Pariaman (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) melatih siswa sekolah dasar (SD) di daerah itu 'malingka carano jo arai pinang' atau melingkar carano dengan arai pinang guna mempertahankan salah satu kebudayaan Minangkabau yang biasanya digunakan saat melaksanakan kegiatan adat.
"Yang khusus Malingka Carano jo Arai Pinang ini tidak semua orang bisa, ketika kita tidak ajarkan kepada peserta didik kita, tentu mereka tidak bisa," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Pariaman Hertati Taher saat Lomba Malingka Carano jo Arai Pinang di Pariaman, Rabu.
Carano, lanjutnya diperlukan dalam setiap kegiatan adat di Minangkabau sebagai simbol penghormatan namun orang yang bisa melingkar dengan arai pinang sudah sedikit.
Oleh karena itu, kata dia dengan peserta didik di daerah itu diajarkan tradisi tersebut maka masyarakat nantinya tidak kesulitan lagi mencari orang-orang yang dapat 'malingka carano jo arai pinang' tersebut.
"Mereka dapat belajar dengan baik, 15 menit bisa. Mereka juga dapat kita berdayakan nantinya," katanya.
Guna memberikan motivasi kepada peserta didik tersebut dalam mempertahankan tradisi itu maka Pemkot Pariaman melaksanakan lomba yang diikuti oleh SD tingkat Sumbar.
"Lomba ini diikuti oleh 82 SD baik negeri maupun swasta di Pariaman, ditambah tujuh sekolah lain di luar kota tersebut," ujarnya.
Ia menyampaikan perlombaan tersebut merupakan yang ketiga kalinya dilaksanakan di daerah itu yakni pada 2022, 2023, dan 2025 sebagai upaya melestarikan kearifan lokal.
Kegiatan kearifan lokal, kata dia sering dilaksanakan di daerah itu di antaranya perlombaan permaian olahraga tradisional yang dilaksanakan pada Mei 2025, 'Lomba Malingka Carano jo Arai Pinang' pada bulan ini.
Kemudian, lanjutnya di akhir Oktober akan dilaksanakan lomba bahasa ibu, November lomba rabana, dan Desember melaksanakan lomba berpidato adat, dan puisi yang akan dilaksanakan hingga akhir tahun ini.
Ia menambahkan kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan tidak saja berdampak pada mempertahankan kebudayaan daerah namun juga menggerakkan perekonomian masyarakat meskipun daerah mengalami keterbatasan anggaran.
