacaan.
Bila perlu, pengelola taman baca dan perpustakaan nagari juga membuat pelatihan kesenian atau semacamnya sebagai penarik agar warga mau datang ke perpustakaan.
"Ini juga sebagai langkah menerapkan literasi di Padang Pariaman," kata dia.
Hingga saat ini telah banyak pemerintahan nagari yang membangun perpustakaan untuk mendekatkan akses baca kepada masyarakat. Bahkan, untuk meningkatkan kualitas perpustakaan dan memacu semangat pemerintahan nagari, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Padang Pariaman menyelenggarakan lomba perpustakaan antarnagari se-kabupaten itu.
Setidaknya 12 perpustakaan nagari yang berasal 12 kecamatan dari 17 kecamatan di daerah itu mengikuti perlombaan tersebut. Adapun 12 perpustakaan nagari itu, yaitu Perpustakaan Nagari Ulakan dari Kecamatan Ulakan Tapakis, Kurai Taji dari Kecamatan Nan Sabaris, Sikucur Barat dari Kecamatan V Koto Kampung Dalam.
Selain itu, Lubuk Pandan dari Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Katapiang dari Kecamatan Batang Anai, Koto Tinggi dari Kecamatan Sungai Limau, Toboh Gadang dari Kecamatan Sintuk Toboh Gadang, Lareh Nan Panjang dari Kecamatan VII Koto, Malai V Suku dari Kecamatan Batang Gasan, Limau Puruik dari Kecamatan V Koto Timur, Parit Malintang dari Kecamatan Enam Lingkung, dan Sikabu dari Kecamatan Lubuk Alung.
Sebanyak lima kecamatan yang tidak mengirim utusan, yaitu Padang Sago, Patamuan, 2x11 Kayutanam, Sungai Geringging, dan IV Koto Aur Malintang.
Ia mendorong warga untuk datang ke taman baca dan perpustakaan nagari di daerah itu dengan membawa anaknya guna menambah pengetahuan serta mengajarkan gemar membaca kepada sang anak.
Meskipun pada umumnya, anak-anak itu awalnya hanya melihat gambar, lama kelamaan mereka penasaran dan membaca bacaan yang dipilihnya.
Dengan membawa anak ke perpustakaan maka sang anak juga memiliki teman membaca sehingga menambah semangat mereka untuk terus membaca. (*)
Di dalam bangunan semi permanen itu telah berdiri seorang pemuda ditemani puluhan buku berbagai judul.
Suara pemuda itu menyapa menenangkan anak-anak yang berebutan mengambil buku yang disusun memanjang mengikuti tikar membentang di sepanjang bangunan. Sejenak kemudian mereka mendengarkan arahan pemuda yang sedang memberikan motivasi.
Di taman baca masyarakat Alam Takambang ini puluhan anak yang rata-rata masih Sekolah Dasar menghabiskan libur akhir pekannya. Hari yang biasanya digunakan untuk menonton film animasi di televisi dan bermain gawai digunakan untuk bercengkerama dengan buku-buku.
Hal tersebut karena bujukan seorang pemuda bernama Yahya Efendi. Anak-anak tersebut mau datang dan membaca di taman baca yang baru dibentuknya akhir tahun lalu.
Memang tidak ada yang istimewa dari Yahya. Namun, di sela kesibukan menjalankan usaha mebel dan Wali Korong, dia masih menyempatkan diri membuka dan mengurus taman baca yang bukunya merupakan sumbangan dari berbagai pihak, baik yang ada di daerah itu maupun di perantauan.
Yahya mengatakan dibentuknya taman baca tersebut berawal dari perkembangan teknologi yang saat ini tidak saja bersifat masif di kota-kota besar di Indonesia, namun juga merebak ke pelosok negeri. Sebut saja mulai dari menonton televisi, mengoperasikan komputer hingga gawai telah menjadi rutinitas manusia saat ini.
Memang tidak dapat dimungkiri, peralatan tersebut menawarkan ribuan aplikasi bahkan permainan yang dapat memanjakan penggunanya sehingga membaca dinomorduakan. Namun, melihat antusias anak-anak untuk datang membaca dan mendengarkan arahan, membuatnya bersemangat untuk terus melanjutkan perjuangannya itu.
"Rata-rata setiap Minggu anak-anak yang datang ke taman baca mencapai 20 orang," kata Yahya Efendi di Padang Sago.
Ia mengatakan pembentukan taman baca tersebut berawal dari minimnya minat baca generasi muda di daerah itu karena mulai terpengaruh oleh perkembangan teknologi, terlebih gawai, yang membuat anak-anak lebih banyak main perangkat itu.
Dirinya sudah mencoba mengajak anak-anak dari tingkatan pendidikan lainnya, namun belum berhasil. Hal tersebut diprediksi karena masih kurangnya koleksi buku yang dimilikinya serta faktor gengsi dari siswa SMP dan SMA, serta orang tua.
Ia berencana mengembangkan program taman baca, baik penambahan buku bacaan maupun kesenian, guna menambah daya tarik siswa SMP dan SMA, serta orang tua untuk membaca ke taman baca itu. Hal tersebut juga sebagai pengembangan literasi di pedesaan.
Untuk menambah kunjungan, ia bekerja sama dengan guru Taman Pendidikan Al Quran di daerah itu. Kerja sama itu guna mengarahkan anak didiknya ke taman baca tersebut. Bahkan, ia tidak segan-segan memberikan uang untuk anak yang mendapatkan prestasi di sekolah.
Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Padang Pariaman Hendri Satria mengatakan minat baca masyarakat di daerah itu cukup tinggi, namun kekurangan akses baca serta teman baca.
Hal tersebut, diketahui dari antusias masyarakat ketika pihaknya menjalankan program Pustaka Keliling ke sekolah-sekolah dan nagari-nagari saat mengikuti kegiatan masyarakat.
Saat mengunjungi nagari-nagari, mobil Pustaka Keliling tersebut diserbu oleh siswa SD, sedangkan orang dewasa ketika melihat anaknya membaca, secara perlahan mereka melihat-lihat buku yang dibawa oleh petugas mobil Pustaka Keliling itu.
"Satu persatu orang dewasa datang dan ikut membaca. Jadi awalnya saja orang tua anak malu-malu tapi lama kelamaan mereka ikut membaca," katanya.
Buku-buku yang dibawa oleh Pustaka Keliling tersebut berasal dari perpustakaan daerah yang terletak di Kota Pariaman dengan jumlah koleksi 12.500 buku. Pustaka daerah itu biasanya dikunjungi oleh mahasiswa asal Padang Pariaman yang menempuh pendidikan tinggi di Kota Pariaman.
Sayangnya armada dan tenaga terbatas untuk menjalankan program Pustaka Keliling karena hanya memiliki dua armada, sedangkan jumlah nagari di Padang Pariaman mencapai 103. Untuk mendekatkan akses baca ke masyarakat diperlukan pihak lainnya.
Oleh karena itu, ia mendukung pemuda yang membuka akses baca di pelosok daerah tersebut karena merupakan suatu perbuatan yang mulia dan perlu didukung oleh semua pihak.
"Kami yakin banyak pemuda di Padang Pariaman yang membuka taman baca seperti Yahya tapi tidak terpantau, namun kehadiran meraka sangat membantu kami," ujarnya.
Untuk itu, beberapa tahun lalu pihaknya mendorong pemerintahan nagari membentuk perpustakaan nagari agar masyarakat mudah mendapatkan buku bacaan.
Bila perlu, pengelola taman baca dan perpustakaan nagari juga membuat pelatihan kesenian atau semacamnya sebagai penarik agar warga mau datang ke perpustakaan.
"Ini juga sebagai langkah menerapkan literasi di Padang Pariaman," kata dia.
Hingga saat ini telah banyak pemerintahan nagari yang membangun perpustakaan untuk mendekatkan akses baca kepada masyarakat. Bahkan, untuk meningkatkan kualitas perpustakaan dan memacu semangat pemerintahan nagari, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Padang Pariaman menyelenggarakan lomba perpustakaan antarnagari se-kabupaten itu.
Setidaknya 12 perpustakaan nagari yang berasal 12 kecamatan dari 17 kecamatan di daerah itu mengikuti perlombaan tersebut. Adapun 12 perpustakaan nagari itu, yaitu Perpustakaan Nagari Ulakan dari Kecamatan Ulakan Tapakis, Kurai Taji dari Kecamatan Nan Sabaris, Sikucur Barat dari Kecamatan V Koto Kampung Dalam.
Selain itu, Lubuk Pandan dari Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Katapiang dari Kecamatan Batang Anai, Koto Tinggi dari Kecamatan Sungai Limau, Toboh Gadang dari Kecamatan Sintuk Toboh Gadang, Lareh Nan Panjang dari Kecamatan VII Koto, Malai V Suku dari Kecamatan Batang Gasan, Limau Puruik dari Kecamatan V Koto Timur, Parit Malintang dari Kecamatan Enam Lingkung, dan Sikabu dari Kecamatan Lubuk Alung.
Sebanyak lima kecamatan yang tidak mengirim utusan, yaitu Padang Sago, Patamuan, 2x11 Kayutanam, Sungai Geringging, dan IV Koto Aur Malintang.
Ia mendorong warga untuk datang ke taman baca dan perpustakaan nagari di daerah itu dengan membawa anaknya guna menambah pengetahuan serta mengajarkan gemar membaca kepada sang anak.
Meskipun pada umumnya, anak-anak itu awalnya hanya melihat gambar, lama kelamaan mereka penasaran dan membaca bacaan yang dipilihnya.
Dengan membawa anak ke perpustakaan maka sang anak juga memiliki teman membaca sehingga menambah semangat mereka untuk terus membaca. (*)