Padang (ANTARA) - Tidak aneh rasanya kalau perjuangan Syaikh Sulaiman Ar-rasuli yang dipanggil Inyiak Canduang menjadi teladan bagi warga Sumatera Barat karena jasa-jasanyayang masih dirasakan warga Sumbar. Pertama, beliau berhasil mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah atau yang kita kenal sekarang dengan Perti.
Kedua, ia termasuk ulama Sumbar yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur konstituante dalam mengamendemen UUD 1945, yang ketika jadi ketua sidang pertama dari Ormas Perti. Selain itu, Inyiak Canduang merupakan murid dari syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabau yang bermazhab Syafii, setelah belajar dari Syaikh Ahmad Khatib di Mekkah, inyiak pun juga menganut mazhab Syafii.
Kembali ke Indonesia, Inyiak Canduang mulai menyebarkan dakwah di Minangkabau. Sesuai namanya dan tanah kelahirannya dengan merintis pesantren yang bernama Perti. Banyak murid-murid yang ingin belajar kepada inyiak yang kemudian mulai tersebar dan bertambah luas pengaruh Inyiak Canduang di Agam. Lalu, menyebar ke Padang Panjang, Padang dan beberapa tempat lainnya. Inyiak sendiri berjuang melalui gagasan, ide dan pemikiran yang dituangkan melalui dakwah kepada umat agar umat kembali kepada Al Quran dan Sunnah dengan penyampaian yang lembut dan hikmah.
Dulunya, Perti merupakan partai politik yang menjadikan Islam sebagai landasan dalam berpolitik yang pihak Jepang sendiri tidak menyukai dan Jepang terus mencoba untuk membubarkan namun inyiak tetap berjuang mempertahankan Perti dengan berbagai tekanan dari tentara jepang ketika itu.
Sebenarnya, ada beberapa tokoh nasional ketika dulu sama-sama menimba ilmu di Mekkah dengan Inyiak Canduang. Seperti, Kyai Ahmad Dahlan, Kyai Hasyim Asy`ari dan tokoh-tokoh minang seperti, syaikh Jamil Jaho, Inyiak Parabek dan Syaikh Abbas Ladang Laweh. Mereka itu merupakan teman satu angkatan ketika belajar di Mekkah dengan Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.
Mazhab Syafii
Selama menuntut ilmu di Mekkah, yang mayoritas ketika itu bermazhab syafii, juga gurunya syaikh ahmad khatib bermazhab syafii ditambah peran dan bimbingan guru juga menjadi imam Masjidil Haram menjadikan semua ilmu yang didapatkan tertanam kuat dihati dan pikirian inyiak.
Hal itu terbukti ketika dalam berdakwah Inyiak Canduang sering kali kadang bahkan tetap bersikeras mempertahankan beberapa pendapat soal keagamaan bahwa, dalam shalat tarawih dan witir harus dikerjakan sebanyak 23 rakaat. Juga, dalam melihat hilal penentuan awal puasa harus berdasarkan pada rukyatul hilal, yaitu dilakukan pengamatan secara langsung yang jika nampak bulan sabit telah jatuh bulan puasa pada malamnya. Dalam hal shalat, ketika membaca Alfatihah maka bacaan bismillah harus dikeraskan atau dijaharkan. Dalam hal pembayaran zakat fitrah dengan menggunakan makanan langsung berupa beras, makanan pokok, gandum dan sejenisnya, tidak boleh menggunakan uang bahkan haram hukumnya.
Selain itu, inyiak juga mengkritik keras sebuah buku tentang pengajaran Tarekat Naqsyabandiyah yang telah melenceng dari ajaran Islam itu sendiri. Buku yang berjudul Tabligh Al-amanat Fi izalah Al-munkarat wa Asy-Syubuhat berisi tentang kekeliruan-kekeliruan tarekat Naqsyabandiyah dalam hal aqidah berupa keyakinan mereka bahwa Allah itu ada dimana-mana, Allah itu menyatu dengan manusia. Hal ini dibantah tegas oleh inyiak bahkan telah jatuh dalam kesesatan yang nyata yang bisa-bisa individunya keluar dari Islam.
Walaupun mayoritas orang Indonesia bermazhab Syafii tapi dalam pengamalan terkadang melenceng dari mazhab syafii itu sendiri. Maka, jika menggali lebih dalam, kita bisa belajar dan membaca buku-buku Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli.
Pahlawan Nasional
Ada banyak tokoh-tokoh Minang yang memiliki pengaruh, jasa dan pengorbanan bagi kemerdekaan Indonesia, namun perlu menjadi perhatian bahwa memperjuangkan menjadi pahlawan nasional yang diakui oleh Presiden tidak mudah.
Sebelumnya, penulis juga pernah menulis biografi kehidupan Chatib Sulaiman yang diterbitkan Padang Ekspres 21 Januari 2019 di Opini. Yang sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh yang sudah seharusnya mendapat pengakuan dari negara semisal, Chatib Sulaiman, Rohana Kudus, Inyiak Canduang, Inyiak Parabek, Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Usmar Ismail, Abdul Muis dan sederet tokoh lain yang berjasa dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan Sumatera Barat.
Untuk itu, mari meneladani nilai-nilai perjuangan tokoh-tokoh minang seperti Inyiak Canduang dalam menyebar luaskan Islam di tanah Minang melalui memaknai sejarah yang telah ditorehkan, membangkitkan kembali semangat pemuda dalam mengisi waktu untuk hal-hal yang bermanfaat, membangun peradaban dengan menanamkan nilai-nilai luhur tokoh dengan patriotism yang tinggi sehingga pemikiran, gagasan dan ide-ide para tokoh menjadi teladan bagi generasi muda. Karena semangat Inyiak canduang telah kita rasakan dampaknya bagi perkembangan Islam di Minangkabau.
Penulis merupakan mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Universitas Andalas, Padang/Asisten Peneliti Dr. Bob Alfiandi, M.Si