Elemen masyarakat Batu Bajanjang Solok study komparativ soal panas bumi

id Panas bumi,Solok

Elemen masyarakat Batu Bajanjang Solok study komparativ soal panas bumi

Masyarakat Nagari Batu Bajanjang Kabupaten Solok bersama Ketua KAN, Niniak Mamak, Bundo Kanduang dan tokoh-tokoh pemuda berkunjung ke Geothermal Wayang Windu desa Margamukti Pengalengan Jawa Barat. (Ist)

Padang (Antaranews Sumbar) -Sebanyak 28 warga dari berbagai unsur lembaga di Nagari Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok berangkat study komparative, menuju Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan dan Desa Lembang, Kecamatan Lembang, Provinsi Jawa Barat, terkait investasi gas bumi.

Keberangkatan unsur lembaga masyarakat di Nagari Batu Bajanjang pada 24 November 2018 ini, ingin melihat langsung kondisi Desa Margamukti dan Desa Lembang yang juga masuk wilayah produksi panas bumi (gheotermal) di Provinsi Jawa Barat.

"Desa Margamukti dan Lembang berada di dekat pegunungan, dengan mata pencaharian masyarakatnya bertani. Di sana juga ada kegiatan panas bumi yang sudah berproduksi. Kita ingin melihat langsung kondisi desa geografisnya sama dengan Nagari Batu Bajanjang," ungkap Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Batu Bajanjang, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Bujang M Nur, Sabtu.

Rombongan yang berangkat terdiri dari unsur pemerintahan Camat Lembang Jaya, Ketua KAN dan perangkatnya, pemerintahan nagari dan perangkatnya, tokoh pemuda dan bundo kanduang.

Bujang mengatakan, keberangkatan ini murni inisiatif dari warga. Tujuannya, ingin meluruskan informasi yang berkembang di tengah masyarakat saat ini. Baik itu melalui media sosial, cetak dan elektronik. Apapun informasi yang diperoleh dari kunjungan ini, nantinya akan disampaikan kepada warga.

Bujang tidak memungkiri, adanya informasi yang beredar di tengah masyarakat, bahwa di Nagari Batu Bajanjang saat ini sangat mencekam. Bujang mengaku heran dengan beredarnya informasi-informasi miring, yang mengatakan seolah-olah di Nagari batu Bajanjang dalam kondisi gawat darurat.
Masyarakat Nagari Batu Bajanjang Kabupaten Solok bersama Ketua KAN, Niniak Mamak, Bundo Kanduang dan tokoh-tokoh pemuda berkunjung ke Geothermal Wayang Windu desa Margamukti Pengalengan Jawa Barat. (Ist)
Sebagai Ketua KAN, Bujang menegaskan dirinya setiap hari menjalani hidup bersama warga di Nagari Batu Bajanjang. Menurutnya, kondisi warga di sana normal-normal saja menjalankan aktivitasnya bertani. "Masyarakat tidak pernah merasa ketakutan," tegasnya.

Menurut dia, ada 6.000 warga yang berdomisili di Nagari batu Bajanjang. Sementara yang menentang hadirnya investasi panas bumi di nagari itu hanya puluhan orang.

"Yang terjadi saat ini, justru nagari kami diduduki warga yang dimobilisasi dari luar nagari. Mereka mengintimidasi kami untuk mengajak demo. Kalau tidak kami dibilang orang PT Hitay Daya Energy (HDE). Sebagai Ketua KAN saya merasa tertekan dengan kehadiran warga di luar nagari ini," tegas Bujang.

Bujang menegaskan, hadirnya investasi panas bumi di Kabupaten Solok ini, merupakan program strategis nasional kerja sama pemerintah dengan investor.

Warga Batu Bajanjang tidak pernah meminta keberadaan mereka. Tapi investasi ini merupakan kepentingan negara.

"UUD jelas menegaskan, negara yang mengelola untuk kepentingan masyarakat banyak. Kok, kami di bilang mendukung perusahaan PT Hitay Daya Energy ini. Kami selalu ditekan oleh warga yang datang dari luar ini, kami seolah-olah pendukung Hitay," ungkapnya.

Melihat kondisi sekarang ini, Bujang meminta kepada pemerintah daerah, baik itu Pemkab Solok dan Pemprov Sumbar, agar perlihatkan keseriusannya.

"Pemerintah seriuslah urus investasi kepentingan nasional ini. Jangan kami di nagari dibentrokan antar keluarga, antar warga, antara kami dengan anak dan cucu kami. Sementara dari pihak pemerintah tidak serius. Ini program negara dan pemerintah untuk mengelola kerjasama ini. Kok, seolah kami kerjasama antar kami warga dengan PT Hitay Daya Energy," ungkapnya dengan nada kecewa.

Pihaknya sudah beberapa kali menyampaikan keluh kesah ini dalam forum rapat dengan pemerintah daerah. Baik itu di DPRD Kabupaten Solok maupun Kesbangpol Kabupaten Solok. "Kalau memang negara yang punya kepentingan, laksanakanlah sesuai UU," tegasnya.

Masyarakat Nagari Batu Bajanjang Kabupaten Solok bersama Ketua KAN, Niniak Mamak, Bundo Kanduang dan tokoh-tokoh pemuda berkunjung ke Geothermal Wayang Windu desa Margamukti Pengalengan Jawa Barat. (Ist)


Bujang mengungkapkan, bahwa pakar dan ahli geothermal dari UI, ITB, UGM sudah turun ke lapangan. Hasil kajiannya sudah ada. Tapi kenyataannya, mereka yang datang dari luar Nagari batu Bajanjang ini tuntutannya selalu berbeda-beda.

Terkait dampak lingkunganlah, permasalahan ulayat nagari dan tanah ulayat yang dirampaslah. "Padahal, waktu pertemuan dengan KOMNAS HAM sudah saya sampaikan. Jika memang ada tanah ulayat yang dirampas tolong tunjukan mana yang dirampas itu. Siapa yang dirampas. Ini kan negara hukum. Katanya rakyat yg ditindaslah. Yang mana yang ditindas tidak jelas. Tuntutannya tidak jelas. Pemerintah harus serius menyelesaikan masalah ini," tegasnya.

Bujang juga mengaku heran, eksplorasi panas bumi saja belum ada, tapi kenapa dampak negatif yang belum jelas dibuat seperti ini. "Melalui media ini, Jika ada yang berkepentingan soal ini tolong jangan ditunggangi masyarakat," tegasnya.
Masyarakat Nagari Batu Bajanjang Kabupaten Solok bersama Ketua KAN, Niniak Mamak, Bundo Kanduang dan tokoh-tokoh pemuda berkunjung ke Geothermal Wayang Windu desa Margamukti Pengalengan Jawa Barat. (Ist)
Camat Lembang Jaya, Riki Karnova mengatakan, studi komparative ke Desa Margamukti, dan Desa Lembang dilakukan, karena situasi di Batu Bajanjang dihadapkan pada program nasional pengembangan panas bumi. Kunjungan ke daerah tersebut, karena kondisinya sama dengan di Batu Bajanjang.

"Terlepas dari pro kontra yang terjadi, kita ingin lihat gambaran yang jelas, tentang kondisi di sana. Kita ingin memberikan pembelajaran kepada masyarakat secara langsung tentang panas bumi ini, dengan melakukan kunjungan ke lokasi daerah yang sudah terlaksana produksi panas buminya," terangnya.

Kunjungan ini sebagai dukungan pemerintah melalui penggunaan komparative dana desa yang bisa mengakomodir kegiatan memfasilitasi program nasional.

"Ada lembaga bamus nagari, nagari dan perangkatnya, tokoh pemuda, bundo kanduang, cadiak pandai yang berangkat melihat langsung pemanfaatan panas bumi di sana," ungkapnya.

Kunjungan ini juga ingin melihat langsung reaksi serta pandangan masyarakat terkait dampak dari produksi panas bumi, dengan langsung melaksanakan pertemuan dengan kepala desa dan tokoh masyrakat di sana. Sehingga, jadi acuan dan referensi untuk dibawa pulang informasinya nanti dan menyampaikan kepada masyarakat yang ragu-ragu, apatis dan menolak. "Unsur lembaga yang berangkat ini akan menyosialisasikan hasil kunjungannya nanti ke tengah masyarakat," ungkapnya.*