Peneliti: pemutihan terumbu karang masih berpotensi terjadi karena pemanasan global

id Suparno

Peneliti: pemutihan terumbu karang masih berpotensi terjadi karena pemanasan global

Peneliti terumbu karang dari Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Sumatera Barat, Dr Suparno. (Antara Sumbar/Novia Harlina)

Kondisi terkini terumbu karang yang dilakukan penelitian oleh Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru di Pulau Pieh Padang Pariaman saat pemutihan terjadi pada 2016 adalah tutupan karang hidup hanya 28,38 persen
Padang, (Antara) - Peneliti terumbu karang dari Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Sumatera Barat, Dr Suparno menilai pemutihan terumbu karang masih berpotensi terjadi karena banyaknya aktivitas manusia yang memicu pemanasan global.

"Pada 50 tahun mendatang diperkirakan masih terjadi, apalagi saat ini industri juga sedang berkembang di berbagai negara," katanya di Padang, Kamis.

Pemutihan karang, jelasnya diakibatkan mikroalga yang ada pada karang mengalami stres akibat naiknya suhu air laut yang mengakibatkan rumah bagi biota laut itu memucat dan lama-lama mati.

Ia mengemukakan suhu normal air laut yakni 28 sampai 29 derajat celsius, sedangkan suhu yang berpotensi menyebabkan pemutihan terumbu karang adalah di atas 31 derajat celsisus.

Pemutihan karang yang terjadi terus berulang-ulang, seperti 1983, 1997-1998 pemutihan terumbu karang di Sumbar mencapai 90 persen. Kemudian juga pada 2000 terjadi kembali kenaikan suhu air laut, sebutnya.

"Selanjutnya 2010 kembali terjadi dan yang terakhir terumbu karang Sumatera Barat mengalami pemutihan karena suhu air laut naik mencapai 33-34 derajat yang terjadi di seluruh kawasan Samudra Hindia pada April hingga Juni 2016.

Solusi yang bisa dilakukan, kata dia masyarakat dan pemerintah harus saling menjaga lingkungan, mencegah penggundulan hutan, dan membatasi tumbuhnya industri-industri yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global.

Kemudian, ia menyampaikan kondisi terkini terumbu karang yang dilakukan penelitian oleh Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional Pekanbaru di Pulau Pieh Padang Pariaman saat pemutihan terjadi pada 2016 adalah tutupan karang hidup hanya 28,38 persen.

Artinya, penelitian yang dilakukan pada 2017 tersebut tutupan terumbu karangnya jauh berkurang dari sebelumnya pada 2015 mencapai 41,40 persen.

"Kemudian pada 2017 tutupan karangnya berangsur naik menjadi 29,59 persen," kata Suparno yang juga pembina Unit Kegiatan Mahasiswa Diving Universitas Bung Hatta itu.

Persentasi pengelompokan tutupan karang mulai angka 0 hingga 25 persen tergolong buruk atau rusak, dari 25 hingga 50 persen tergolong sedang, angka 50 sampai 75 tergolong baik, dan 75-100 persen tergolong sangat baik.

Sementara data terakhir luas terumbu karang di Sumatera Barat yakni seluas 39.619 hektare, kata Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi itu, Alber Krisdiarto.

Luasan terumbu karang yang diteliti oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia tersebut tersebar di tujuh daerah, yakni Kabupaten Kepulauan Mentawai 34.515 hektare, Pesisir Selatan 2.238 hektare.

Selanjutnya Kabupaten Pasaman Barat 1.257 hektare, Agam 120 hektare, Padang Pariaman 268 hektare, Kota Padang 957 hektare, Kota Pariaman 261 hektare. (*)