Sekjen PBB Serukan Peralihan Bertahap di Sudan Selatan

id Sekjen PBB Serukan Peralihan Bertahap di Sudan Selatan

PBB, New York, (Antara/Xinhua-OANA) - Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon pada Ahad (14/12) menyeru semua pihak di Sudan Selatan agar memulai peralihan bertahap, guna menangani pangkal konflik yang meletus satu tahun lalu. "Hari ini menandai satu tahun sejak konflik meletus di negara termuda di dunia, Sudan Selatan," kata satu pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicara Ban. Ban mengatakan ia keceda dan sedih sebab semua pihak belum mencapai kesepakatan perdamaian menyeluruh. "Para pemimpin Sudan Selatan telah membiarkan ambisi pribadi mereka membahayakan masa depan seluruh bangsa," katanya. "Alasan utama perjuangan kemerdekaan negara tersebut --awal baru yang mestinya didirikan dengan landasan toleransi, pemerintahan yang baik, pertanggung-jawaban dan persatuan-- hilang di depan mata kita," kata pernyataan itu, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin pagi. Pemimpin PBB tersebut menyeru para pemimpin kedua pihak di Sudan Selatan agar "menyepakati pengaturan pembagian kekuasaan yang melibatkan semua pihak untuk memulai pemerintah peralihan yang akan menangani pangkal konflik itu dan memastikan pertanggung-jawaban atas kejahatan yang dilakukan selama satu tahun belakangan". "Mereka harus mengakhiri budaya kekebalan dari hukuman, jika mereka mau mencapai perujukan dan perdamaian yang langgeng," kata pernyataan tersebut. Sekretaris Jenderal itu juga mendesak masyarakat internasional agar "memberi dukungan penuh" bagi proses perdamaian yang dipimpin oleh Lembaga Antar-Pemerintah mengenai Pembangunan (IGAD). Ia menambahkan PBB akan sepenuhnya terlibat dalam mendukung proses perdamaian tersebut, perlindungan warga sipil dan penyediaan bantuan kemanusiaan. Pertikaian politik di dalam negeri antara Presiden Sudan Selatan Salva kiir dan mantan wakilnya Riek Machar meletus pada Desember 2013 dan selanjutnya berubah menjadi konflik berskala penuh. Menurut data PBB, kerusuhan telah menewaskan ribuan orang dan membuat 1,9 juta orang lagi terusir dari rumah mereka. Jutaan orang lagi menghadapi ancaman kerawanan pangan. Belum lama ini, pertempuran telah berlanjut di Negara Bagian Unity dan Upper Nile, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa krisis kemanusiaan akan meningkat. (*/sun)