Jakarta, (Antara) - Kelompok Pecinta Bacaan Anak menyatakan bahwa jumlah dan jenis buku bacaan untuk anak berkebutuhan khusus di Indonesia masih belum memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. "Buku-buku bacaan untuk anak berkebutuhan khusus di Indonesia belum mendapat perhatian. Sebenarnya tidak bisa buku bacaan untuk anak berkebutuhan khusus di campur atau disamakan begitu saja dengan buku bacaan anak pada umumnya," kata Ketua KPBA Murti Bunanta di Jakarta, Rabu. Dia menjelaskan bahwa buku bacaan untuk anak berkebutuhan khusus, seperti anak dengan autisme dan anak "down syndrome" sangat perlu dilengkapi dengan gambar ilustrasi atau foto. Selain itu, kata dia, "layout" (rancangan dan susunan) dari huruf dan tulisan dalam buku bacaan untuk anak berkebutuhsn khusus pun harus dibuat berbeda. "Misalnya, untuk anak tuna netra seharusnya tidak hanya dengan huruf braille, tetapi juga perlu dilengkapi dengan gambar bertekstur yang dapat diraba atau ornamen, seperti bulu dan kancing, sehingga anak tuna netra pun dapat merasakan ketika membaca," jelasnya. "Sementara untuk anak "down syndrome", buku bacaan itu harus banyak menampilkan gambar atau foto," kata Murti menambahkan. Namun, dia mengatakan yang masih menjadi masalah sampai sekarang adalah masih banyak penulis yang belum menganggap buku bacaan untuk anak berkebutuhan khusus sebagai suatu hal yang penting dan memang diperlukan. Oleh karena itu, dia mengajak para penulis dan pendongeng untuk lebih memberi perhatian bagi penyediaan dan penyampaian buku bacaan untuk anak berkebutuhan khusus. Menurut dia, dua tahun lalu, KPBA pernah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendatangkan seorang ahli sastra anak berkebutuhan khusus dari Norwegia. "Pada kesempatan itu, kami mengundang 110 sekolah untuk diberikan pelatihan mengenai cara menulis dan menggunakan buku bacaan untuk anak berkebutuhan khusus," katanya. Murti berharap pemerintah dan masyarakat dapat ikut mendukung upaya KPBA dalam mempromosikan pentingnya bacaan anak di Indonesia. Selanjutnya, dia menyampaikan bahwa cara penyampaian bacaan atau cara mendongeng untuk anak berkebutuhan khusus pun berbeda dengan membaca dan mendongeng untuk anak biasa. "Biasanya kalau untuk anak dengan autisme, kita harus menggunakan "repetisi" (pengulangan,red) karena dengan repetisi biasanya mereka bisa mengerti. Namun, kita tidak dapat memaksa mereka untuk duduk diam mendengarkan," ujarnya. Jadi, hal yang paling penting adalah mendekati sang anak dan tidak memaksa anak dengan autisme untuk berkonsentrasi penuh mendengarkan maka interaksi pun akan terjadi dengan sendirinya, kata Murti. KPBA merupakan organisasi nirlaba yang peduli terhadap perkembangan kualitas bacaan atau sastra anak di Indonesia yang berdiri sejak 25 tahun lalu. KPBA seringkali menyelenggarakan acara-acara yang bertujuan meningkatkan mutu bacaan anak dan minat baca, seperti festival mendongeng, lokakarya untuk penulisan buku anak, serta kerja sama internasional dalam penerbitan buku anak Indonesia. (*/jno)
Buku Anak Berkebutuhan Khusus Belum Memadai
Ilustrasi. (Antara)
