Menjaga keagungan fungsi dan kedudukan perempuan Minangkabau

id Bundo Kandung

Menjaga keagungan fungsi dan kedudukan perempuan Minangkabau

Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, MP memberikan materi dalam Bimtek. (ANTARA/Dinas Kebudayaan Sumbar)

Padang (ANTARA) -

Perempuan dalam adat Minangkabau Sumatera Barat menurut Bundo Kanduang Sumatera Barat, Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, MP memiliki kedudukan dan fungsi yang tinggi, bersanding setara bak dua sisi mata uang dengan laki-laki sehingga isu feminisme global menjadi tidak relevan bagi perempuan Minangkabau.

Hak dan kewajiban perempuan Minangkabau berimbang dan seimbang dengan laki-laki. Dalam konsep “kak milik”, perempuan menjadi pemilik dari semua sako dan pusako kaum diwariskan menurut garis keturunan ibu sementara laki-laki mengatur pemakaian, pemanfaatan dan mempertahankannya.

Dalam manajemen keluarga suku atau kaum, bila dianalogikan sebagai sebuah perusahaan (PT), perempuan mempunyai kedudukan sebagai Mande Soko pemilik sako dan pusako (presiden komisaris) dan laki-laki sebagai mamak kepala kaum sebagai pelaksana (direksi).

Laki2 berada pada “basis hukum” dalam menentukan berbagai kebijakan, dan perempuan berada pada “basis moral” yang mengawal dan bertahan pada nilai-nilai, norma-norma, kepatutan dan kepantasan.

Siapa yang akan menjadi penghulu dalam kaumnya ditentukan oleh garis kekerabatannya yang bersuku ke ibu. Bila para penghulu tidak menjalankan fungsinya dengan baik, pertama kali yang akan menegurnya adalah perempuan (Mande Sako) di dalam kaum itu.

Perempuan juga lebih apresiatif dan sangat kondusif untuk meredam berbagai ketegangan yang terjadi antar anggota kaum. Perempuan harus memberi warna, arah dan pendidikan bagi semua anggota kaumnya. Dalam pola asuh bersama oleh keluarga ayah dan keluarga ibunya.

Peranan dan kedudukan perempuan tidak hanya dalam keluarga intinya, dia juga memberikan konstribusi yang nyata dan jelas bagi kaumnya. Perempuan tidak mungkin tercerabut dari kaum atau sukunya walau telah bersuami dengan siapapun.

Karena itu perempuan Minangkabau yang memahami konstelasi ini tidak memerlukan atau menuntut emansipasi, kesetaraan gender, karena sistem kekerabatan yang bersuku ke ibu pada hakekatnya telah memberikan kedudukan dan peran sudah melebihi dari apa yang diperlukan perempuan dalam kehidupan masyarakat modern.

Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi mengatakan sebagian tradisi yang berakar dari sejarah dan budaya Minangkabau saat ini sudah berada di penghujung pewaris. Untuk itu perlu upaya bersama untuk melindungi, memanfaatkan, mengembangkan dan membina dari setiap kekayaan adat dan budaya serta tradisi sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Upaya untuk menggerakkan seluruh pihak terkait agar peduli dan terlibat dalam pelestarian dan pengembangan adat dan budaya lokal sesuai dengan perkembangan zaman, perlu dilakukan berbagai pendekatan. Upaya pelestarian tidak cukup hanya dengan menggelar kegiatan-kegiatan kebudayaan secara reguler, namun juga diikuti dengan memberikan pemahaman tentang filosofi dan nilai dari keberadaan objek budaya yang dimiliki.

Peranan perempuan di Minangkabau adalah salah satu hal yang unik dalam kebudayaan di Nusantara. Perempuan ditempatkan dalam posisi yang cukup tinggi pada pengambil keputusan dalam Rumah Gadang di Minangkabau. Perempuan Minang disebut sebagai Bundo Kanduang, Limpapeh Rumah Nan Gadang, Nan Gadang Basa Batuah.

Arti ungkapan tersebut bermakna bahwa perempuan di Minangkabau adalah memilki kedudukan yang penting dalam kaum dan masyarakat. Inilah salah satu faktor yang mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kebudayaan melaksanakan kegiatan hari ini, agar pemahaman kita bersama terhadap peran wanita di Minangkabau tidak pudar dan bahkan bisa menghilang sehingga tidak terwariskan ke generasi penerus kita nantinya.

Sebagai lambang kehormatan dan kemuliaan, seorang perempuan di Minangkabau yang menjadi Bundo Kanduang tidak hanya menjadi hiasan dalam bentuk fisik saja tapi kepribadiannya sebagai perempuan. Kemudian ia harus memahami ketentuan adat yang berlaku, disamping tahu dengan malu dan sopan santun juga tahu dengan basa basi dan tahu cara berpakaian yang pantas.

Namun di era globalisasi sekarang ini, sedikit demi sedikit mulai menggerus nilai – nilai luhur perempuan sebagai tokoh sentral dalam kaum dan masyarakatnya. Perlu adanya tokoh yang mampu mengembalikan “keagungan“ fungsi perempuan di Minangkabau.

Pada tahun 2021, Sumatera Barat dibanggakan dengan ditetapkannya Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, MP sebagai Tokoh Masyarakat Adat oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Artinya, secara tidak langsung melalui beliau, Pada Pasal 18 b ayat (2) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ini berarti bahwa semua nilai-nilai tradisional yang hidup dan berkembang di seluruh wilayah Republik Indonesia, termasuk Sumatera Barat dihormati dan diakui oleh

Negara. Pasal ini diperkuat oleh Pasal 32, ayat (1) UndangUndang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai – nilai budayanya.

Terbaru juga telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat yang didalamnya disebutkan bahwa Provinsi Sumatera Barat memiliki karakteristik dalam hal adat dan budaya berdasarkan pada nilai falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Dengan demikian pemajuan kebudayaan berbasis Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dijamin pelaksanaanya oleh Negara Indonesia.

Kepala Dinas kebudayaan Sumbar, Syaifullah mengatakan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan juga telah ditegaskan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah mempunyai tugas yang besar dalam memajukan kebudayaan. Untuk memajukan Kebudayaan, diperlukan langkah strategis berupa upaya Pemajuan Kebudayaan melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam Kebudayaan.

"Tentu kita semua berharap melalui Pemajuan Kebudayaan menjadikan salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya terkhusus Sumatera Barat di tengah peradaban dunia. Apalagi adat istiadat yang merupakan salah satu bagian dari Objek Pemajuan Kebudayaan yang merupakan point penting dan tidak bisa ditawar dalam pelestarian kebudayaan di Minangkabau khususnya.

Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah Bimbingan Teknis Peningkatan Kapasitas Bundo Kanduang. Kegiatan ini akan dilaksanakan tiga hari yang dimulai dari Minggu/14 Mei 2023 dan berakhir pada Selasa/ 16 Mei 2023. Peserta merupakan para Bundo Kanduang dengan jumlah 60 (enam puluh) orang yang berasal dari Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Pasaman Barat.

Anggota DPRD Sumbar, Zulkenedi Said menyebut sebagai anggota DPRD ia merasa memiliki kewajiban untuk mendukung pemberdayaan perempuan di daerah itu. Ia menilai Bundo Kanduang memiliki posisi mulia dan punya tugas komprehensif.

Karena itu perlu upaya agar Bundo Kanduang salah satunya di Pasaman Barat dan Pasaman bisa memahami tugas dan fungsinya sebagai Bundo Kanduang. Selain itu sebagai perempuan di Minangkabau yang tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai islam, Bundo Kanduang juga harus memahami pedoman sikap hingga kebijakan dalam menjalankan tugasnya.

Ia menilai pemateri yang diundang mampu memberikan dasar-dasar dan pemahaman lebih dalam kepada Bundo Kandung yang mengikuti acara tersebut.*