Pekanbaru, (Antara) - Koordinator Jaringan Indonesian Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan menyatakan hingga kini partai politik di Indonesia masih belum menyadari pentingnya keterbukaan informasi dan justru malah melakukan perlawanan.
"Pada awalnya parpol melakukan perlawanan jika ada pihak yang meminta informasi terkait pendanaan partai. Padahal dasar hukumnya kuat yakni Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Partai harusnya sadar bahwa UU ini sudah lebih dari lima tahun," katanya di Pekanbaru, Selasa.
Dalam UU tersebut prinsip keterbukaan bagi parpol bukan internal, tapi sudah harus pada domain yang lebih luas. Artinya parpol adalah sebagai badan publik sehingga laporan keuangan bukanlah sesuatu yang harus ditutup-tutupi.
Menurutnya, parpol harus mengerti pentingnya aspek keterbukaan. Jika parpol terbuka, kata dia, kepercayaan publik terhadapnya dengan sendirinya akan meningkat, bahkan ikut menymbang pendanaan partai.
"Dengan begitu pemilu yang transaksional akan bisa dilawan, termasuk petinggi-petingginya yang oligarki dan elitis. Partai nantinya juga bisa dibangun dengan rasa memiliki dari masyarakat," sebutnya.
Hal tersebut disampaikannya saat "Media Briefing" bersama wartawan dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau di Pekanbaru. Temanya adalah mendorong transparansi dan pengelolaan akuntabilitas pengelolaan keuangan parpol di Riau.
Kurang sadarnya parpol itu dibuktikan dengan adanya perlawanan terhadap ICW yang meminta laporan keuangan tahun 2014 tingkat pusat. Semua parpol pada awalnya menolak memberikan laporan keuangannya dan baru bersedia ketika sudah bersengketa di Komisi Informasi.
Bahkan setelah sengketa pun masih ada partai yang belum menepati janjinya. Pertama Partai Demokrat yang sampai saat ini belum melaksanakan putusan sehingga belum menyerahkan sama sekali.
"PDIP bersedia memberikan namun ingkar janji dan hanya mau memberikan laporan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara saja. Gerindra juga ingkar janji dan Hanura mengaku sedang proses audit," ungkapnya.
Sementara itu, di Riau sendiri menurut Peneliti Fitra, Triono Hadi dari 10 parpol yang mendapatkan kursi di DPRD Riau, hanya satu yang bersidia memberikan laporannya, itu pun setelah diajukan surat keberatan.
"Hanya PKB yang merespon, selebihnya tidak sama sekali. Kita sudah melaporkannya ke Komisi Informasi untuk penyelesaian sengketa," ujarnya. (*)
