Padang (ANTARA) - Sebanyak 145 ribu Kepala Keluarga (KK) yang mendapatkan manfaat dari program Perhutanan Sosial ikut membantu Polisi Hutan (Polhut) dalam menjaga dan mengawasi hutan dari pembalakan liar dan pengelolaan lahan tanpa izin.
"Kita sangat terbantu oleh masyarakat yang ikut dalam Perhutanan Sosial untuk mengawasi hutan karena personel kita memang tidak mencukupi," kata Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi usai memperingat HUT ke-56 Polhut di Padang, Rabu.
Ia mengatakan jumlah Polisi Hutan di Sumbar saat ini hanya 138 orang personel, termasuk 38 personil binaan BKSDA dan 24 personil binaan Taman Nasional Siberut. Jumlah ini tidak cukup untuk mengawasi 2,3 juta hektare hutan Sumbar.
“Meski kekuatan personel belum cukup, tapi sesuai arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), kita tidak mengeluh dan menyerah. Kita tingkatkan kapasitas kesamaptaan, keahlian dan kerja bersama seluruh pihak. Kita juga gunakan teknologi mengatasi kekurangan personil. Ditambah lagi dengan peran masyarakat dalam Perhutanan Sosial," katanya.
Lebih lanjut, Yozarwardi mengungkapkan, 2,3 juta hektare kawasan hutan di Sumbar itu terbagi atas hutan lindung dan hutan produksi yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Sumbar.
Kemudian ada kawasan taman nasional dan suaka marga satwa serta cagar alam yang dikelola oleh UPT Kementerian LHK. Yakni, BKSDA, Taman Nasional Siberut dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Saat ini dari total 2,3 juta hektare hutan itu 242 ribu hektare diantaranya telah masuk skema kawasan perhutanan sosial, dengan masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang mengelolanya mencapai 145 ribu KK.
“Dengan melibatkan masyarakat pada perhutanan sosial di kawasan hutan lindung dan hutan produksi ini cukup membantu. Secara bertahap kerusakan hutan yang disebabkan manusia mulai berkurang,” terangnya.
Selain perhutanan sosial, di UPT Kementerian LHK juga ada kemitraan konservasi seluas 1.400 hektar. Melalui kemitraan konservasi ini, mereka yang berada di kawasan konservasi jika menanam durian jengkol dan petai tanaman bernilai ekonomi lainnya, secara kebijakan nasional, keberadaan mereka tidak diusir lagi.
“Tapi syaratnya tidak boleh lahannya diperluas. Mereka memanfaatkan melalui skema kemitraan konservasi dan juga mitra kerja untuk melestarikan dan menjaga hutan,” terangnya.
Yozarwardi mengakui, hingga akhir tahun 2022 ini masih terdapat sejumlah kasus pengrusakan kawasan hutan. Kasus ini butuh penanganan penegakan hukum, karena upaya pre-emtif, preventif dan sosialisasi yang sudah dilakukan tidak mampu mencegah pelanggaran hukum yang dilakukan.
“Jadi apabila kesempatan pertama dengan sosialisasi ternyata bisa berubah dan tidak melanjutkan upaya pelanggaran pengrusakan hutan, maka kita lakukan tindakan koperatif, dengan meminta memulihkan kondisi kawasan hutan. Jika tidak ada jalan lain, maka akan dilakukan penindakan hukum,” terangnya.
Di Sumbar menurutnya, ada beberapa kasus dilakukan penegakan hukum. Yakni, kasus dugaan membuat perkebunan di kawasan hutan, kasus perambahan hutan dan menggunakan alat yang diduga merusak hutan. Juga ada kasus tanaman dan satwa liar.
Yozarwardi mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang menangani dua kasus pelanggaran kawasan hutan. “Satu kasus berkasnya sudah lengkap (P21) satu lagi sedang proses. Ada tiga tersangka,” terangnya.
Secara keseluruhan, tahun 2022 ini selain dua kasus yang ditangani Dinas Kehutanan Sumbar, juga ada 12 kasus pelanggaran kawasan hutan di BKSDA, 1 kasus lagi di Taman Nasional.
“Kasus-kasus yang ditangani berupa kasus pemungutan hasil hutan bukan kayu secara ilegal di taman nasional kawasan konservasi,” terangnya.
Dengan adanya kasus ini, Yozarwardi mengingatkan, siapapun kalau kalau ingin ambil hasil hutan bukan kayu di kawasan konservasi, agar konsultasikan dengan pengelola taman nasional. Nanti mereka yang sudah konsultasi akan dipandu melalui kemitraan masing masing.(**)