Jakarta, (Antara Sumbar) - Tokoh pers nasional Siti Latifah Herawati Diah yang meninggal di usia 99 tahun pada Jumat pagi, dikenang oleh anak bungsunya, Nurman Diah, sebagai sosok ibu yang memiliki tekad dan semangat kuat.
Sebelum menekuni profesi wartawan sejak 1940-an, Herawati sudah aktif dalam berbagai organisasi pelajar dan wanita sejak zaman kolonial hingga zaman kemerdekaan.
"Ibu itu ada saja kesibukannya, meskipun sudah lama terkena osteoporosis (keropos tulang), tetapi tidak menjadi halangan untuk dia pergi kemana-mana," kata Nurman kepada wartawan di rumah duka di kawasan Patra Kuningan, Jakarta, Jumat.
Di usia senjanya, istri mantan Menteri Penerangan BM Diah itu masih sering melakukan hobinya bermain "bridge", dan mengikuti pengajian atau arisan.
"Ibu sejak muda juga suka sekali olahraga, judo dan tenis itu favoritnya," ungkap Nurman.
Selama menjalani karir jurnalistik, Herawati pernah menjadi redaktur harian Merdeka, pendiri dan pemimpin redaksi majalah Keluarga (1953-1997) serta redaksi harian berbahasa Inggris The Indonesian Observer (1955-1997).
Perempuan kelahiran Belitung, 3 April 1917 yang sempat bekerja di Departemen Luar Negeri (1945-1946) itu merupakan perempuan Indonesia pertama yang lulus dari universitas di Amerika Serikat pada 1941.
Herawati sempat mengeyam pendidikan di American High School di Tokyo, Jepang; sosiologi di Columbia University, AS; jurnalistik di Stanford University California, AS; School of Oriental and African Studies di London, Inggris.
Peraih penghargaan Bintang Mahaputera Utama dari pemerintah era Soeharto itu juga aktif di bidang budaya antara lain sebagai pencetus pencari dana untuk renovasi Candi Borobudur (1968) dan pemugaran Keraton Surakarta (1985). (*)