Sumbar bentuk gugus tugas untuk lindungi HAM pada sektor bisnis

id Kemenkumham Sumbar,Berita sumbar,Gubernur Mahyeldi

Sumbar bentuk gugus tugas untuk lindungi HAM pada sektor bisnis

Gubernur Sumbar Mahyeldi mengukuhkan gugus tugas di Padang, Kamis (15/2). ANTARA/FathulAbdi

Padang (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat (Sumbar) bersama dengan pemerintah provinsi setempat mengukuhkan pembentukan Gugus Tugas daerah Bisnis dan HAM periode 2023-2025 di Padang pada Kamis (15/2).

"Kehadiran gugus tugas ini bertujuan untuk mendorong upaya penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM dalam kegiatan bisnis," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sumbar Haris Sukamto usai pengukuhan.

Ia mengatakan gugus tugas tersebut diketuai langsung oleh Gubernur Sumbar Mahyeldi dan keanggotaannya terdiri atas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kanwil Kemenkumham Sumbar, dan mitra non pemerintah.

Selain itu Sekretariat gugus tugas berkedudukan di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Barat di Padang.

Haris menjelaskan lebih lanjut bahwa gugus tugas hadir untuk mengkoordinasikan dan menyelaraskan pelaksanaan Strategi Nasional (Stranas) Bisnis dan HAM sebagaimana termuat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2023.

"Gugus tugas nantinya akan melakukan pemantauan serta mengevaluasi pelaksanaan Stranas di tingkat daerah demi mewujudkan praktik bisnis yang memenuhi HAM, dan melaporkannya ke tingkat nasional," jelasnya.

Sementara itu Gubernur Mahyeldi mengatakan bahwa pemerintah provinsi berkomitmen untuk mewujudkan sektor bisnis yang bebas dari pelanggaran HAM.

Menurutnya pada satu sisi keberadaan pelaku usaha diperlukan untuk menggerakkan roda perekonomian karena mampu menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan kondisi kerja, meningkatkan kehidupan masyarakat, dan mengurangi kemiskinan.

Namun pada sisi lain kegiatan pelaku usaha itu juga dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat dan berisiko terjadinya pelanggaran HAM.

Seperti upah pekerja yang tidak sesuai ketentuan, jam kerja dan lembur yang melebihi waktu, pengabaian terhadap cuti pekerja,

larangan beribadah pada waktu jam kerja, diskriminasi dan pelibatan pekerja anak, dan bentuk lainnya.

Mahyeldi mengatakan relevansi antara bisnis dan HAM telah diwujudkan dalam sebuah kesepakatan dan komitmen dalam sebuah dokumen yang dikenal sebagai The Guiding Principles On Business and Human Rights selanjutnya disebut UNGPs (United Nations Guiding Principles).

Dengan adanya UNGPs maka negara-negara di dunia berkomitmen terhadap pengenalan dan tanggung jawabnya terhadap isu

bisnis dan HAM.

Pemerintah Indonesia kemudian turut

berusaha memperkenalkan UNGPs kepada masyarakat serta pelaku bisnis dimana pada tahun 2011 Indonesia secara resmi menerima UNGPs.

Ia mengatakan UNGPs sebagai dokumen pertama yang menyediakan standar global untuk mencegah dan mengatasi dampak risiko pelanggaran HAM yang muncul dari aktivitas bisnis akan dijadikan sebagai pijakan.

Dokumen UNGPs mempunyai tiga pilar kerangka kerja yaitu protect, respect, dan remedy, dimana pilar pertama ditujukan terhadap pemerintah agar melindungi individu dari pelanggaran HAM oleh pihak ketiga termasuk pelaku bisnis.

Pilar kedua ditujukan kepada Perusahaan yang diminta bertanggung jawab untuk menghormati HAM (the corporate responsibility to respect human rights) dengan menghindari, mengurangi atau mencegah dampak negatif dari operasional korporasi.

Sementara pilar ketiga ditujukan bagi masyarakat korban karena mereka harus mendapatkan akses pemulihan (access to remedy).

"Korban punya kebutuhan untuk memperluas akses mendapatkan pemulihan yang efektif, baik melalui mekanisme yudisial maupun non-yudisial," katanya. ***2***