Batusangkar, (ANTARA) - Jamaah tarekat Syatariah di Jorong Sikaladi, Nagari Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat baru melaksanakan shalat Idul Adha 1440 Hijriah pada hari ini, atau terlambat satu hari dari yang ditetapkan pemerintah.
Imam tarekat Syatariah Pariangan Tanah Datar, Khatik Sulaiman didampingi Khatik Makudun di Batusangkar, Senin, mengatakan jamaah Syatariah menetapkan awal 10 Zulhijjah dengan melihat bulan atau hilal yang dilakukan dengan mata telanjang.
Sebelum menentukan waktu pengamatan hilal tersebut, para ulama dan jamaah tarekat Syatariyah terlebih dahulu melakukan hisab atau menghitung hari.
Berdasarkan hitungan hari oleh jamaah Syatariah pada tahun ini awal bulan jatuh pada Minggu, dan 10 Zulhijjah jatuh pada Selasa. Namun karena kuasa Tuhan, kenyataannya awal bulan jatuh pada hari Jumat.
"Maka berdasarkan kesepakatan bersama, jika bulan sudah terlihat makan hisab boleh dibatalkan," katanya.
Khusus warga Jorong Sikaladi, Nagari Pariangan memiliki dua aliran tarekat yang berbeda, yakni tarekat Naqsabandiyah dan Syatariah. Aliran itu diyakini sudah turun temurun sejak Islam masuk ke daerah itu.
Untuk aliran Syatariah memiliki perbedaan pada khutbah baik Jumat maupun hari raya dengan menggunakan Bahasa Arab. Kendati memiliki perbedaan dalam amalan, tidak pernah terjadi pertikaian dan perpecahan di tengah masyarakat.
Pada Minggu (11/8) sebahagian warga di Jorong Sikaladi sudah melaksanakan shalat Idul Adha, namun aliran Syatariah baru hari ini melaksanakannya.
"Namun kalau pemotongan hewan kurban dilakukan secara bersama tanpa melihat alirannya, biasanya pemotongan kurban dilakukan pada hari terakhir yang menyelesaikan shalat," ujarnya.
Sementara Wali Nagari Pariangan April Khatib Saidi mengatakan pada awalnya di Nagari Pariangan terdiri dari empat aliran, yakni aliran Syatariah, aliran Naqsabandiyah, dan aliran Samaniah, dan Qamariah.
"Namun hanya aliran Syatariah dan Naqsabandiyah memiliki penerus, dan masih lestari hingga saat ini," ujarnya. (*)