Minim dampak perpanjangan masa tanggap darurat COVID-19, menurut penilaian pengamat
Nah ini kalau memang dilakukan akan ada perbedaan,
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menilai perpanjangan masa tanggap darurat virus corona (COVID-19) minim dampak mengingat tidak ada kebijakan yang baru.
"Kalau saya melihat dampak dalam arti luas tidak ada, karena kan kalau tidak ada kebijakan baru dan hanya memperpanjang masa waktu tanggap darurat saja berarti tidak ada extend lain," kata Rissalwan saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Terkecuali, kata dia, ada aksi kebijakan lain yang diambil. Misalnya keputusan pemerintah pusat membuat isolasi wilayah, kemudian ada surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri.
"Nah ini kalau memang dilakukan akan ada perbedaan. Kalau memang diperpanjang dan ada kebijakan tambahan itu baru ada perubahannya," kata dia.
Jika seperti ini, yakni Pemprov DKI Jakarta memperpanjang masa tanggap darurat, termasuk meniadakan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau CFD setiap pekan, memperpanjang penutupan kawasan wisata hingga memperpanjang peniadaan kegiatan belajar mengajar di sekolah, hanya akan memberi efek yang seperti saat ini
"Kalau enggak ada yang baru ya tetap sama saja, anak-anak tetap sekolah di rumah dan hanya seperti itu dan sebagian sektor formal juga tetap di jalanan," kata Rissalwan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang masa tanggap darurat penanganan virus corona (COVID-19) di Ibu Kota selama dua pekan, menjadi hingga Minggu, 19 April 2020.
"Itu artinya kegiatan bekerja dari rumah untuk jajaran pemerintahan, Polda dan Kodam yang terkait sipil itu akan juga terus bekerja di rumah," ungkap Anies di Pendopo Balai Kota Jakarta, Sabtu (28/3).
Keputusan itu diambil usai pertemuan dengan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), termasuk Kodam Jaya dan Polda Metro Jaya.
Perpanjangan masa status tanggap darurat bencana COVID-19 juga berlaku untuk kebijakan penutupan tempat wisata, penutupan lokasi hiburan serta meniadakan kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Hingga saat ini berdasar data yang diumumkan secara nasional, kasus COVID-19 yang terkonfirmasi positif ada 1.285 kasus dan dari jumlah itu, 1.107 kasus masih dalam perawatan, 64 pasien sembuh dan 114 orang meninggal dunia. Jakarta memiliki jumlah kasus terbanyak dengan jumlah kasus positif 720 orang.
"Kalau saya melihat dampak dalam arti luas tidak ada, karena kan kalau tidak ada kebijakan baru dan hanya memperpanjang masa waktu tanggap darurat saja berarti tidak ada extend lain," kata Rissalwan saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Terkecuali, kata dia, ada aksi kebijakan lain yang diambil. Misalnya keputusan pemerintah pusat membuat isolasi wilayah, kemudian ada surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri.
"Nah ini kalau memang dilakukan akan ada perbedaan. Kalau memang diperpanjang dan ada kebijakan tambahan itu baru ada perubahannya," kata dia.
Jika seperti ini, yakni Pemprov DKI Jakarta memperpanjang masa tanggap darurat, termasuk meniadakan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau CFD setiap pekan, memperpanjang penutupan kawasan wisata hingga memperpanjang peniadaan kegiatan belajar mengajar di sekolah, hanya akan memberi efek yang seperti saat ini
"Kalau enggak ada yang baru ya tetap sama saja, anak-anak tetap sekolah di rumah dan hanya seperti itu dan sebagian sektor formal juga tetap di jalanan," kata Rissalwan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang masa tanggap darurat penanganan virus corona (COVID-19) di Ibu Kota selama dua pekan, menjadi hingga Minggu, 19 April 2020.
"Itu artinya kegiatan bekerja dari rumah untuk jajaran pemerintahan, Polda dan Kodam yang terkait sipil itu akan juga terus bekerja di rumah," ungkap Anies di Pendopo Balai Kota Jakarta, Sabtu (28/3).
Keputusan itu diambil usai pertemuan dengan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), termasuk Kodam Jaya dan Polda Metro Jaya.
Perpanjangan masa status tanggap darurat bencana COVID-19 juga berlaku untuk kebijakan penutupan tempat wisata, penutupan lokasi hiburan serta meniadakan kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Hingga saat ini berdasar data yang diumumkan secara nasional, kasus COVID-19 yang terkonfirmasi positif ada 1.285 kasus dan dari jumlah itu, 1.107 kasus masih dalam perawatan, 64 pasien sembuh dan 114 orang meninggal dunia. Jakarta memiliki jumlah kasus terbanyak dengan jumlah kasus positif 720 orang.