Sakti: Bawaslu Latih Saksi Parpol Intervensi Pengawas

id Girindra Sandino

Sakti: Bawaslu Latih Saksi Parpol Intervensi Pengawas

Sekjen SAKTI, Girindra Sandino. (cc)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Revisi Undang Undang Pemilu yang tengah dibahas di DPR salah satu poinnya bahwa saksi partai politik dapat dilatih oleh Badan Pengawas Pemilu dinilai bentuk intervensi terhadap pengawas, bahkan Bawaslu bisa menjadi 'bemper' politik.

"Kekhawatiran kami adalah Bawaslu seperti akan menjadi 'bemper politik' bila saksi-saksi parpol yang dilatih melakukan kesalahan baik kesalahan yang sedang maupun berat. Walaupun memang kesalahan saksi bersifat individual atau berasal dari parpol, tetap saja secara tidak langsung publik akan melirik Bawaslu sebagai pelatihnya," kata Sekjen Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) Girindra Sandino, di Jakarta, Selasa.

Menurutnya lagi, kondisi tersebut akan menimbulkan peningkatan ketidakpercayaan publik atau 'public distrust' kepada Bawaslu.

"Istilahnya dalam pertandingan bola, sebuah tim kalah, karena pelatihnya yang salah strategi atau tidak becus, pendukungnya akan menyalahkan pelatihnya. Karena itu, Bawaslu dalam hal saksi-saksi partai politik haruslah sangat hati-hati dalam menanganinya," ujar Girindra lagi.

Dalam perkembangannya saksi dari partai politik untuk mengawasi tahapan, khususnya pemungutan suara dan tahapan rekapitulasi perolehan suara, semula dibiayai oleh negara namun kini disepakati dibiayai oleh partai politik.

Namun, dirinya mempertanyakan kenapa saksi parpol seharusnya dilatih oleh parpol sebagai bentuk kaderisasi anggota parpol dan merupakan tugas dari partai politik, namun justru dilatih oleh Bawaslu.

"Pansus harus menjelaskan ini kepada publik," katanya lagi.

Pelatihan saksi parpol, kata dia, juga akan membuat Bawaslu terseok-seok, mengingat tugas dan kewajiban Bawaslu pada pemilu serentak akan semakin berat, sehingga akan mengganggu konsentrasi Bawaslu dalam mengawasi tahapan-tahapan pemilu.

"Kami menilai adanya saksi parpol adalah pelecehan atau ketidakpercayaan terhadap penyelenggara, khususnya pengawas pemilu. Tidak tertutup kemungkinan saksi parpol mempunyai agenda tersendiri, selain mengawasi pemungutan suara dan rekapitulasi, juga mengawasi pengawas pemilu yang dikhawatirkan tidak independen," ujarnya pula.

Saksi parpol yang dilatih Bawaslu dikhawatirkan akan mencederai indepedensi Bawaslu sebagai lembaga pengawas yang independen.

"Ke depan harus dijelaskan lagi secara rinci dan tegas dalam UU Pemilu maupun peraturan Bawaslu mengenai saksi parpol ini, untuk menjaga independensi Bawaslu sebagai garda terdepan pengawas independen yang formal. Setiap parpol memiliki strategi yang berbeda dalam pembekalan penguatan saksi-saksi di lapangan," ujar Girindra.

Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang Undang Pemilu menyepakati tidak ada dana saksi yang dibiayai oleh negara dan disepakati saksi partai politik dilatih oleh Badan Pengawas Pemilu.

"Disepakati saksi parpol dilatih Bawaslu, dan Bawaslu menyiapkan satu pengawas pada setiap tempat pemungutan suara dengan tugas mengawasi," kata Ketua Pansus Penyelenggaraan Pemilu Lukman Edy, usai rapat Pansus Pemilu di Gedung Nusantara, Jakarta, Kamis (8/6).

Lukman menjelaskan seluruh proses pelatihan saksi parpol itu dibiayai oleh APBN melalui Bawaslu.

Dia mengatakan kesepakatan itu menegaskan bahwa tidak ada dana saksi yang dibiayai APBN selama ini menjadi perdebatan di masyarakat.

"Tidak ada dana saksi, tapi saksi dilatih oleh Bawaslu dengan biaya dari negara," ujarnya lagi.

Usulan saksi partai politik dilatih oleh Badan Pengawas Pemilu, dan Bawaslu menyiapkan satu pengawas pada setiap tempat pemungutan suara dimunculkan oleh Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto.

Usulan itu disampaikan karena melihat ketidaksanggupan pemerintah untuk mengalokasikan dana besar untuk membiayai saksi-saksi di TPS.

"Kalau pemerintah tidak bisa karena dianggap sebagai unsur peserta pemilu, kalau saksi tetap dibiayai parpol, pelatihannya oleh Bawaslu sehingga tugas fungsi saksi bisa sama pemahamamnya. Kalau itu opsi yang bisa diterima, tiap TPS ada yang bertanggung jawab harus ada pengawas dan harus laksanakan tugasnya," katanya pula. (*)