Perwira tinggi penyandang bintang empat itu bangga saat dilewakan atau dianugerahi sebagai Sutan Panglimo Panguaso Lauik Nan Sati yang merupakan gelar kehormatan dari masyarakat adat Minangkabau.
Adalah Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Ade Supandi beserta istrinya resmi dianugerahi gelar adat di Kota Pariaman, Sumatera Barat sejak Rabu 8 April 2017.
Sebelumnya sejumlah tokoh nasional juga dianugerahi gelar sangsako (kehormatan) itu dari masyarakat adat Minangkabau seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Ani Yudhoyono, Anwar Nasution, Dwi Soetjipto, Hasan Basri Agus dan lain-lainnya.
Penobatan gelar itu karena perwira tertinggi di angkatan laut Indonesia tersebut dinilai berjasa terhadap masyarakat adat Minang khususnya di Kota Pariaman. Hal itu diputuskan setelah melalui perdebatan dan seleksi terlebih dahulu oleh institusi etnis ini yakni Lembaga Adat Alam Minangkabu (LKAAM) di daerah itu.
Malewakan adalah suatu tradisi adat Minangkabau berupa upacara atau kenduri penobatan gelar sangsako (kehormatan) dari masyarakat adat etnis tersebut kepada tokoh yang dinilai berjasa bagi tatanan kehidupan orang Minang seperti dalam bidang sosial, kebudayaan, ekonomi, politik, hukum dan keamanan.
Demikian pula pada Rabu (8/3) masyarakat adat dan pemerintah daerah dengan disetujui oleh LKAAM Kota Pariaman, Sumatera Barat, juga dilaksanakan prosesi adat penobatan gelar sangsako yang diberikan kepada Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi bersama istrinya.
Gelar sangsako bagi pemimpin tertinggi di matra angkatan laut Indonesia itu adalah Sutan Panglimo Panguaso Lauik Nan Sati. Sedangkan istri KSAL Ny Endah Esti Hartanti Ningsih dianugerahi gelar Bundo nan Elok.
Penghargaan pada KSAL berdasarkan Surat Keputusan (SK) LKAAM Kota Pariaman nomor SK/06/LKAAM-Pariaman/III-2017.
Sedangkan untuk istri KSAL berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dewan Pimpinan Daerah Bundo Kanduang Kota Pariaman nomor: 001/SK/BK/PRM-3-2017.
Menurut Ketua LKAAM Pariaman, Mukhlis Rahman gelar kehormatan itu dapat dipakai sepanjang hayat dan tidak dapat diwariskan kepada siapa pun.
Ia mengatakan hal tersebut saat menobatkan gelar Sutan Panglimo Panguaso Lauik Nan Sati kepada Laksamana TNI Ade Supandi.
Setelah gelar tersebut dilewakan atau diresmikan maka tugas bagi yang mengembannya yaitu menjadi tempat mengadu dan ikut menyelesaikan permasalahan masyarakat Kota Pariaman.
"Kami berharap tugas tersebut dapat dijalankan oleh Laksamana TNI Ade Supandi dan istri," tegasnya.
Ia menjelaskan kata Sutan dalam gelar itu berarti panggilan raja dan di Pariaman merupakan panggilan kehormatan, sedangkan Panglimo memiliki arti Panglima.
Kemudian kata Panguaso mempunyai arti penguasa, kata Lauik berarti lautan, dan Nan Sati memiliki arti yang sakti.
"Jadi arti dari gelar tersebut yaitu Sutan Panglima Penguasa Laut yang Sakti," kata Mukhlis.
Sementara gelar sangsako bagi Ny Endah Esti Hartanti Ningsih yaitu Bundo Nan Elok dan memiliki arti Ibu yang baik dan cantik, ungkapnya.
Ia menyatakan penghargaan tersebut diberikan karena Laksamana TNI Ade Supandi telah berjasa kepada masyarakat Pariaman dengan meresmikan Monumen Angkatan Laut di kota itu.
Jasa beliau karena monumen itu mengangkat sejarah perjuangan masyarakat kota Pariaman dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Laut pada 1948 di daerah itu.
Menurutnya penganugerahan gelar ini hasil kesepatan bersama seluruh Kerapatan Adat Nagari (KAN) se-Pariaman yang setelah melakukan pembahasan dapat menyetujuinya.
Mukhlis yang juga Wali Kota Pariaman itu menambahkan pemberian gelar tersebut pada dasarnya merujuk kepada jasa dan perhatian Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dalam melestarikan sejarah perjuangan bangsa di Kota Tabuik tersebut.
Bukti tersebut adalah dengan pembangunan monumen ALRI serta bantuan satu unit tank dan dua buah meriam tembak yang dihibahkan untuk Kota Pariaman.
"ALRI sangat peduli dengan sejarah di Kota Pariaman, karena pernah menjadi basis angkatan laut pertama di Pulau Sumatera," ujarnya.
Selain itu, katanya pemberian gelar adat itu juga berlandaskan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) LKAAM Kota Pariaman.
Hal tersebut tertuang pada pasal delapan ayat enam yang berbunyi LKAAM dapat memberikan gelar Sangsako adat kepada orang, lembaga, atau badan yang berjasa dalam melestarikan adat dan budaya Minangkabau di Kota Pariaman.
Ia menyebutkan saat agresi militer Belanda II pada 1949, Kota Pariaman memiliki peran yang sangat besar dalam mengusir penjajah.
"Pada pertempuran itu gugur sebanyak 46 pejuang TNI AL yang bertempur dengan gagah berani, kemudian seluruh jasad pejuang itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Rawang, Kecamatan Pariaman Tengah," terangnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sumatera Barat, Nasrul Abit menyebutkan gelar adat yang diberikan kepada Laksamana TNI Ade Supandi adalah bentuk penghargaaan masyarakat Minang di Kota Pariaman bagi orang yang bukan berasal dari daerah itu.
"Setelah orang itu menerima gelar tersebut maka dia akan dihormati di Kota Pariaman dan Sumatera Barat," katanya.
Seusai dilewakan dan dinobatkan gelar Sutan Panglimo Panguaso Lauik Nan Sati, Laksamana TNI Ade Supandi mengatakan gelar tersebut merupakan kearifan lokal yang harus dilestarikan karena menjadi bagian dari masyarakat Kota Pariaman.
"Namun gelar kehormatan yang saya dan istri terima merupakan penghargaan yang berat karena berisi harapan dari masyarakat Kota Pariaman," ujarnya.
Akan tetapi, Ade berjanji akan berusaha melaksanakan tugas tersebut khususnya di sektor maritim sehingga pemanfaatan laut di Kota Pariaman dapat menjadi lebih baik.
Monumen AL
Sebelum dilewakan, KSAL Laksamana TNI Ade Supandi meresmikan Monumen Angkatan Laut (AL) di Pantai Gandoriah Pariaman.
"Monumen ini untuk mengingat sejarah AL di Pariaman pada akhir 1948," ujarnya.
Ia menjelaskan pada saat itu merupakan masa-masa menjelang pengakuan Belanda terhadap kedaulatan Indonesia dan negara tersebut masih menjalankan Agresi Militer II di Sumbar.
Ia menerangkan pada saat itu para pemuda dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Laut berupaya mempertahankan Kota Pariaman agar tidak jatuh ke tangan Belanda.
"Namun kita tahu bahwa perjuangan bangsa pada masa-masa kemerdekaan belum memiliki persenjataan seperti sekarang sehingga saat itu TKR Laut berperang lebih banyak di darat," ujarnya.
Belanda sudah menggunakan kapal-kapal yang bisa menyerang TKR Laut dari laut ke darat sehingga menghancurkan fasilitas yang ada di daratan Pariaman, katanya.
Melihat hal tersebut membuat TKR Laut harus berpindah-berpindah sambil berperang guna mempertahankan daerah agar tidak jatuh ke tangan musuh, tambahnya.
"Saya berharap monumen tersebut dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh masyarakat dan Pemerintah Kota Pariaman serta prajurit AL," katanya.
Ia menerangkan monumen tersebut dapat dimanfaatkan di sektor pariwisata dan edukasi guna mengingat perjuangan kemerdekaan sehingga timbul rasa untuk membangun dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari masyarakat.
Bagi prajurit dapat sebagai inspirasi bahwa tidak mudah untuk menjadi AL dan berjuang demi mempertahankan dan kemajuan bangsa, katanya.
Sementara Wali Kota Pariaman, Mukhlis Rahman mengatakan kedatangan Laksamana TNI Ade Supandi sudah lama diimpikan masyarakat Pariaman untuk dapat meresmikan Monumen AL.
"Monumen ini merupakan tuntutan dari masyarakat dan para veteran perang di Kota Pariaman," ungkapnya.
Ia menjelaskan monumen tersebut dibuat dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pariaman pada 2016 sebanyak Rp500 juta lebih dan desainnya dikoordinasikan dengan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) II Padang dan dapat disetujui Kasal Laksamana TNI Ade Supandi.
Monumen tersebut dilengkapi dengan tank dan meriam yang berada di sisi kanan dan kirinya.
Ia mengatakan pihaknya akan memperluas alun-alun monumen tersebut agar wisatawan bisa lebih nyaman ke tempat itu sehingga meningkatkan pariwisata Kota Pariaman. (*)