Nurani Perempuan desak penghapusan UU kekerasan seksual
Padang (Antaranews Sumbar) - Komunitas Nurani Perempuan mendesak penghapusan rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dengan melakukan aksi jalan kaki menggunakan pakaian adat Minangkabau pada Sabtu sore.
Aksi yang diikuti kaum perempuan tersebut dimulai dari kawasan Jembatan Siti Nurbaya Jalan Nipah menuju Tugu Gempa yang berada di Jalan Gereja di Padang, Sabtu.
Sepanjang perjalanan peserta aksi membawa berbagai spanduk berisikan tuntutan mereka seperti “Parade perempuan komunitas mendorong pengesahan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual, Stop kekerasan anak, Pernikahan anak rentan konflik dan lainnya.
Mereka juga melakukan orasi di sepanjang aksi dan mengajak warga untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan memberikan edukasi terhadap organ tubuh anak sebagai upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual.
Selain melakukan aksi jalan kaki, mereka juga melakukan orasi pembacaan puisi dan diskusi di Monumen Tugu Gempa. Setelah itu aksi juga dilakukan pada Minggu (9/12) di Balaikota Padang.
Penanggungjawab aksi Agusnimar di Padang, Sabtu mengatakan aksi ini dilakukan untuk mendorong rancangan ini segera disahkan oleh pemerintah karena menjadi kebutuhan dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan seksual.
Menurut dia saat ini rancangan undang-undang telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) dan tinggal melakukan pengesahan.
“Kami terus mendorong agar rancangan ini segera disahkan menjadi undang-undang. Apalagi tahun besok ada pemilu presiden dan kami tidak ingin mengulang kembali dari awal,” kata dia.
Belum adanya undang-undang ini membuat pihaknya kesulitan dalam melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual padahal angka kekerasan terhadap perempuan di Kota Padang cukup tinggi.
Pada 2018 pihaknya telah mendampingi 44 perempuan korban kekerasan yang terdiri dari 19 korban kasus kekerasan seksual dan 27 korban kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Ia menjelaskan dalam melakukan pendampingan ada beberapa kendala yang harus dihadapi seperti korban tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan sosial. Setelah itu masih adanya oknum aparat hukum yang tidak berpihak pada korban dan belum tersedianya anggaran untuk pemilihan korban.
“Kami mendesak agar undang-undang ini segera disahkan sehingga dapaty memberikan perlindungan dan memastikan pemulihan korban,”kata dia.
Selain itu dalam undang-undang tersebut diberikan penjelasan secara detail yang dimaksud dengan tindak kekerasan terhadap perempuan seperti pemaksaan memasang alat kontrasepsi, kekerasan seksual dalam rumah tangga, pemaksaan aborsi dan lainnya.
“Kami berharap pemerintah segera mengesahkan undang-undang sehingga persoalan yang selama ini terjadi dapat diminimalkan,” kata dia.
Aksi yang diikuti kaum perempuan tersebut dimulai dari kawasan Jembatan Siti Nurbaya Jalan Nipah menuju Tugu Gempa yang berada di Jalan Gereja di Padang, Sabtu.
Sepanjang perjalanan peserta aksi membawa berbagai spanduk berisikan tuntutan mereka seperti “Parade perempuan komunitas mendorong pengesahan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual, Stop kekerasan anak, Pernikahan anak rentan konflik dan lainnya.
Mereka juga melakukan orasi di sepanjang aksi dan mengajak warga untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan memberikan edukasi terhadap organ tubuh anak sebagai upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual.
Selain melakukan aksi jalan kaki, mereka juga melakukan orasi pembacaan puisi dan diskusi di Monumen Tugu Gempa. Setelah itu aksi juga dilakukan pada Minggu (9/12) di Balaikota Padang.
Penanggungjawab aksi Agusnimar di Padang, Sabtu mengatakan aksi ini dilakukan untuk mendorong rancangan ini segera disahkan oleh pemerintah karena menjadi kebutuhan dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan seksual.
Menurut dia saat ini rancangan undang-undang telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) dan tinggal melakukan pengesahan.
“Kami terus mendorong agar rancangan ini segera disahkan menjadi undang-undang. Apalagi tahun besok ada pemilu presiden dan kami tidak ingin mengulang kembali dari awal,” kata dia.
Belum adanya undang-undang ini membuat pihaknya kesulitan dalam melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual padahal angka kekerasan terhadap perempuan di Kota Padang cukup tinggi.
Pada 2018 pihaknya telah mendampingi 44 perempuan korban kekerasan yang terdiri dari 19 korban kasus kekerasan seksual dan 27 korban kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Ia menjelaskan dalam melakukan pendampingan ada beberapa kendala yang harus dihadapi seperti korban tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan sosial. Setelah itu masih adanya oknum aparat hukum yang tidak berpihak pada korban dan belum tersedianya anggaran untuk pemilihan korban.
“Kami mendesak agar undang-undang ini segera disahkan sehingga dapaty memberikan perlindungan dan memastikan pemulihan korban,”kata dia.
Selain itu dalam undang-undang tersebut diberikan penjelasan secara detail yang dimaksud dengan tindak kekerasan terhadap perempuan seperti pemaksaan memasang alat kontrasepsi, kekerasan seksual dalam rumah tangga, pemaksaan aborsi dan lainnya.
“Kami berharap pemerintah segera mengesahkan undang-undang sehingga persoalan yang selama ini terjadi dapat diminimalkan,” kata dia.