ASN, Buzzer Pemerintah*

id Ulil Amri

ASN, Buzzer Pemerintah*

Ulil Amri Abdi, PNS Kota Padang (Istimewa) (Istimewa/)

Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2017 menunjukkan pertumbuhan pengguna internet di Indonesia terus mengalami peningkatan. Di tahun 2017, pengguna internet telah mencapai angka 143,26 juta orang. Dengan penetrasi layanan yang diakses, "chatting" 89,35%, sosial media 87,13%, dan "search engine" 74,84%.

Selebihnya, layanan internet digunakan untuk jual-beli, e-mail, perbankan, dan lainnya. Dengan dasar “berhak untuk tahu” dan “berhak untuk memberi tahu”, komunikasi warganet (netizen) membanjiri informasi dalam jaringan (online). Ada yang berbentuk citizen journalism, sumber informasi alternatif, sharing, marketing, propaganda, post-truth, post-fact, hoax, fake news, dan hate speech.

Dari sisi pemerintahan, pelayanan komunikasi dan informasi publik secara online juga dilakukan untuk kemudahan akses pelayanan dan kecepatan penyebaran informasi publik. Untuk mengikuti arus “tsunami” informasi yang memenuhi media online dan social media seperti saat ini, tugas pelayanan komunikasi dan informasi publik tidak lagi bertumpu pada ASN atau unit kerja di bidang Government Public Relations (Humas Pemerintah) saja, tetapi juga melekat pada semua ASN dan seluruh unit kerja pemerintah.

Karena, setiap unit kerja pemerintah dipastikan melakukan pelayanan komunikasi dan informasi publik secara online, baik itu untuk publik internal maupun publik eksternal.

Sejatinya, setiap ASN merupakan Humas Pemerintah, karena pada diri ASN melekat image dan reputasi pemerintah. Dengan demikian, ASN turut bertanggung jawab menjaga image dan reputasi pemerintah.

Sebagai Humas Pemerintah, disamping memenuhi kebutuhan publik akan informasi, salah satu cara ASN menjaga image dan reputasi pemerintah dengan memberikan pelayanan komunikasi dan informasi publik di media online (social media, portal berita, dan media komunikasi yang berbasis internet), terutama mengenai program kerja serta tugas pokok dan fungsi unit kerjanya.

Selain itu, ASN juga harus mampu memberikan pelayanan komunikasi dan informasi publik mengenai program pemerintah secara umum serta program kerja yang berada di salah satu unit kerja pemerintah.

Contohnya saja, ketika seorang teman, kerabat atau tetangga bertanya langsung kepada seorang ASN, atau memberikan kritikan di sosial media tentang pelayanan KTP elektronik, tempat pembuangan sampah sementara, atau lampu penerangan jalan, ASN tersebut harus bisa memberikan jawaban dan penjelasan atas pertanyaan dan kritikan itu. Walaupun bukan menjadi tanggung jawab unit kerja tempat ASN bekerja.

Untuk mengetahui semua hal tentang program kerja, kebijakan pemerintah dan informasi-informasi mengenai pelayanan masyarakat, ASN selayaknya proaktif dalam mengelola komunikasi dan menyebarluaskan informasi.

Tentunya, bisa diawali dengan sharing informasi antar ASN atau antar unit kerja. Bisa melalui social media (seperti WhatsApp Group, Facebook), surat, dan e-mail. Selanjutnya, ASN menyebarluaskan informasi tersebut kepada masyarakat, baik secara langsung maupun melalui social media atau media dalam jaringan (online) yang ia miliki dan yang dimiliki unit kerjanya.

Perlunya ASN mengelola komunikasi dan informasi secara masif atau sebagai penyebar informasi (buzzer) pemerintah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi, baik yang berkaitan dengan program kerja ataupun kebijakan pemerintah.

Dan tak kalah pentingnya, buzzer sangat diperlukan untuk menjawab dan “membasmi” hoax, fake news, dan hate speech yang ditujukan netizen kepada pemerintah. Sehingga, dengan komunikasi dan informasi yang dibangun buzzer tersebut melahirkan trust di masyarakat.

Dengan sendirinya, image serta reputasi pemerintah akan tetap terjaga, dan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan bisa berjalan dengan baik.

Profesor Ilmu Komunikasi FISIP UI, Ibnu Hamad, pada Diklat Fungsional Pranata Humas yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika beberapa waktu lalu di Jakarta, mengatakan, prinsip dalam kerangka kerja open government harus memiliki transparansi, partisipasi dan kolaborasi.

Hal itu juga berlaku dalam pengelolaan komunikasi dan informasi publik. Poin utama dalam pengelolaan komunikasi dan informasi publik adalah “Content is King, but distribution is King Kong”. Artinya, ASN harus mampu memproduksi content (komunikasi dan informasi) yang benar-benar diperlukan masyarakat atau mengolah content yang tengah menjadi isu di masyarakat. Tentunya, content tersebut harus didistribusikan.

Tanpa sharing atau distribusi (viral), content yang tadinya “King” tidak akan pernah menjadi “King Kong” atau tidak akan memenuhi kebutuhan dan memberikan jawaban di masyarakat.

Melekatnya image dan reputasi pemerintah pada ASN, menjadikan ASN untuk lebih mapan dalam memproduksi, mengolah dan menyebarluaskan sebuah content sebagai bentuk pelayanan komunikasi dan informasi publik. Jangan sampai ASN ikut terlibat sebagai dalang dalam memproduksi dan menyebarkan content yang mengandung post-truth ataupun post-fact. Begitulah ASN Millennial bekerja. (*)

*Ulil Amri Abdi, analis publikasi – Bagian Humas Setda Kota Padang