Padang, (ANTARA) - Ancaman krisis pangan secara global terus mengintai, sehingga menjadi titik bagi pemerintah berbagai negara, termasuk Indonesia dengan pencanangan swasembada beras 10 juta ton pada 2014.
Daerah sebagai sentra beras tentu tak boleh lengah dan mengambaikan ancaman pangan global tersebut.
Gerakkan bersama terhadap pencapaian target nasional menjadi keharusan.
Kesempatan ini pulalah yang dimanfaatkan pemerintah Provinsi Sumatera Barat, mendorong dan memotivasi petani untuk giat dalam meningkatkan produksi padi.
Wujud dari dukungan pemerintah daerah itu, bukan sebatas semangat melalui ungkapan kata-kata, tapi dalam bentuk nyata dengan multi strategi yang diusungnya.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno setiap kunjungan ke daerah, hampir selalu menyampai pesan ke masyarakat agar memanfaatkan lahan terlantar menjadi produktif.
Bahkan, beberapa bulan terakhir begitu gencar orang nomor satu di Sumbar itu, meresmikan tanam padi sebatang dan panen raya, seperti di sentra Pasaman Barat, Limapuluh Kota, Sijunjung dan Tanah Datar.
Rata-rata produksi lahan sawah petani yang telah tergabung dalam Sekolah Lapangan Pengolahan Tani Terpadu (SLPTT) mencapai 7,2 ton/hektarenya, kendati sebelumnya hanya 4-5 ton/hektare.
"Kita sudah menyiapkan berbagai program untuk mendorong petani untuk meningkatkan produksi beras. Bukan saja mendorong SLPTT tetapi ada stimulan dana kontigensi dan stimulan cetak sawah baru, serta mengajak ulama untuk menyampaikan kurangi konsumsi beras," kata Irwan Prayitno.
Paradigma petani dalam pola tanam padi diminta diubah, gubernur berharap bagi yang masih sekali tanam agar dapat dilaksanakan dua kali tanam setahun.
Menurut dia, dengan pemaksimalan potensi pertanian, insyaallah ke depan bisa terjadi peningkatan produksi lahan sawahnya.
Selain itu, perlu adanya pendekatan yang konsisten dari para petani, agar mendapatkan hasil yang maskimal dalam setiap panen. baik itu dari pemilihan bibit, perawatan, pemeliharaan.
Peningkatan produksi padi atau beras setiap tahun, mengingat terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, sehingga ketahanan pangan masyarakat bisa terus terjamin dengan baik.
Selain itu, sebagai salah satu provinsi penyanggah produksi padi nasional, kata gubernur, maka harus bisa surplus beras dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional.
Dalam rangka menyukseskan program surplus 10 juta ton beras pada 2014, dimana saat ini Sumbar telah menyumbang sebanyak 600 ribu ton.
Kini hanya tinggal sebanyak 250 ribu ton lagi dari target yang diberikan pemerintah sebanyak 850 ribu ton. Maka dua tahun ke depan harus dipacu pencapaian yang tersisa tersebut.
Pembangunan pertanian di Sumbar menjadi prioritas, karena merupakan tulang punggung ekonomi dan telah terbukti sebesar 23,84 persen sumbangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi setiap tahunnya.
Beberapa arah kebijakan yang perlu dilakukan, antara lain swasembada pangan, diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing, peningkatan pensejahteraan petani dan pemberdayaan SDM pertanian.
Sawah Baru
Optimistis pemerintah provinsi Sumbar untuk memenuhi target dari pemerintah pusat itu, cukup beralasan karena telah memprogram cetak sawah baru.
Lahan rawah yang masih terlantar jangan disia-siakan dan manfaatkan untuk mencetak sawah baru, karena kelompok tani akan diberi stimulan Rp3 juta/hektare.
Kepala Dinas Pertanian Sumbar Djoni mengatakan program cetak sawah baru, telah dimulai sejak tahun seluas 850 hektare. Pada 2012 ditargetkan seluas 2.500 hektare, saat ini sudah selesai sekitar 650 hektare.
Sentra program cetak sawah baru pada tahun ini, pada empat kabupaten, yakni Dharmasraya seluas 1.100, Pesisir Selatan seluas 1.050 ha dan Solok Selatan dan Agam masing-masing seluas 50 hektare.
Ia mengatakan, ditargetkan penambahan luas sawah baru di Sumbar sampai 2015, mencapai 8.250 hektare dengan rata-rata dapat dilaksanakan 2.000 ha/tahun yang tersebar pada sejumlah kabupaten/kota.
Sedangkan target surplus beras Sumbar sampai 2015, sebesar 895.441 ton dan optimistis dapat dicapai apabila mampu menekan 2,5 persen konsumsi beras setiap tahun.
Jadi, dengan target tersebut sehingga Sumbar punya ketersedian beras untuk pada 2015 sebanyak 1.471.542 ton dengan konsumsi normal sebesar 637.131 ton.
Jika mampu menekan konsumsi 2,5 persen atau sebesar 576.100 ton, maka surplus sebanyak 895.441 ton pada empat tahun ke depan, artinya cukup tinggi konstribusi terhadap surplus nasional dibandingkan provinsi lain.
Namun, apabila target menekan konsumsi 2,5 persen tak berjalan sesuai rencana, maka surplus beras secara normal sebesar 834.411 ton pada 2015.
Djoni menjelaskan, sedangan target pada 2014 surplus beras Sumbar berada pada posisi 860.663 ton dengan menekan konsumsi 2,5 persen.
Jika penekanan konsumsi tak terwujud, maka surplus normalnya diproyeksikan mencapai 814.911 ton dengan beras tersedia sebanyak 1.443.844 ton.
Surplus beras Sumbar pada 2011, katanya, sudah mencapai 663.788 ton setelah ditekan 2,5 persen dengan ketersedian beras sebesar 1.268.535 ton.
Sedangkan pada 2012 ditargetkan ketersedian beras sebanyak 1.363.172 ton, dari jumlah tersebut surplus sekitar 765.621 ton setelah ditekan konsumsi 2,5 persen.
Menurut dia, upaya pencapaian target per tahun tersebut, makanya berbagai program pendukung telah dan sedang dilaksanakan.
Dalam sebulan terakhir Pemprov Sumbar telah mulai menyalurkan dana kontigensi atau peningkatan produksi beras untuk 880 kelompok tani tersebar di sentra padi daerah ini.
Dana yang bersumber dari APBN itu, kata Djoni, secara keseluruhan yang harus disalurkan dalam waktu sebulan sekitar Rp56 miliar, sehingga setiap kelompok tani mendapatkan Rp57,7 juta.
Stimulan peningkatan produksi beras itu, dipergunakan untuk membeli mesin bajak (traktor) dan saprodi, makanya penyaluran harus selesai sampai akhir Oktober 2012, karena petani masuk musim tanam.
Konsumsi Beras
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, meski gencar untuk peningkatan produksi beras, begitu pula arus sosialisasi pengurangan konsumsi beras dilaksanakan.
Bahkan, supaya gerakan pengurangan konsumsi beras lebih luas tersebar ke masyarakat, maka mengajak para ulama ikut menyosialisasikan gerakan pengurangan konsumsi beras dan melakukan diversifikasi pangan.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno saat acara sosialisasi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) baru-baru ini di Padang, menyampaikan kepada ratusan para ulama pentingnya pengurangan konsumsi beras.
Salah satu cara untuk gerakan pengurangan konsumsi beras itu, membiasakan puasa pada Senin-Kamis. Cara tersebut memberikan efek ekonomis, sosial, fisik dan kesehatan.
Saat ini harga beras masih terjangkau memenuhi pangan masyarakat dan belum menggangu kehidupan, karena pemerintah daerah maupun pusat tetap mengupayakan bagaimana harga tetap normal.
Bahkan, jika terjadi harga bergerak naik maka pemerintah daerah menggelar pasar murah, penyaluran beras miskin (raskin).
Selain itu, kata gubenrur, untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, terus dilakukan upaya memproduksi beras secara besar-besaran.
Salah satu caranya, pemerintah memberikan bantuan sosial kepada petani untuk cetak sawah baru, pemberian benih dan saprodi.
Akan tetapi, katanya, secara nasional produksi beras dari tahun ke tahun terjadi penurunan, sementara konsumsi meningkat sehingga tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang terus bertambah.
Kemudian pengalihan fungsi lahan sawah produktif terus meningkat untuk kegunaan sektor lainnya di berberbagai daerah.
Atas dasar itu, kata Irwan, peran serta da''i, ustad dan agamawan menyosialisasikan gerakan pengurangan konsumsi beras ke masyarakat.
Para ulama punya waktu dan kesempatan banyak memberikan ceramah atau tauziah ke tengah masyarakat, sehingga dapat disampaikan materi "Perlu Pengurangan Konsumsi Beras".
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Sumbar Efendi menambahkan, tujuan sosialisasi terhadap para ulama ialah untuk percepatan mewujudkan diversifikasi pangan.
Sasaran peningkatan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman serta halal berbasis sumber daya lokal serta bisa mengurangi konsumsi beras 2,5 persen setiap tahunnya.
Memang tidak mudah mengubah kebiasaan masyarakat dari mengkonsumsi beras ke komoditas jenis lainnya.
Namun mengurangi kuantitas atau volumenya masih cukup memungkinkan untuk dilakukan.
Konsumsi beras Sumbar, tambah dia, saat ini berada pada nomor lima terbesar di Indonesia atau sebanyak 109,9 kilogram perkapita/tahun (301 gram/kapita/hari), angka tersebut hampir sama dengan konsumsi rakyat Jepang.
Gonjang ganjing beras akan selalu menjadi "lingkaran setan" yang tak pernah ada ujungnya, bahkan selalu memicu inflasi dan menggerus daya beli masyarakat.
Kenyataan itu, tentu akan berdampak terhadap kehidupan yang semakin terhimpit dan berimbas pada petani sendiri.
Kondisi itu, kata dia, membuktikan begitu strategisnya komoditas beras bagi bangsa ini, maka mau atau tidak pemerintah harus mencurahkan perhatiannya agar beras tidak terlalu menyendera kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, salah satu langkah perlu dilakukan diversifikasi atau penganekaragaman konsumsi pangan di tingkat masyarakat.
"Apabila terjadi penurunan angka konsumsi beras menjadi 100kg/kapita/tahun, maka Sumbar bisa hemat sekitar 48.434 ton beras/tahun," ujarnya.
Multi strategi diusung itu, bukan berarti tanpa kendala dalam pelaksanaanya, karena dihadapi dalam pencapaian target tersebut, di antaranya masih rendahnya produktifitas usaha tani (padi, jagung, daging sapi, kakao) bila dibandingkan dengan potensi produksi.
Kecenderungan terjadi alih fungsi lahan baik untuk non pertanian maupun untuk komoditas lainnya, sehingga berpengaruh terhadap penyediaan lahan sawah.
Selain itu, budaya makan nasi masih dominan di masyarakat, karena memakan buah-buahan masih belum disebut makan.
Justru itu, berbagai jenis bibit komoditas buah-buahan diberikan ke kelompok masyarakat untuk menanam pada lahan perkarangan dan terlantar.
"Masalah lainnya, masih rendahnya jam kerja efektif petani, makanya melalui program gerakan pensejahteraan petani yang dicanangkan diharapkan dapat menambah jam petani dan memberi nilai tambah," ujarnya. (*)