Padang (ANTARA) - Jikalau saja impian saya menjadi kenyataan (baca: Duduak Basamo, Cagub-Cawagub Formulasikan Tuah Sakato Sumatera Barat/ sumbar.antaranews.com), tentunya komunikasi politik yang dibangun Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatra Barat terpilih, Mahyeldi – Audy, dalam 100 hari kerjanya tidak lagi berkutat dalam marketing politik yang memasarkan berbagai ide dan program kerja, membangun kepercayaan masyarakat, serta mengemas merek politik. Akan tetapi, sudah terfokus pada akselerasi public relations politik untuk kepentingan pembangunan Sumatra Barat.
Kenapa public relations politik tetap penting untuk dilakukan walaupun bukan di masa-masa Pilkada? Kalau di saat Pilkada, membangun hubungan baik dengan banyak pihak memang sudah seharusnya dilakukan para kandidat dan partai politik untuk meraup suara. Dan ketika perhelatan Pilkada usai, public relations politik menjadi salah satu instrumen persuasi dalam mensukseskan program-program politik pemerintah.
Public relations politik sebagai langkah strategis yang paling realistis sebagai solusi atas keterbatasan APBD Sumatra Barat. Dan menjadi pertaruhan reputasi Mahyeldi – Audy dalam membangun Sumatra Barat dengan masa jabatan yang cukup singkat, kurang dari empat tahun (2021-2024), terhitung sejak dilantik Presiden Jokowi 22 Februari lalu.
Relasi khusus, adalah istilah yang digunakan Asrinaldi A, Plt Ketua Program Doktor Studi Kebijakan Universitas Andalas dalam tulisannya yang berjudul “Peran Wakil Rakyat dalam Pembangunan Sumbar”, yang dimuat di portal media online padangkita.com. Pada tulisan tersebut, Asrinaldi mengupas dengan bernas bahwa pembangunan Sumatra Barat membutuhkan “relasi khusus” dengan pemerintah pusat terutama dengan pihak kementerian. Dengan cara fasilitasi dari anggota DPR RI dalam memaksimalkan sumber keuangan dari Transfer ke Daerah (TKD) dan Dana Desa, khususnya pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID).
Seperti, inisiatif yang telah dilakukan anggota DPR RI Andre Rosiade. Dengan melibatkan kepala daerah Kab/Kota di Sumatra Barat untuk mendapatkan dukungan dari kementerian dalam melaksanakan pembangunan. Dengan kata lain, urusan konkuren kementerian dapat dilaksanakan di Sumatra Barat. Tidak sampai disitu saja, bahkan Andre juga melakukan pendekatan sehingga bisa meyakinkan menteri untuk mengunjungi Sumatra Barat dan bersedia membantu pelaksanaan pembangunan. Bahkan, “relasi khusus” yang dilakukan Andre juga menjangkau BUMN.
Inilah salah satu bentuk public relations politik yang harus dikanalisasi Mahyeldi – Audy. Tentunya, bukan hanya dengan Andre saja, tetapi juga bersama 13 orang anggota DPR RI dan 4 orang anggota DPD RI lainnya yang berasal dari Sumatra Barat. Disinilah aktivitas public relations politik sebagai roadmap image and reputation building Provinsi Sumatra Barat di kancah nasional.
Aktivitas public relations politik ini akan menjadi sebuah gebrakan sebagai wujud dari sinergitas dan harmonisasi tokoh-tokoh politik Sumatra Barat yang lebih mengedepan kepentingan Sumatra Barat daripada kepentingan politik praktis. Apalagi, semasa kampanye, Mahyeldi – Audy selalu mengadang-gadangkan motto Basamo Membangun Sumbar Madani.
Memaksimalkan aktivitas public relations politik untuk kepentingan percepatan pembangunan Sumatra Barat tentunya tidak hanya dengan tokoh politik saja, tetapi juga dengan seluruh pihak. Karena public relations politik merupakan proses manajemen dimana organisasi atau aktor politik, melalui komunikasi dan tindakannya berusaha untuk mempengaruhi dan membangun, dan memelihara hubungan dengan publik yang signifikan dalam membangun reputasi yang menguntungkan.
Dan satu hal lagi, public relations Politik pasca Pilkada merupakan integrasi berbagai strategi komunikasi dalam menumbuhkan sense of belonging dan memelihara hubungan dengan seluruh pihak untuk mendapatkan dukungan dalam percepatan pembangunan.
Penulis: Ulil Amri Abdi (Penggiat Public Relations)