Padang (ANTARA) - Semenjak beberapa dekade terakhir, masalah pemanasan global telah menjadi buah bibir publik. Setiap tahunnya, suhu dunia terus meningkat, bencana ekstrim cuaca dan alam terus meningkat, bahkan ilmuwan di seluruh dunia terus-menerus memperingatkan masyarakat tentang bencana yang akan terjadi.
Pada saat yang sama, sebagian kutub utara telah mulai mencair sebagaimana yang dikeluarkan oleh NASA pada 2019 dan gelombang panas yang tak terkendali dalam WMO's State of the Global Climate Report 2020.
Namun tetap saja ada stigma-stigma yang selalu memunculkan pertanyaan apakah semua ini memang benar atau mungkin hanya ilusi, skate geopolitik yang digunakan untuk keuntungan? Apakah kita benar-benar mendekati akhir dari kehancuran planet ini, ataukah semuanya adalah politik dan cerita untuk kepentingan ekonomi?
Disisi lain terdapat kelompok yang skeptis terhadap pemanasan global yang sering kali menyatakan bahwa perubahan iklim adalah hasil dari siklus alamiah yang telah terjadi sepanjang sejarah bumi.
Mereka berpendapat bahwa iklim bumi memang selalu berubah, dan tidak ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa aktivitas manusia berperan besar dalam fenomena ini. Bahkan beberapa argumen yang sering disampaikan oleh kelompok skeptis adalah variasi alamiah, bumi telah mengalami periode pemanasan dan pendinginan alami sepanjang sejarahnya, seperti zaman es atau periode hangat pada zaman prasejarah.
Mereka berpendapat bahwa suhu bumi saat ini mungkin bagian dari siklus alami tersebut. Dan mereka hanya manipulasi data. Beberapa kritikus juga menuduh bahwa data ilmiah mengenai suhu bumi telah dimanipulasi atau dipilih secara selektif untuk mendukung narasi pemanasan global.
Mereka juga menganggap bahwa sejumlah ilmuwan atau lembaga internasional memanfaatkan fenomena ini untuk mendorong kebijakan yang menguntungkan, seperti perpindahan ke energi terbarukan.
Namun, klaim ini sering kali dibantah oleh para ilmuwan yang menegaskan bahwa bukti pemanasan global saat ini jauh lebih konsisten dan luas daripada variasi alami yang pernah terjadi di masa lalu. Banyak juga yang menunjukkan meskipun iklim bumi mengalami perubahan alami, laju pemanasan yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir sangat cepat dan berhubungan langsung dengan aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil.
Pemanasan global sendiri merupakan fenomena yang merujuk pada peningkatan suhu rata-rata atmosfer bumi yang diakibatkan oleh konsentrasi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (NO) yang meningkat karena aktivitas manusia.
Bukti ilmiah yang mendasari kenyataan ini sangat kuat dan mencakup banyak aspek, seperti data suhu global yang terus meningkat, pencairan es di kutub, hingga perubahan pola cuaca yang lebih ekstrim. Namun, meskipun banyak bukti ilmiah yang mendukung konsep pemanasan global, ada juga sekelompok orang yang meragukan atau bahkan menentang kenyataan ini.
Sementara berdasarkan laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), suhu global rata-rata telah meningkat sekitar 1°C sejak abad ke-19, yang bertepatan dengan peningkatan emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Pemanasan ini telah menimbulkan berbagai dampak pada lingkungan, seperti mencairnya es di Kutub Arktik dan Greenland yang terjadi dengan cepat sehingga mengganggu ekosistem yang bergantung pada es, seperti penguin, beruang kutub dan spesies lainnya.
Pemanasan global juga menyebabkan gelombang panas, badai tropis yang lebih kuat, dan banjir lebih sering terjadi yang merugikan masyarakat itu sendiri.
Untuk mengetahui apakah pemanasan global adalah kenyataan atau konspirasi, kita perlu kembali kepada data dan penelitian ilmiah yang ada. Fakta menunjukkan bahwa saat ini konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer telah mencapai level tertinggi dalam jutaan tahun terakhir, dan emisi gas rumah kaca akibat kegiatan manusia, seperti industri, transportasi, dan pembakaran lahan, merupakan penyumbang terbesar.
Sementara itu, teori konspirasi tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat., argumentasi yang dikemukakan oleh para skeptis seringkali berdasarkan pada misinterpretasi data atau klaim yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Misalnya, ada fluktuasi suhu alami di masa lalu, para ilmuwan sepakat bahwa pemanasan yang terjadi sekarang sangat berbeda, lebih cepat, lebih luas, dan lebih dapat diprediksi.
Salah satu strategi paling efektif untuk mengurangi pemanasan global ini adalah konservasi, yang mana tidak hanya membantu menjaga keseimbangan ekosistem, tetapi juga berkontribusi langsung dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.
Hutan yang merupakan penyerap karbon dioksida alami juga sangat penting dalam menjaga keseimbangan iklim. Sebab disaat pohon tumbuh akan menyerap CO melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk biomassa.
Konservasi laut dan ekosistem perairan serta mahkluk hidup di dalamnya seperti terumbu karang, yang mampu menyerap sekitar sepertiga dari emisi karbon dioksida global juga berfungsi sebagai penyangga iklim.
Selain itu, strategi paling efektif untuk mengurangi pemanasan global adalah pengelolaan sampah. Karena pengelolaan sampah yang buruk dapat menyebabkan emisi metana, gas rumah kaca yang jauh lebih kuat daripada karbon dioksida, bisa dari tempat pembuangan sampah terbuka atau sistem pembuangan sampah yang tidak efisien.
Oleh karena itu, penting untuk mengurangi sampah dan mendaur ulang materi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Edukasi dan kesadaran lingkungan pendidikan lingkungan yang baik sangat penting untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya konservasi dalam mengatasi pemanasan global. Dengan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang dampak perubahan iklim dan cara-cara untuk mengurangi jejak karbon individu, kita bisa menciptakan perubahan yang lebih besar. konservasi keanekaragaman hayati, keanekaragaman hayati yang sehat adalah kunci dalam menjaga kestabilan ekosistem dan kemampuan alam untuk mengatasi perubahan iklim.
Melindungi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang terancam punah, serta ekosistem mereka, membantu memperkuat ketahanan alam terhadap dampak perubahan iklim.
Pemanasan global bukan hanya sebuah konspirasi belaka, melainkan kenyataan yang harus kita hadapi. Bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa perubahan iklim yang sedang terjadi dipicu oleh aktivitas manusia dan akan terus memburuk jika tidak ada langkah konkret yang diambil.
Dengan solusi yang tepat, seperti Konservasi, dengan melindungi dan merestorasi hutan, lahan gambut, laut, serta mengadopsi praktik pertanian yang lebih berkelanjutan, kita dapat memperlambat laju perubahan iklim dan membantu bumi pulih dari kerusakan yang telah terjadi. Selain itu, kesadaran masyarakat dan kebijakan pemerintah yang mendukung konservasi akan mempercepat upaya global dalam mengatasi pemanasan global. Tindakan konservasi yang diambil saat ini adalah investasi untuk masa depan yang lebih hijau, lebih stabil, dan lebih aman bagi generasi mendatang.
* Artikel menjadi tanggungjawab penulis
Penulis: Rihadatul Aisyah, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas
Berita Terkait
Andalas Sinematografi kenalkan dasar fotografi ke komunitas Tanah Ombak
Senin, 18 November 2024 9:09 Wib
Pj. Wako Padang Panjang sebut simulasi pungut hitung suara langkah tepat (Video)
Senin, 11 November 2024 10:55 Wib
Marandang Ubi Sebagai Sentuhan Inovasi, tak selalu daging
Jumat, 1 November 2024 20:30 Wib
Hutama Karya targetkan uji coba Jalan Tol Padang-Sicincin pada 15 Desember 2024
Jumat, 25 Oktober 2024 11:10 Wib
Pemprov Sumbar rancang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan 2026-2045
Rabu, 16 Oktober 2024 15:27 Wib
OOTD makin kece, Ini enam sneakers Adidas bikin "stylish"
Minggu, 22 September 2024 11:51 Wib
Mengenali dan Menangani Self-harm: Mengatasi Keterpurukan dengan Empati dan Dukungan
Selasa, 17 September 2024 16:41 Wib
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Stunting melalui Pembentukan Pos Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Senin, 9 September 2024 18:12 Wib