Sawahlunto, (AntaraSumbar) - Pemerintah Kota Sawahlunto berupaya untuk menyelamatkan seni tradisi masyarakat Silungkang, yakni Talempong Batuang, dari kepunahan akibat menurunnya minat untuk mempelajarinya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sawahlunto, Efri Yanto, di Sawahlunto, Rabu, mengatakan salah satu langkah yang sudah dilakukan guna menjaga Talempong Batuang dari kepunahan dengan menampilkan kesenian tersebut pada beberapa kegiatan pementasan seni budaya yang digelar pihaknya.
"Bahkan kami juga pernah membawa seni tradisi ini ke negara tetangga untuk dipertontonkan ke khalayak ramai di sana, mereka sangat antusias menyaksikan seni Talempong Batuang karena alatnya yang sederhana dan unik, tapi mampu menghasilkan suara yang indah saat dimainkan," kata dia.
Menurutnya, saat ini kesenian tersebut diketahui masih dilanjutkan oleh satu keluarga saja, yakni keluarga Umar Malin Parmato (90), jika kondisi ini dibiarkan maka hampir dipastikan seni tradisi itu akan punah akibat tergerus perkembangan seni budaya lainnya yang lebih modern.
Untuk tahun 2016, pihaknya akan mencoba merancang upaya penyelamatan lainnya, yakni dengan memasukkan kesenian Talempong Batuang sebagai salah satu mata pelajaran tambahan dalam dunia pendidikan kota itu.
"Pembicaraan awal sudah dilakukan dengan pihak terkait lainnya, semoga upaya ini mampu membuahkan hasil demi menyelamatkan tradisi kuno yang diperkirakan sudah ada sejak berabad-abad silam," kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Komisi I DPRD Sawahlunto, Epy Kusnadi, mengatakan sebagai daerah yang memiliki visi kota tambang yang berbudaya, hal tersebut tentu membutuhkan perhatian serius dan kajian mendalam bagi pihak Pemerintah Kota Sawahlunto bersama seluruh pihak terkait lainnya.
"Alangkah lucunya fakta yang terjadi ketika daerah yang mengaku sebagai tujuan wisata berbudaya, namun ada seni tradisi lokal milik masyarakat yang terancam mengalami kepunahan," kata dia.
Pihaknya meminta, pelestarian seni Talempong Batuang tersebut bisa dilakukan dengan dibekali perencanaan dan pelaksanaan yang terarah dan terukur.
Salah satunya, lanjut dia, dengan mensejajarkan perlakuan terhadap seni budaya itu dengan budaya-budaya lainnya, yang sudah mulai dibina dan diarahkan untuk menjadi ikon pariwisata di kota itu, seperti Randai, Seni Wayang Kulit, Barongsai, Tabuik, Campursari, Keroncong dan lain sebagainya yang kekhasannya justru menjadi ikon wisata bagi daerah lain.
"Mari kita belajar untuk menumbuhkan serta mengembangkan seni tradisi asli masyarakat kota ini, dengan lebih mengedepankan semangat pelestarian budaya yang pelaksanaannya tidak terkesan sekedar hura-hura demi mengejar prestise belaka," ajak dia.
Sehingga, lanjutnya, tingkat persaingan Kota Sawahlunto dengan daerah tujuan wisata di Provinsi Sumatera Barat semakin meningkat, karena adanya kekhasan yang terbentuk menjadi ikon tersendiri dan tidak dimiliki daerah lainnya.
"Talempong Batuang" ditampilkan dalam pagelaran seni budaya Nagari Silungkang di ajang Sawahlunto Multicultural Festival 2015 dalam rangka hari jadi kota (HJK) itu, belum lama ini.
Pemain sekaligus pelestari musik tradisi Talempong Batuang, Umar Malin Parmato (90) mengatakan musik yang dimainkannya tersebut merupakan tradisi turun temurun yang dahulunya dibawakan oleh para kaum petani di dusun Sungai Cancang Nagari Silungkang, disaat turun ke sawah serta pada pesta panen.
"Kini seni musik Talempong Batuang tidak lagi dikenal dan keberadaan nyaris punah karena tergerus oleh seni musik modern," kata dia. (*)