Berbicara tentang ANTARA dan masa depan Kantor Berita Nasional

id LKBN ANTARA,antaranews,kantor berita Indonesia,HUT ANTARA,lembaga kantor berita nasional,BUMN

Berbicara tentang ANTARA dan masa depan Kantor Berita Nasional

Gedung Antara Heritage Center di Pasar Baru, Jakarta Pusat. (ANTARA/Sugiharto Purnama) (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Jakarta (ANTARA) - Lebih dari 8 dekade membersamai bangsa ini bahkan dari sebelum Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan, menjadikan ANTARA lebih dari sekadar saksi sejarah, namun pelaku.

Selama 87 tahun membentangkan layar mengarungi kehidupan seiring dinamika yang terjadi dalam memasok kebutuhan vital bangsa ini akan informasi dan narasi yang mencerahkan.

Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA memiliki peran strategis sebagai penghubung informasi yang mengalir dari Sabang hingga Merauke.

Berdiri pada 1937, ANTARA telah melampaui fungsi jurnalistik murni. Ia menjadi agen integrasi sosial, penyalur ideologi pembangunan, dan penjaga identitas bangsa di tengah arus globalisasi yang deras.

Namun, di tengah perubahan teknologi dan dinamika geopolitik, muncul pertanyaan penting tentang bagaimana ANTARA dapat tetap relevan dan berdaya guna dalam membangun narasi kebangsaan di era digital ini?

Peran ANTARA selama ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan Indonesia. Di masa penjajahan, ANTARA adalah saluran informasi perlawanan yang menumbuhkan kesadaran nasional.

Setelah kemerdekaan, ANTARA menjadi pusat informasi resmi pemerintah yang membantu menyampaikan kebijakan kepada rakyat dan memproyeksikan citra Indonesia ke dunia internasional.

Seiring perjalanan waktu, ANTARA tidak hanya melayani kebutuhan domestik, tetapi juga bertindak sebagai perwakilan Indonesia di arena global, menyuarakan sudut pandang negara berkembang di tengah dominasi kantor berita besar dunia. Hal ini memberikan legitimasi dan kredibilitas yang kuat bagi ANTARA sebagai lembaga komunikasi strategis.

Namun, di era digital yang serba cepat ini, tantangan yang dihadapi ANTARA semakin kompleks.

Perubahan pola konsumsi media masyarakat, kemunculan media sosial, dan berita yang bergerak dalam hitungan detik menuntut ANTARA untuk beradaptasi secara cepat.

Sementara kantor berita global seperti Reuters, AFP, dan Associated Press terus memperbarui infrastruktur digital mereka, ANTARA seringkali terlihat gagap dalam memanfaatkan peluang teknologi untuk menjangkau audiens yang lebih luas, terutama generasi muda.

ANTARA harus segera mengatasi tantangan ini jika ingin tetap relevan di tengah disrupsi informasi.

Posisi unik

Sebagaimana namanya, posisi ANTARA sejak dahulu memang unik, yakni di antara, tidak di kanan tidak di kiri. Posisi unik ini juga bukan berarti ANTARA tak bersikap namun sikapnya adalah untuk berada di antara, begitupun secara kelembagaan.

Di satu sisi, hal itu menguntungkan ANTARA karena ia dianggap sebagai pihak yang netral dalam berbagai kesempatan. Namun di saat yang sama menjadi kurang menguntungkan jika ditilik dari sisi kelembagaan.

Sehingga salah satu persoalan utama yang harus dijawab saat ini adalah bagaimana ANTARA dapat mempertahankan posisi uniknya sebagai kantor berita nasional di tengah persaingan media global yang semakin ketat.

Di sisi lain, pemerintah juga perlu memahami bahwa peran ANTARA bukan sekadar sebagai penyedia berita. ANTARA harus diposisikan sebagai lembaga strategis yang bertugas memitigasi dampak disinformasi dan menyatukan narasi kebangsaan di era post-truth. Untuk itu, kebijakan yang mendukung revitalisasi peran dan fungsi ANTARA perlu dirumuskan secara visioner.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperkuat infrastruktur digital Antara. Misalnya Pemerintah dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) perlu menjadikan ANTARA sebagai laboratorium pengembangan teknologi informasi media.

Hal ini mencakup investasi dalam teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis tren berita, memperluas jaringan satelit untuk distribusi informasi ke daerah terpencil, dan membangun aplikasi berita interaktif yang mudah diakses. Dengan demikian, ANTARA dapat bersaing secara teknologi dengan kantor berita internasional.

ANTARA juga harus mampu memanfaatkan data besar (big data) untuk memahami kebutuhan audiensnya secara lebih spesifik. Dengan menggunakan analisis data, ANTARA dapat mengidentifikasi preferensi informasi masyarakat, sehingga konten yang dihasilkan lebih relevan dan menarik.

Misalnya, berita yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup atau pengembangan desa-desa adat mungkin lebih menarik bagi masyarakat tertentu dibandingkan berita ekonomi makro. Dengan pendekatan ini, ANTARA dapat menjadi lebih inklusif dan dekat dengan masyarakat.

ANTARA juga harus menjadi agen diplomasi publik Indonesia. Dalam konteks geopolitik yang semakin kompleks, peran kantor berita nasional tidak hanya sebagai penyedia informasi, tetapi juga sebagai alat diplomasi lunak (soft power).

Di sisi lain, ANTARA harus mampu memproduksi konten berita dalam berbagai bahasa asing yang dapat menjelaskan posisi Indonesia dalam isu-isu global seperti perubahan iklim, kerja sama ASEAN, dan konflik Laut Tiongkok Selatan.

Ini dapat meningkatkan pengaruh Indonesia di tingkat internasional dan memperbaiki citra bangsa di mata dunia.

Sementara itu, reformasi kelembagaan harus dilakukan untuk memastikan ANTARA tetap independen dan profesional.

Meskipun terafiliasi atau memiliki hubungan dengan pemerintah, ANTARA harus menjaga jarak yang cukup agar tetap kredibel di mata masyarakat dan menjunjung prinsip-prinsip kebenaran universal sebagaimana pedoman jurnalistiknya.

Salah satu langkah yang bisa diambil di antaranya dengan membentuk dewan pengawas independen yang terdiri dari akademisi, praktisi media, dan perwakilan masyarakat sipil. Dewan ini akan memastikan bahwa ANTARA tetap menjalankan tugasnya dengan integritas dan objektivitas.

ANTARA perlu mengembangkan program literasi media untuk masyarakat. Dalam konteks perang informasi yang semakin intens, ANTARA bisa mengambil peran sebagai pembimbing masyarakat untuk memahami cara memilah informasi yang benar dan menghindari hoaks.

Program ini dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi, komunitas lokal, dan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.

Ke depan, ANTARA harus melihat dirinya sebagai lebih dari sekadar kantor berita. Ia adalah penjaga narasi bangsa yang bertugas memastikan bahwa suara Indonesia didengar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Untuk itu, inovasi harus menjadi kata kunci. Dengan memanfaatkan teknologi, memperkuat diplomasi publik, dan tetap berpegang pada prinsip independensi, ANTARA dapat menjawab tantangan zaman dan tetap menjadi aset strategis bangsa.

Rekomendasi ini tidak hanya bersifat implementatif, tetapi juga membuka wacana baru tentang bagaimana sebuah kantor berita nasional dapat menjadi lebih relevan di era digital.

Pemerintah, melalui BRIN dan lembaga terkait lainnya, perlu memberikan dukungan penuh untuk mendorong transformasi ANTARA menjadi lembaga modern yang tidak hanya bertahan di tengah perubahan, tetapi juga memimpin dalam membentuk masa depan ekosistem informasi Indonesia.

Dengan demikian, ANTARA tidak hanya menjadi saksi perjalanan bangsa, tetapi juga penggerak utama dalam menyatukan visi dan langkah menuju Indonesia yang lebih maju.

Dirgahayu ANTARA!

*Penulis adalah peneliti di BRIN.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Berbicara tentang ANTARA dan masa depan Kantor Berita Nasional