Tinggal di kawasan terlarang, ribuan warga Moromoro Mesuji belum masuk DPT
Mesuji, Lampung (ANTARA) - Sedikitnya 1.500 warga di Moromoro, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung yang tinggal di kawasan Register 45 Sungai Buaya terancam kehilangan hak pilih pada Pemilu 2019 ini karena hingga kini belum diperoleh kepastian terdaftar sebagai pemilih.
Sekitar 620 KK warga Moromoro itu seharusnya punya hak pilih tapi oleh pemerintah dinyatakan sebagai warga yang tinggal di kawasan terlarang sehingga tak ada akses dokumen kependudukannya. Mereka tak memiliki KTP-elektronik.
Menurut Sahrul Sidin, Ketua Persatuan Petani Moromoro Way Serdang (PPMWS) di Mesuji, Rabu, warga telah berusaha mendatangi sejumlah pihak untuk memastikan hak pilih mereka pada Pemilu 2019 ini, namun hingga kini belum memperoleh kepastian.
"Bagaimana ini, kami ini warga negara Indonesia dan tinggal di Indonesia, seharusnya hak pilih kami diperhatikan," ujar Sahrul, didampingi sejumlah pengurus PPMWS dan perwakilan warga Moromoro itu pula.
Anak Agung Ngurah Husada selaku pendamping warga dalam memperjuangkan hak pilih itu, menyatakan sejumlah upaya telah dilakukan warga Moromoro dari pedusunan Simpang Asahan, Moro Dewe, Moro Seneng, Moro Dadi, dan Suka Makmur untuk mendapatkan kepastian.
"Kami masih terus memperjuangkannya. Kami sudah datangi KPU Kabupaten Mesuji dan Disdukcapil tapi belum juga ada kejelasan tentang hak konstitusional warga negara Indonesia yang seharusnya punya hak pilih yang harus dihormati," ujarnya lagi.
Padahal dalam Pemilu 2004 dan 2014, ribuan warga tersebut mendapatkan hak pilih dan bisa mengikuti pemilu saat itu. Namun saat ini kendati hanya tinggal sepekan lagi menjelang hari H Pemilu 17 April 2019, mereka belum mendapatkan kepastian apakah bisa memilih atau tidak.
"Kami masih akan mempertanyakannya kembali ke Bupati dan Pemkab Mesuji, untuk memastikan hak pilih kami pada Pemilu 2019 ini tidak hilang," kata Nyoman Sudanra.
Menurut Sahrul Sidin dan Anak Agung Ngurah Husada, mereka umumnya sudah tinggal di sini sejak tahun 1994 hingga sekarang.
Selain itu, sejumlah warga lain yang tinggal di sekitar Register 45, sebagian di antaranya justru dapat menggunakan hak pilih dan memiliki dokumen kependudukan yang diperlukan.
"Kenapa perlakuan terhadap kami warga Moromoro berbeda. Mustinya jangan selalu dikaitkan dengan persoalan larangan tinggal di Register 45, karena bagaimana pun kami sudah bertahun-tahun di sini, seharusnya mendapatkan kepastian sebagai warga negara dan berhak memiliki keabsahan dokumen kependudukan serta hak pilih yang juga harus dihormati oleh negara dan konstitusi. Persoalan konflik agraria seharusnya tidak menghilangkan hak politik warga di sini," kata Sahrul Sidin pula.
"Kalau memang kami dianggap warga negara yang ilegal, kenapa pula pemerintah tidak segera mencarikan solusinya yang terbaik bagi kami, kenapa kami dibiarkan terombang-ambing seperti ini terus. Kami juga berhak hidup dan berkembang di sini, dengan hak-hak yang seharusnya kami miliki sebagai warga negara," ujar Sahrul Sidin pula.
Dia mendesak agar ribuan warga Moromoro segera mendapatkan kepastian hak untuk memilih pada Pemilu 2019 ini dari pihak berwenang di Kabupaten Mesuji maupun Provinsi Lampung, bahkan pemerintah pusat jika diperlukan. Pemerintah dan pihak berwenang diingatkan tidak membiarkan begitu saja hak politik ribuan warga di sini hilang tanpa kejelasan.
Belum diperoleh konfirmasi dari pihak KPU Kabupaten Mesuji maupun Pemkab Mesuji, namun sebelumnya pihak KPU Provinsi Lampung telah menyatakan warga Moromoro belum terdaftar sebagai pemilih karena ketiadaan dokumen kependudukan yang diperlukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Warga Moromoro menegaskan akan terus memperjuangkan hak pilih mereka kepada pihak berwenang hingga menjelang hari H Pemilu 2019, termasuk mengupayakan berbagai solusi atas permasalahan keabsahan domisili mereka di kawasan Register 45 Sungai Buaya ini pula.
Sekitar 620 KK warga Moromoro itu seharusnya punya hak pilih tapi oleh pemerintah dinyatakan sebagai warga yang tinggal di kawasan terlarang sehingga tak ada akses dokumen kependudukannya. Mereka tak memiliki KTP-elektronik.
Menurut Sahrul Sidin, Ketua Persatuan Petani Moromoro Way Serdang (PPMWS) di Mesuji, Rabu, warga telah berusaha mendatangi sejumlah pihak untuk memastikan hak pilih mereka pada Pemilu 2019 ini, namun hingga kini belum memperoleh kepastian.
"Bagaimana ini, kami ini warga negara Indonesia dan tinggal di Indonesia, seharusnya hak pilih kami diperhatikan," ujar Sahrul, didampingi sejumlah pengurus PPMWS dan perwakilan warga Moromoro itu pula.
Anak Agung Ngurah Husada selaku pendamping warga dalam memperjuangkan hak pilih itu, menyatakan sejumlah upaya telah dilakukan warga Moromoro dari pedusunan Simpang Asahan, Moro Dewe, Moro Seneng, Moro Dadi, dan Suka Makmur untuk mendapatkan kepastian.
"Kami masih terus memperjuangkannya. Kami sudah datangi KPU Kabupaten Mesuji dan Disdukcapil tapi belum juga ada kejelasan tentang hak konstitusional warga negara Indonesia yang seharusnya punya hak pilih yang harus dihormati," ujarnya lagi.
Padahal dalam Pemilu 2004 dan 2014, ribuan warga tersebut mendapatkan hak pilih dan bisa mengikuti pemilu saat itu. Namun saat ini kendati hanya tinggal sepekan lagi menjelang hari H Pemilu 17 April 2019, mereka belum mendapatkan kepastian apakah bisa memilih atau tidak.
"Kami masih akan mempertanyakannya kembali ke Bupati dan Pemkab Mesuji, untuk memastikan hak pilih kami pada Pemilu 2019 ini tidak hilang," kata Nyoman Sudanra.
Menurut Sahrul Sidin dan Anak Agung Ngurah Husada, mereka umumnya sudah tinggal di sini sejak tahun 1994 hingga sekarang.
Selain itu, sejumlah warga lain yang tinggal di sekitar Register 45, sebagian di antaranya justru dapat menggunakan hak pilih dan memiliki dokumen kependudukan yang diperlukan.
"Kenapa perlakuan terhadap kami warga Moromoro berbeda. Mustinya jangan selalu dikaitkan dengan persoalan larangan tinggal di Register 45, karena bagaimana pun kami sudah bertahun-tahun di sini, seharusnya mendapatkan kepastian sebagai warga negara dan berhak memiliki keabsahan dokumen kependudukan serta hak pilih yang juga harus dihormati oleh negara dan konstitusi. Persoalan konflik agraria seharusnya tidak menghilangkan hak politik warga di sini," kata Sahrul Sidin pula.
"Kalau memang kami dianggap warga negara yang ilegal, kenapa pula pemerintah tidak segera mencarikan solusinya yang terbaik bagi kami, kenapa kami dibiarkan terombang-ambing seperti ini terus. Kami juga berhak hidup dan berkembang di sini, dengan hak-hak yang seharusnya kami miliki sebagai warga negara," ujar Sahrul Sidin pula.
Dia mendesak agar ribuan warga Moromoro segera mendapatkan kepastian hak untuk memilih pada Pemilu 2019 ini dari pihak berwenang di Kabupaten Mesuji maupun Provinsi Lampung, bahkan pemerintah pusat jika diperlukan. Pemerintah dan pihak berwenang diingatkan tidak membiarkan begitu saja hak politik ribuan warga di sini hilang tanpa kejelasan.
Belum diperoleh konfirmasi dari pihak KPU Kabupaten Mesuji maupun Pemkab Mesuji, namun sebelumnya pihak KPU Provinsi Lampung telah menyatakan warga Moromoro belum terdaftar sebagai pemilih karena ketiadaan dokumen kependudukan yang diperlukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Warga Moromoro menegaskan akan terus memperjuangkan hak pilih mereka kepada pihak berwenang hingga menjelang hari H Pemilu 2019, termasuk mengupayakan berbagai solusi atas permasalahan keabsahan domisili mereka di kawasan Register 45 Sungai Buaya ini pula.