Bukittinggi (ANTARA) - Kota Bukittinggi, Sumatera Barat saat ini menjadi perhatian publik Minangkabau terkait hangatnya situasi politik dan perbedaan pandangan tentang rencana pembangunan di Kota Wisata itu.
Terkini, program Minangkabau Night Market dengan pendirian kanopi jenis awning di dalamnya, mendapat penolakan dari beberapa pihak serta belum adanya kesatuan mufakat antara pedagang, pemilik ruko Jalan Minangkabau, bahkan DPRD dan Pemkot Bukittinggi.
Proyek itu beberapa kali dimulai pengerjaannya, dan sebanyak itu pula terhenti karena adanya sikap penolakan tegas dari pemilik ruko.
Pengamat Politik dan Peneliti Polstra Institute, Dr. Hardi Putra Wirman, MA mengatakan proyek pendirian awning memiliki sangkutan politik 2024 terkait elaktabilitas Wako Bukittinggi saat ini, Erman Safar.
"Terkait Awning, ini adalah proyek prestisius yang digarap Erman Safar, tentu ini menjadi tolok ukur juga bagi masyarakat, kalau proyek ini berhasil, tentu elektabilitas Erman akan naik dan modal untuk maju dalam Pilkada 2024 semakin kuat," kata Hardi di Bukittinggi, Sabtu.
Sebaliknya, menurutnya Erman Safar bisa disebut gagal jika tidak mampu menuntaskan pekerjaannya.
"Akan tetapi kalau gagal atau mangkrak, tentu masyarakat akan menilai Erman sebagai Wali Kota yang gagal dalam menuntaskan pekerjaannya karena ekspektasi yang tinggi terhadap program-programnya tidak dapat dia realisasikan," ujarnya.
Untuk pentas politik 2024, pengamat politik yang juga pengajar di UIN Bukittinggi itu menyebut peluang Erman Safar masih terbuka sangat besar.
"Peluang Erman di Pilkada 2024, sangat besar karena sebagai incumbent atau petahana yang tentunya memiliki modal politik yang kuat, kekuatan personalitas, jaringan sosial, partai pendukung, finansial dan kekuatan birokrasi, modal politik ini harus bisa dikelola dengan baik sehingga peluang untuk menang di 2024 bisa terjaga," kata dia.
Namun ia mengingatkan bahwa tidak pernah ada pemimpin yang bisa terpilih dua kali sejak pemilihan langsung diberlakukan.
"Pengalaman Pilkada Bukittinggi dalam dua kali pemilihan, belum ada incumbent yang bisa menang dan memimpin dua periode, tentu ini menjadi tantangan bagi Erman untuk bisa mematahkan kondisi tersebut," ujarnya.
Hardi Putra juga menyoroti peluang calon pemimpin daerah selain Erman Safar, peluang besar lainnya ada pada sosok mantan Wali Kota sebelumnya, Ramlan Nurmatias.
"Capaian dari Erman Safar hari ini juga karena kinerja Ramlan pada periode sebelumnya, artinya Ramlan dalam memimpin Bukittinggi cukup berhasil, pada masa itu," katanya.
Menurutnya, sebagai birokrat ditambah kedudukannya saat ini sebagai Ketua Partai Demokrat Bukittinggi, Ramlan Nurmatias harus banyak tampil di hadapan publik meskipun belum menyatakan diri maju sebagai Calon Wali Kota di 2024.
"Sebagai orang yang sangat berpengalaman di birokrat, Ramlan setidaknya bisa mengkritisi celah-celah kebijakan Erman Safar yang dinilai kurang pas, kemudian Ramlan harus banyak tampil di publik dengan gagasan yang inovatif dan visoner sehingga publik kembali menaruh harapan padanya untuk perbaikan Bukittinggi ke depan," pungkasnya.*