Washington (ANTARA) - Otoritas Washington DC pada Rabu meminta pengunjuk rasa dalam aksi protes yang menentang kebrutalan polisi dan rasisme sistematis agar melakukan tes COVID-19.
Distrik federal bergabung dengan sejumlah daerah lainnya, termasuk Boston, Dallas dan Negara Bagian New York, meminta pengunjuk rasa untuk dilakukan tes, usai ribuan orang membanjiri aksi turun ke jalan di tengah pandemi COVID-19, yang telah menginfeksi hampir 2 juta orang Amerika dan menelan sekitar 112.000 korban jiwa.
"Jika anda khawatir anda terpapar saat berada di komunitas atau keluar di salah satu demonstrasi, kami meminta anda untuk melakukan tes ... antara tiga sampai lima hari," kata wali kota distrik federal, Muriel Bowser kepada wartawan.
Distrik tersebut mendorong pengunjuk rasa untuk memantau diri mereka sendiri terkait tanda dan gejala penyakit pernapasan. Otoritas juga meminta pengunjuk rasa untuk bekerja dari rumah, jika memungkinkan, selama 14 hari dan membatasi mobilitas meski pejabat kesehatan DC LaQuandra Nesbitt menambahkan bahwa pembatasan seperti itu tidak sama dengan karantina.
Ibu kota AS menambah ketersediaan tes gratis, termasuk menawarkan tes COVID-19 di stasiun pemadam kebakaran pada malam dan akhir pekan.
Seruan tes COVID-19 untuk pengunjuk rasa muncul saat sejumlah ahli kesehatan masyarakat, termasuk pakar penyakit menular AS, Anthony Fauci, memperingatkan bahwa demonstrasi dapat menyebabkan lonjakan kasus virus corona.
Garda Nasional DC melaporkan bahwa beberapa tentara mereka terbukti positif tertular virus corona, meskipun belum menyebutkan jumlah tentara yang terinfeksi.
Aksi protes, yang bermula di Minneapolis dan menyebar ke seluruh negeri dan di seluruh dunia, dipicu oleh kematian George Floyd di Minneapolis. Pria keturunan Afrika-Amerika, Floyd, tewas setelah petugas polisi kulit putih menekan lehernya dengan lutut sehingga membuat Floyd tak bisa bernapas.
Ibu kota AS mengalami sejumlah protes terbesar dalam beberapa hari belakangan.
Sumber: Reuters