Sengketa Perdata Perguruan Tinggi Sidang di Tempat

id Sengketa Perdata

Padang, (Antara) - Pengadilan Negeri (PN) Padang, Sumatera Barat (Sumbar), menggelar sidang di tempat terkait gugatan perdata pengolalaan tiga perguruan tinggi di Padang, Rabu.

Ketiga perguruan itu, yakni Akademi Keuangan Bank dan Pembangunan (AKBP), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Pembangunan (STIE- KBP), serta program Pasca Sarjana.

Gugatan terkait kepengurusan kampus itu dilayangkan oleh Yayasan Lembaga Pembangunan Nasional (YLPN) selaku penggugat, dan Yayasan Lembaga Pembangunan Nasional Sumatera Barat (YLPN-SB) sebagai tergugat.

"Sidang di tempat untuk melihat langsung objek perkara yaitu tiga kampus itu, untuk diperiksa dengan berkas," kata majelis hakim yang diketuai Hakim Siswatmono Radiantoro, beranggotakan Sri Hartati, dan Dinahayati Sofyan, saat menggelar sidang tempat di kampus, Jl. Khatib Sulaiaman Kota Padang.

Usai melakukan beberapa pemeriksaan dalam sidang di tempat, majelis hakim kemudian menyudahi dan langsung menunda persidangan hingga Kamis (17/9), dengan agenda keterangan saksi.

Kisruh terkait pengelolaan kampus AKBP dan STIE-KBP itu berawal dari gugatan Lita Bakhtiar (Yayasan Lembaga Pembangunan Nasional (YLPN)), terhadap pengelola kampus saat ini yakni Yayasan Lembaga Pembangunan Nasional Sumatera Barat (YLPN-Sumbar).

Lisa Bakhtiar didampingi Kuasa Hukumnya Romaison Syarif Cs, menyatakan pengelola yang resmi kampus swasta itu adalah pihak YLPN. Dengan bukti dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung (MA) pada 2002, yang menyatakan bahwa YLPN adalah pihak yang sah secara hukum untuk mengelola lembaga pendidikan itu.

Kemudian pada 2010, katanya, kampus mendapat hibah miliaran rupiah dari Dirjen Dikti Kemendiknas, karena bangunannya banyak yang rusak akibat gempa dasyat yang melanda Kota Padang, pada 2009.

Hanya saja, kata Rimaison Syarief, saat itu tiba-tiba muncul pihak yang mengatasnamakan sebagai pemilik, melakukan upaya paksa dan menduduki kampus tersebut.

"Kami para pengurus YLPN selaku pihak pengelola yang lama, sempat kaget dengan munculnya pihak baru itu. Namun kami memilih jalan yang bermartabat keluar kampus dan menempuh jalur hukum, untuk menyelesaikan persoalan," katanya.

Karena, lanjutnya, jika tetap bersikeras tanpa melalui proses hukum, maka para mahasiswa jua yang akan teraniaya.

Pada bagian lain terkait masalah itu, sebelumnya di tanah pidana Pengadilan Negeri Klas I A Padang telah memvonis bersalah tiga pengurus dari YPLNSB atas pemalsuan surat otentik, yang menyatakan AKBP, dan STIE-KBP berada di bawah naungan Yayasan Lembaga Pembangunan Nasional Sumatera Barat (YPLN-SB).

Ketiga nama itu adalah Drs. Daswir, SH, MH (Datuak), Pitri Puspawati, SH dan Santi, SE. Majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah, dan surat kepemilikian YPLNSB terhadap kampus swasta, serta program pasca sarjana adalah palsu.

Ketiganya divonis dengan hukuman hukuman tiga bulan penjara, dengan masa percobaan enam bulan oleh hakim Pengadilan Negeri Padang, pada 19 Januari 2015, karena melanggar Pasal 266 KUHP.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memperberat hukuman bagi para terdkwa. Dimana vonis tiga bulan penjara, dengan masa percobaan 6 bulan, dinaikkan menjadi tujuh bulan penjara. (*)