Rusak total, warga Agam harap dapat bantuan rumah sementara

id Nagari Salareh Aia, Kabupaten Palembayan, Agam, Sumatera Barat,banjir bandang agam

Rusak total, warga Agam harap dapat bantuan rumah sementara

Warga asal Nagari Salareh Aia, Kabupaten Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Neng Hartati (48) yang merupakan salah satu korban terdampak banjir di Sumbar. (ANTARA/HO-Humas Badan Komunikasi Pemerintah)

Jakarta (ANTARA) - Warga asal Nagari Salareh Aia, Kabupaten Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Neng Hartati (48) mengharapkan pemerintah dapat segera memberikan bantuan berupa rumah sementara, usai rumah para korban terdampak banjir di daerah tersebut dinyatakan rusak total.

"Inginnya dibikinkan rumah sementara dulu. Kalau bisa, direlokasi ke tempat yang aman. Di posko ini, banyak orang, ada anak-anak, bapak-bapak. Kami berharap Bapak Presiden Prabowo Subianto bisa membantu," kata Neng Hartati dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, diketahui bahwa bantuan seperti makanan, minuman, dan tempat pengungsian disediakan cepat oleh pemerintah untuk warga terdampak bencana di wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.

Neng Hartati pun merasa cukup dengan logistik yang tak henti-hentinya mengalir untuk tempat pengungsian itu.

Namun, kini dirinya dan puluhan pengungsi lain di pos pengungsian Nagari Salareh Aia membutuhkan rumah sementara untuk tinggal karena posko pengungsian yang semakin dipadati pengungsi.

Selain itu, Neng yang rumahnya rusak terhantam banjir itu juga mengalami kesulitan mengakses air bersih.

"Sumur bor hanya ada di rumah sebagian tetangga. Kami numpang saja," kata dia.

Neng Hartati merupakan satu dari ratusan warga yang rumahnya terdampak banjir di Palembayan yang terjadi pada Kamis (27/11). Dia bercerita pada sore sekitar pukul 17.00 WIB, air deras tiba-tiba mendekat dari arah belakang permukiman rumahnya.

Dalam hitungan detik, perempuan yang lahir dan besar di Nagari Salareh Aia itu harus berlari menuju tempat berlindung, yang berjarak sekitar empat rumah dari kediamannya.

"Airnya besar sekali. Kami sudah jatuh-jatuh semua. Cuma bisa berlindung di belakang dapur rumah orang,” kata dia.

Di saat arus air terus membesar, warga yang tengah berupaya menyelamatkan diri tak sanggup lagi bergerak jauh. Mereka akhirnya berpegangan pada dinding dapur dan menunggu air mereda. Namun, hujan kembali turun, air kembali pasang. Neng bersama sembilan orang lainnya terpaksa naik ke loteng rumah warga dan berdiam di sana hingga pukul 20.00 WIB.

"Kami terdampar sepuluh orang. Gelap, air di bawah masih deras, lampu mati. Cuma senter saja yang dipakai,” ujarnya.

Dalam keadaan mencekam itu, anak laki-lakinya yang berusia 11 tahun terpisah darinya. Anak itu terseret arus bersama empat temannya. Neng sempat berusaha mengejar, namun terhalang kayu-kayu besar yang dibawa aliran banjir.

"Alhamdulillah, kelimanya selamat. Saya baru ketemu anak saya pukul 22:00 WIB di posko," ucapnya.

Setelah air surut, warga menunggu bantuan datang. Keluarga dari Pasaman kemudian tiba dan membantu mereka berjalan keluar melalui lumpur hingga mencapai jembatan dan lokasi aman lainnya.

Neng baru menengok rumahnya pada Rabu (3/12) atau enam hari setelah kejadian. Sebagian rumahnya sudah tertimbun lumpur, termasuk dua mobil yang terparkir di dalamnya.

"Hati saya hancur. Rumah sudah tertimbun lumpur. Tidak ada lagi yang bisa diselamatkan," kata dia.

Di posko, ia sudah tinggal selama satu minggu. Rasa trauma masih membekas di dalam dirinya. Suaminya yang bekerja di pabrik sawit mendapatkan izin khusus untuk mengurus keluarga setelah rumah mereka dinyatakan rusak total.

Neng mengaku sudah tidak bisa lagi tinggal di rumahnya saat ini walaupun nantinya bisa diperbaiki karena masih trauma.

Pewarta :
Editor: Antara Sumbar
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.