"Barak-badarak" simfoni musik etnik dalam balutan modern

id Darak Badarak,PIOMFest 2018

"Barak-badarak" simfoni musik etnik dalam balutan modern

Penampilan komunitas musik Darak Badarak di PIOMFest 2018 Kota Padang, Sumatera Barat. (Antara Sumbar/ Mario Sofia Nasution)

"Musik merupakan bahasa universal, dia membuat orang dapat berkomunikasi dan menyampaikan pesan dengan baik," kata itu keluar dari mulut Eric Triton saat melihat penampilan komunitas musik asal Kota Pariaman Sumatera Barat, Darak Badarak dalam acara PIOMFest 2018.

Pria asal Mauritus itu terlihat mengoyang-goyangkan kepalanya sembari bertepuk tangan mendengarkan alunan irama yang dikeluarkan oleh perpaduan alat musik tradisional Minangkabau dengan alat moderen yang diramu sedemikian rupa oleh Darak Badarak.

Malam itu dirinya menggunakan baju basterop dilengkapi sebuah kain batik “Tanah Liek” melingkar di lehernya dan kaca mata bulat cokelat. Sesekali dia melompat kegirangan melihat gerakan hentakan kaki dan goyangan khusus yang ditampilkan puluhan personel Darak Badarak dalam dalam memainkan alat musik mereka

Hal serupa juga dialami ratusan penonton yang memadati loaksi tersebut. Mereka ikut menikmati penampilan atraktif Darak Badarak. Para penonton juga terlihat ikut mengucapkan kata-kata yang diucapkan vokalis Darak Badarak yang menjadi penutup pada malam kedua Padang Indian Ocean Music Festival (PIOMFest) 2018 yang digelar di bawah Jembatan Siti Nurbaya Kota Padang Sumatera Barat.

Eric Triton sendiri merupakan seorang musisi yang ikut berpartisipasi dalam PIOMFest 2018, menurutnya kegiatan ini begitu unik karena memiliki panggung yang terletak di bawah sebuah jembatan besar.

"Ini luar biasa karena orisinil dan begitu unik, mungkin hanya di sini ada panggung seperti ini,” katanya.

Ia mengapresiasi langkah pemerintah daerah yang mengelar iven ini, namun untuk tahun depan dirinya belum tentu akan berpartisipasi karena akan terus berkeliling dari satu negara ke negara lain untuk bermain musik.

Eric juga mengapresiasi penonton yang menghadiri acara musik ini, melihat mereka duduk dan mendengarkan musik yang ditampilkan dan ini akan menghasilkan kepuasan tersendiri. Menurut dia musik tidak mengenal seseorang itu kaya atau miskin namun musik tercipta untuk semua orang.

“Musik bagus untuk pikiran dan membuat perasaan menjadi lebih baik dengan mendengarkannya. Saya suka musik Indonesia,” katanya melihat penampilan Darak Badarak.

Komunitas Seni Bawah Kolong

Pimpinan Darak Badarak, Ribut Anton Sujarwo mengatakan musik yang mereka tawarkan adalah musik perkusi dengan tema kekanak-kanakan, bagaimana anak-anak ini dapat mencintai musik tradisi dengan cara modern.

Darak Badarak memadukan alat musik pukul tradisional Minangkabau Tambua dan Talempong dengan alat musik moderen seperti Gitar Bas dan Drum. Selain itu mereka memadukan irama musik dengan gerakan dengan motif etnik Pariaman dalam bermain Tambua yaitu dengan pola sosoh, perpaduan itu mampu menghasilkan pertunjukan musik yang menarik dan atraktif.

Ia mengatakan komunitas seni Darak Badarak ini lahir pada 2010 di Kampung Baru Kota Pariaman, Sumatera Barat. Berawal dari mimpi ingin memperkenalkan musik tradisi mereka membentuk sekolah seni yang bertempat di bawah kolong rumah.

Di sini, rumah masyarakat biasanya berbentuk panggung dan kolong rumah biasanya dimanfaatkan untuk tempat beternak itik, ayam dan lainnya.

“Kita mulai bermimpi dari bawah kolong rumah, kami mencoba merangkul generasi muda yang nakal dan dekat dengan narkoba. Mereka dirangkul dan diperkenalkan dengan musik tradisi,” katanya.

Hingga saat ini Darak Badarak memiliki 127 personel yang terdiri dari anak berusia delapan hingga 15 tahun. Dalam delapan tahun bermusik telah banyak capaian yang diraih anak-anak Pariaman ini seperti juara perkusi tingkat nasional, tiga besar lomba perkusi tingkat Asia Tenggara di Batam dan tiga besar lomba Perkusi tingkat Asia.

Dalam bermain musik, pihaknya selalu berupaya menciptakan musik yang sederhana namun dikemas semenarik mungkin sehingga pertunjukan ini tidak membosankan.

Menurut dia musik tradisi selama ini terkesan monoton sehingga banyak ditinggalkan anak muda, dan pihaknya berupaya mengubah pola pikir tersebut. Meski pihaknya menampilkan musik etnik mereka selalu berupaya menampilkan musik sederhana yang mudah dicerna yang diaransemen semenarik mungkin.

“Musik etnik memiliki segmen tersendiri dan itu merupakan tantangan bagi kami menciptakan musik yang semakin menarik,” katanya.

Terkait PIOMFest 2018, Ribut mengakui baru pertama kali medapatkan undangan tampil pada iven internasional yang digelar di Sumbar, pada PiomFest pertama, Simfest atau Harau Festival pihaknya belum pernah diundang.

“Kami banyak diundang dari luar kota mulai dari Bandung, Jakarta, Batam dan luar negeri seperti Malaysia, Singapura dan Thailand,” katanya.

Sementara Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah mengatakan PIOMFest ini merupakan rangkaian kegiatan memperingati HUT Kota Padang ke-349 yang meilbatkan musisi dari tujuh negara yaitu Vietnam, India, Jepang, Mauritius, Peru, Singapura dan Indonesia.

“Ini merupakan PIOMFest kedua yang dialksanakan untuk mempererat hubungan kebudayaan negara-negara IORA. Ini juga akan membuat Kota Padang menjadi salah satu kota penting di Samudera Hindia,” katanya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang Medi Iswandi mengatakan kegiatan ini merupakan tindaklanjut dari menteri luar negeri negara Indian Ocean Rim Asociation (IORA) yang diselengarakan pada 2015 di Kota Padang.

Kerja sama dalam bidang kebudayaan yang dilakuakan adalah dengan penampilan musisi dari negara IORA dan sister city dengan Kota Padang. Pada PIOMFest 2018 ini peserta dari tujuh negara berpartisipasi menampilkan permainan musik mereka.

“Ini akan menjadi iven andalan kita untuk menarik wisatawan asing berkunjung ke Kota Padang,” katanya.

Kurator PIOMFest 2018 Edy Utama mengatakan musisi yang tampi di sini adalah musisi pilihan yang akan memberikan warna tersendiri dalam festival yang bernuansa samudera ini. Ada Eric Triton dari Pulau Mauritius, Lakshman de Baul dari Kalkota India, Flame of The Forrest dari Singapura, KuriStudio dar Jepang, Wilmer Montoya dari Peru dan grup daru Vietman.

Sedangkan dari Indonesia ada Darak Badarak dari Pariaman, Pentas Sakral dari Padang, Sawahlunto New Ensamble dari Sawahlunto dan Dol Mayangsari dari Bengkulu.

“Musisi yang tampil mampu memberikan warna musik etnik tersendiri dalam festival ini,” katanya. (*)