Warga pengungsi banjir bandang di Agam mengaku alami trauma
Bukittinggi (ANTARA) - Warga pengungsi korban banjir lahar dingin yang terjadi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat mengaku alami trauma dan memilih bertahan di posko pengungsian yang disediakan Tim Tanggap Darurat.
"Saya dan anak nyaris menjadi korban hanyut terbawa arus dan terhimpit batu. Beruntung cepat keluar rumah dan naik ke atap rumah tetangga. saya trauma," kata seorang pengungsi di Bukit Batabuah, Kecamatan Canduang, Meli (29), Senin.
Ia mengaku beruntung karena banjir lahar dingin pada Sabtu (11/5), ia bersama anak dan suami merasa takut untuk tidur disebabkan curah hujan tinggi sejak sore hari.
"Suami saya keluar rumah sebelum kejadian untuk melihat jembatan yang pada kejadian sebelumnya di April menjadi penyebab utama banjir, dan memang sudah tersumbat pohon," kata Meli.
Selanjutnya, ia bergegas keluar rumah dibawa sang suami yang memastikan tinggi air dan suara gemuruh bebatuan gunung yang meluncur ke pemukiman warga.
"Kami berhujan-hujan dengan beberapa warga lain, saya mengontrak rumah, isinya habis tidak bisa diselamatkan. Juga dua kendaraan hanyut dan rusak berat," kata Meli.
Ia mengaku takut dan melarikan diri setelah air surut ke rumah kerabat yang ada di kecamatan lain di Agam.
"Hingga detik ini saya trauma, masih terbayang derasnya air yang datang bagai bah. saya juga melihat langsung kabel di tiang listrik putus menimbulkan api," katanya.
Warga lainnya, Ririn (32) mengungkap hal yang sama tidak ingin kembali ke rumah yang berada di lokasi kejadian.
"Kami tidak ingin kembali ke rumah lagi, mungkin mencari kediaman di daerah aman. Anak-anak takut saat hujan turun," kata Riri.
Sementara itu, Camat Canduang, Syahrul Hamidi menegaskan pemerintah segera mengupayakan adanya pendampingan psikologis kepada warga yang menjadi korban.
"Segera dikoordinasikan dengan pihak terkait untuk pendampingan psikologis atau trauma healing. Kami membuka dan menerima bantuan dalam bentuk apapun di Posko Gabungan termasuk kepada Universitas atau lembaga yang mampu memberikan dampingan," kata Syahrul.
Ia menambahkan hingga saat ini jumlah pengungsi di Kecamatan Canduang 74 orang yang ditampung di SD 08 Kubang Duo, sementara puluhan lainnya memilih mengungsi ke rumah kerabat di daerah aman.
"Selama 14 hari sesuai Masa Tanggap Darurat pengungsi akan ditampung di Posko Pengungsian. Pemerintah bersama Tim Gabungan memaksimalkan seluruh kebutuhan," pungkasnya.
"Saya dan anak nyaris menjadi korban hanyut terbawa arus dan terhimpit batu. Beruntung cepat keluar rumah dan naik ke atap rumah tetangga. saya trauma," kata seorang pengungsi di Bukit Batabuah, Kecamatan Canduang, Meli (29), Senin.
Ia mengaku beruntung karena banjir lahar dingin pada Sabtu (11/5), ia bersama anak dan suami merasa takut untuk tidur disebabkan curah hujan tinggi sejak sore hari.
"Suami saya keluar rumah sebelum kejadian untuk melihat jembatan yang pada kejadian sebelumnya di April menjadi penyebab utama banjir, dan memang sudah tersumbat pohon," kata Meli.
Selanjutnya, ia bergegas keluar rumah dibawa sang suami yang memastikan tinggi air dan suara gemuruh bebatuan gunung yang meluncur ke pemukiman warga.
"Kami berhujan-hujan dengan beberapa warga lain, saya mengontrak rumah, isinya habis tidak bisa diselamatkan. Juga dua kendaraan hanyut dan rusak berat," kata Meli.
Ia mengaku takut dan melarikan diri setelah air surut ke rumah kerabat yang ada di kecamatan lain di Agam.
"Hingga detik ini saya trauma, masih terbayang derasnya air yang datang bagai bah. saya juga melihat langsung kabel di tiang listrik putus menimbulkan api," katanya.
Warga lainnya, Ririn (32) mengungkap hal yang sama tidak ingin kembali ke rumah yang berada di lokasi kejadian.
"Kami tidak ingin kembali ke rumah lagi, mungkin mencari kediaman di daerah aman. Anak-anak takut saat hujan turun," kata Riri.
Sementara itu, Camat Canduang, Syahrul Hamidi menegaskan pemerintah segera mengupayakan adanya pendampingan psikologis kepada warga yang menjadi korban.
"Segera dikoordinasikan dengan pihak terkait untuk pendampingan psikologis atau trauma healing. Kami membuka dan menerima bantuan dalam bentuk apapun di Posko Gabungan termasuk kepada Universitas atau lembaga yang mampu memberikan dampingan," kata Syahrul.
Ia menambahkan hingga saat ini jumlah pengungsi di Kecamatan Canduang 74 orang yang ditampung di SD 08 Kubang Duo, sementara puluhan lainnya memilih mengungsi ke rumah kerabat di daerah aman.
"Selama 14 hari sesuai Masa Tanggap Darurat pengungsi akan ditampung di Posko Pengungsian. Pemerintah bersama Tim Gabungan memaksimalkan seluruh kebutuhan," pungkasnya.